Pawai Ogoh-Ogoh, Tidak sekadar Ritualitas

id Ogoh-Ogoh, Nyepi

Pawai Ogoh-Ogoh, Tidak sekadar Ritualitas

BERPOSE DI ARENA PAWAI OGOH - Sejumlah pegawai berfoto di sekitar ogoh-ogoh di Jalan Samratulangi Palu, Senin (27/3). Pawai ogoh-ogoh yang digelar umat Hindu dan diarak melewati sejumlah ruas jalan di Kota Palu itu adalah rangkaian kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939. (ANTARASulteng/Mohama

“Melalui acara ini, harapannya kita bisa lebih memperkuat tali silahturahmi khususnya antar umat beragama," kata Ayunda, warga Jalan Jendral Soeharto
Palu (antarasulteng.com) - Pawai ogoh-ogoh menjelang perayaan Hari Raya Nyepi 2017, Tahun Baru Caka 1939 di Kota Palu, tidak sekadar ritualitas bagi umat Hindu, tetapi tradisi yang sudah menguat di kota ini juga ikut memantik silaturahim antarwarga tanpa sekat keagamaan dan etnis.  

Hal ini dapat dilihat dari antusiasnya ratusan warga menyaksikan pawai ogoh-ogoh itu khususnya di Sam Ratulangi pada hari Senin (27/3).

Warga dari berbagai kalangan telah berkumpul di sepanjang jalan sejak satu jam sebelum peserta pawai membawa tujuh ogoh-ogoh berukuran raksasa dan mini. 

Selain diikuti umat Hindu, pawai ogoh-ogoh kali ini turut dimeriahkan warga keturunan Tionghoa. Mereka hadir dengan menggunakan pakaian khas sambil membawa poster bertuliskan ucapan selamat Hari Raya Nyepi. Tak hanya itu, mereka pun hadir dengan menampilkan atraksi tiga Barongsai diiringi alunan musik khas.

Tak hanya menyaksikan pawai, sejumlah pengunjung yang berdiri menahan terik matahari juga tampak antusias berfoto dengan latar perayaan pawai ogoh-ogoh.

“Melalui acara ini, harapannya kita bisa lebih memperkuat tali silahturahmi khususnya antar umat beragama," kata Ayunda, warga Jalan Jendral Soeharto, Kelurahan Petobo, Palu Selatan.

Wanita berhijab itu mengatakan, meskipun acara ini dilaksanakan umat Hindu tetapi kegiatan ini bisa dinikmati oleh seluruh kalangan tanpa melihat agama atau pun suku.

Tradisi arak ogoh-ogoh adalah bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu. Ogoh-ogoh yang diarak melewati sejumlah jalan di Kota Palu itu berakhir di lokasi Pura Agung Wana Kertha Jagatnatha Palu. 

Di sana, ogoh-ogoh itu dibakar sebagai simbolisasi pengusiran segala sifat buruk yang melekat pada manusia dan alam memasuki Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939.***