Mantan Kepala Bplh Parimo Divonis 1,2 Tahun Penjara

id pengadilan

Mantan Kepala Bplh Parimo Divonis 1,2 Tahun Penjara

Ilustrasi (Antarasulteng/Basri Marsuki)

Palu, (antarasulteng.com) Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri (PN) Palu menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa dugaan korupsi pembangunan taman hijau atau Kehati di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Kamis.

Keduanya adalah Mantan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Parimo, Muhammad Idrus dengan hukuman penjara selama 1,2 tahun dan Abdul Wahid selama 1,4 tahun.

Selain pidana penjara, keduanya juga membayar denda sebesar Rp50 juta, subsidair 1 bulan kurungan.

Dalam amar putusannya, majelis hakim juga menyatakan, barang bukti berupa uang tunai dan fotokopi transfer Rp50 juta ke rekening Kejari Parimo, dirampas untuk negara.

Menurut Ketua Majelis Hakim, Made Sukanada, keduanya terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah ke dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya JPU menuntut pidana penjara selama 2 tahun kepada Mohammad Idrus dan membayar denda Rp50 juta, subsidair tiga bulan kurungan. Sementara terdakwa Abdul Wahid dituntut 2,3 tahun penjara dan membayar denda Rp50 juta, subsidair tiga bulan kurungan.

Kasus ini bermula ketika pada tahun 2012 lalu, BPLH Parimo menerima anggaran pembangunan taman hijau atau Kehati sebesar Rp896,5 juta. Tender pekerjaan dimenangkan CV Aditama Design.

Padahal, pemilik perusahaan tidak pernah mengikuti seleksi umum, mengingat perusahaan tersebut dipinjam oleh Abdullah Badja. Belakangan diketahui, peminjaman hanya secara lisan tanpa disertai surat kuasa.

Perjanjian kontrak tersebut kemudian diterbitkan melalui penandatanganan bersama pengguna anggaran Mohammad Idrus.

Terdakwa Mohammad Idrus diketahui tidak pernah menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pekerjaan itu.

Dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dilakukan oleh konsultan perencana. Sementara terdakwa Mohammad Idrus tidak pernah menandatangani penetapan HPS. Dari hasil penghitungan volume pekerjaan yang dilakukan pihak Dinas Pekerjaan Umum, terdapat beberapa item yang tidak sesuai dengan kontrak kerja.

Dari hasil audit BPK perwakilan Provinsi Sulteng, negara mengalami kerugian sebesar Rp354,983 juta lebih.