Harga Tomat Di Sentra Produksi Anjlok

id anjlok, petani, tomat

Harga Tomat Di Sentra Produksi Anjlok

PANEN TOMAT Sulhan, petani tomat) sedang memanen tomat. (FOTO ANTARA Sulteng/Anas Massa) ()

"....Anjloknya harga tomat dipengaruhi produksi melimpah karena panen raya merata di semua kantong-kantong produksi.
Palu, (Antarasulteng.com) - "Kalau mau tomat, silahkan bu petik sendiri, ambil saja sesuai kebutuhan," kata Mulyono, pemilik kebun tomat di Desa Alitupu, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah kepada sejumlah ibu yang sedang mampir membeli sayuran.

Spontan saja ibu-ibu itu `menyerbu` kebun tomat milik Mulyono yang terletak dekat rumahnya. Mereka memetik buah tomat segar untuk dibawa pulang ke Palu sebagai oleh-oleh.

Mul, panggilan akrab Mulyono mengaku saat ini sedang panen raya, tetapi sayangnya harga tomat sangat murah, hanya Rp300,00 per kilogram.

"Siapa mau beli, rata-rata warga Desa Alitupu punya kebun tomat," ujar transmigran asal Jawa yang sudah belasan tahun tinggal di Dataran Lore sebagai petani berbagai komoditi hortikultura itu.

Selama ini, hasil panen petani dibeli pedagang yang datang dari Kota Palu. Namun dengan kondisi harga seperti ini, lebih untung jika tomat tidak dipanen tapi dibiarkan membusuk di kebun dari pada dipanen tapi tidak laku.

Dengan harga Rp300,00 per kilogram, katanya, petani pasti rugi Untuk gaji buruh panen saja berkisar Rp60 ribu per hari.

"Lebih baik tidak dipanen dari pada panen harganya murah dan tidak laku, sebab yang biasanya membeli dalam jumlah besar hanya para pedagang dari Palu," ujarnya.

Panen raya tomat bukan hanya di Dataran Napu, tetapi juga di beberapa sentra produksi seperti di Kecamatan Palolo dan Biromaru, Kabupaten Sigi.

Pedagang lebih memilih untuk membeli tomat di Palolo dan Biromaru karena jaraknya lebih dekat sehingga biaya transportasi murah.

Sementara jika pedagang datang membeli tomat dan sayuran lainnya di Dataran Napu biaya transportasi cukup mahal lagi pula medan jalan yang ditempuh dari Kota Palu sampai di Desa Alitupu sekitar 80 kilometer cukup berat.

"Jadi para pedagang berpikir panjang untuk datang ke sini," kata lelaki yang mengaku sudah punya empat orang anak itu.

Panen kali ini, katanya, tidak berpihak kepada petani. Petani di Dataran Napu rata-rata rugi cukup besar, sebab harga tomat anjlok hingga pada titik terendah.

Harga itu merupakan yang terendah selama ini. Baru sekarang ini benar-benar harga tomat murah sekali bahkan terbilang tidak ada harga.

Ia mengaku pernah juga harga tomat anjlok, tetapi masih berkisar pada angka Rp500,00 per kilogram.

Keluhan senada juga disampaikan Herman (58), petani di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara yang mengaku tidak menyangka bahwa harga tomat akan anjlok serendah itu.

Padahal, katanya, untuk menanam tomat pada areal seluas satu hektare, mulai dari membajak hingga panen dibutuhkan dana sekitar empat juta rupiah.



Untungkan pedagang



Anjloknya harga tomat jelas memukul para petani yang menggantungkan hidup pada tanaman hortikultura, namun keuntungan besar bagi pedagang.

Sebagian besar hasil panen petani selama ini dibeli para pedagang dari Palu untuk dijual di pasar-pasar tradisional di kota itu dan juga diantarpulaukan ke Kalimantan Timur (Kaltim).

Justru saat harga tomat turun di sentra produksi, pedagang dipastikan untung karena jika diantarpulaukan ke Kaltim harga di sana tetap tinggi.

Harga tomat di Kaltim saat ini bisa mencapai Rp10 ribu per kilogram, sementara mereka membeli dari petani hanya Rp300,00 per kilogram.

Kabupaten Poso dan Sigi merupakan kantong produksi hortikultura i Sulteng karena kondisi tanahnya sangat cocok bagi pengembangan komoditi itu.

Akibat jatuhnya harga tomat, banyak petani membiarkan buah tomat di kebunnya membusuk dan sebagian lagi panen tetapi kemudian mereka hambur di sepanjang jalan.

Di sepanjang Desa Sedoa, badan jalan banyak dipenuhi buah tomat yang sengaja dibuang oleh petani karena tidak laku dan harganya sangat murah sehingga meraik perhatian setiap kendaraan yang melintas di jalan.



Melimpah



Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Sulawesi Tengah Muchlis Labanu membenarkan harga tomat di sentra-sentra produksi anjlok sehingga sangat merugikan petani.

Anjloknya harga tomat dipengaruhi produksi melimpah karena panen raya merata di semua kantong-kantong produksi.

Memang saat ini sedang berlangsung panen raya tomat baik di Kabupaten Poso dan Sigi. Selain dua daerah itu, juga di Lembah Palu sedang panen.

Sudah dua bulan berlansung musim panas yang dikhawatirkan berdampak terhadap produksi petani. Justru disaat musim panas produksi tanaman hortikultura di Dataran Napu, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi dan di Lembah Palu cukup bagus.

Ia prihatin dengan petani tomat karena justru saat panen raya berlangsung, harga anjlok. Apalagi jika lambat dipanen, buah tomat dipastikan busuk.

Tidak heran jika kebanyakan petani tomat membiarkan tidak panen guna menghindari agar tidak sampai merugi besar.

Muchlis mengatakan harga tomat di pasar-pasar di Palu cukup murah hanya berkisar Rp2.000-an/kg, dan di tingkat petani berkisar Anjloknya harga tomat, lebih dikarenakan produksi petani melimpah, sementara tidak diimbangi dengan permintaan.

Naik-turunnya harga tomat dan beberapa sayur-sayuran lainnya di pasaran sangat tergantung pada hasil produksi petani. Kalau produksi petani banyak, maka harga sering kali turun, dan begitu sebaliknya.

Pengembangan tanaman tomat di Sulteng, katanya, tidak seperti komoditi lainnya seperti pertanian jagung, kedelai dan padi yang memang dilakukan secara besar-besaran.

Pengembangan tanaman tomat di daerah ini hanya dilakukan sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat lokal. Rata-rata petani dalam menanam tomat hanya disesuaikan dengan kebutuhan pasar lokal.

Karena itu, naik-turunnya harga tomat sangat tergantung dari stok. Kalau stok di pasar kurang, dipastikan harga naik, dan sebaliknya.

Dinas Pertanian kabupaten dan kota di Sulteng selalu mengimbau petani untuk memperluas areal dan meningkatkan produksi.

Jumlah produksi tomat di Sulteng saat ini baru sekitar 4.412 ton, dan terbesar di Kabupaten Poso, dan Sigi. (BK03)