SD Wirabuana Di Mamuju Utara Belajar Di "Gubuk"

id sekolah, sd, miskin

SD Wirabuana Di Mamuju Utara Belajar Di "Gubuk"

Ilustrasi (Istimewa)

Kondisi ini memang sangat memiriskan. Dinding papan bekas ini juga belum dilengkapi sarana mebelair yang memadai sehingga papan tulis pun harus diambil dari tripleks bekas
Mamuju Utara,  (antarasulteng.com) - Puluhan siswa Sekolah Dasar (SD) Wirabuana, Kelurahan Bamballamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, masih belajar di gedung tidak layak huni atau "gubuk" yang terbuat dari dinding papan bekas.

"Proses belajar mengajar di SD Wirabuana memang memprihatinkan akibat kurangnya perhatian pemerintah daerah. Ini tentu memiriskan di tengah sekolah lain sudah menikmati sarana dan prasarana yang sangat memadai," kata salah seorang guru honorer SD Wirabuana, Saenab di Pasangkayu, Jumat.

Menurutnya, bangunan gedung tua yang digunakan siswa berpotensi mengancam keselamatan jiwa bagi anak didik karena atap dan tiangnya sudah dimakan usia.

Jika kondisinya demikian, kata dia, tentu publik akan bertanya dimana keberpihakan pemerintah daerah yang konon fokus mendorong peningkatan akses dan mutu pendidikan di daerah tersebut.

Saenab menyampaikan, bangunan SD Wirabuana yang tidak jauh dari ibukota Mamuju Utara ini dibangun secara swadaya, dinding papan bekas terlihat sana sini penuh tempelan papan agar siswa bisa lebih nyaman walaupun sebetulnya tidak nyaman berada dalam gedung itu.

"Kami terpaksa menambal dinding yang terbuat papan bekas karena siswa terkadang merasakan terik matahari. Gedung ini dibangun sejak tahun 2003 silam, tetapi hingga kini kondisi gedung ruangan untuk kelas I,II dan III belum kunjung ada bantuan rehabilitasigedung ini," kata Saenab.

            Ia mengatakan, kondisi lantai pun juga kerap dikeluhkan siswa akibat berdebu.

         "Begitupun jika musim hujan tiba, maka lantai gedung sekolah siswa dipastikan becek karena belum dilapisi semen apalagi tegel." katanya.

Penderitaan siswa dilengkapi dengan kondisi sarana kursi dan meja yang lapuk termakan usia karena tak pernah ada bantuan.

"Kondisi ini memang sangat memiriskan. Dinding papan bekas ini juga belum dilengkapi sarana mebelair yang memadai sehingga papan tulis pun harus diambil dari tripleks bekas," ungkap Saenab.

Agar proses belajar mengajar tetap berlangsung, Saenab mengaku terpaksa menulis di papan triplek bekas berukuran hanya berukuran satu meter.

Retno Ningsi salah seorang anak didik di sekolah ini menyampaikan, sangat terganggu saat proses belajar akibat kondisi kelas yang berdebu dan becek saat musim hujan.

"Mejanya sudah lapuk termakam usia. Kami hanya bisa pasrah menerima keadaan ini walaupun sebetulnya sangat terganggu," ungkapnya.