DKP Sulteng Investasi Rp10 Miliar Bangun Tambak Udang Supra Intensif

id DKP

DKP Sulteng Investasi Rp10 Miliar Bangun Tambak Udang Supra Intensif

Kadis KP Sulteng Hasanuddin Atjo (kedua kiri) dan staf saat meninjau lokasi tambak udang supra intensif milik Pemprov Sulteng di Desa Tindaki, Kabupaten Parigi Moutong, Senin (15/5). (Antarasulteng.com/Rolex)

Hasanuddin Atjo: ini juga pemupukan asset produktif bagi pemprov yang akan memberikan kontribusi signifikan dalam pendapatan daerah di masa mendatang.
Palu (Antarasulteng.com) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tengah menginvestasikan dana APBD secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp10 miliar untuk membangun kawasan pertambakan udang dengan teknologi budidaya supra intensif Indonesia (SII).

Kepala DKP Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP mengemukakan di Palu, Rabu, lokasi investasi tersebut berada di Desa Tindaki, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, di atas areal seluas dua hektare.

Areal itu merupakan bekas pertambakan rakyat secara sederhana yang direkonstruksi dengan tambak beton untuk memenuhi persyaratan replikasi teknologi supra intensif Indonesia.

Menurut dia, kegiatan investasi tersebut sudah dimulai pada tahun anggaran 2016 senilai Rp2 miliar untuk rekonstruksi empat petak tambak, pengadaan mesin genset untuk blower oksigen berikut jaringannya.

"Kami juga sudah memasang peralatan sistem pembuangan limbah otomatis atau central drain serta jaringan blower dan kincir pada dua petak tambak berukuran masing-masing 40x50 meter dan sudah memasuki tahap penebaran benih masing-masing 420.000 ekor per tambak dan kini telah memasuki masa budidaya," ujarnya.

Menurut Atjo, penggunaan dana APBD dalam investasi ini merupakan langkah pemupukan aset pemprov yang produktif dan diyakini berkontribusi signifikan pada pendapatan daerah ke depan nanti.

Ia memberi contoh, setiap hektare dari dua hektare areal tambak intensif ini bila dikelola dengan teknologi supra intensif, bisa menghasilkan udang 100 ton/ha per siklus budidaya, maka dengan harga udang rata-rata Rp70.000/kg, hasil yang dicapai bernilai Rp7 miliar atau Rp14 miliar untuk dua hektare.

"Setiap tahun, siklus budidaya bisa berjalan dua kali. Itu berarti, dalam setahun, areal dua hektare itu bisa menghasilkan Rp28 miliar. Bila dipotong biaya operasional 50 persen, berarti diperoleh hasil bersih Rp14 miliar tiap tahun," ujarnya.

Menurut Hasnauddin Atjo, penemu teknologi budidaya udang supra intensif Indonesia yang diluncurkan pada 2013 itu, hasil kotor Rp14 miliar/ha/tahun tersebut sebenarnya adalah angka minimal, karena sistem teknologi budidaya paling produktif di dunia itu memiliki tingkat produktivitas 153 ton/ha/siklus panen.

Ia berharap kehadiran tambak supra intensif milik DKP Sulteng ini akan merangsang minat petambak tradisional di sekitarnya bahkan di Sulteng untuk mereplikasi teknologi ini.

Seorang petambak tradisional udang vaname di Desa Tindaki mengaku tertarik mereplikasi teknologi tersebut pada areal tambaknya seluas dua hektare yang saat ini hanya bisa menghasilkan sekitar 850 kilogram udang perhektare setiap kali panen.

"Kami akan belajar dulu kepada Kepala Dinas KP Sulteng bagaimana caranya membudidayakan udang dengan teknologi supra intensif ini," ujar petambak tersebut saat ditemui di Desa Tindaki baru-baru ini.

DKP Sulteng saat ini sudah memiliki tambak percontohan budidaya udang vaname dengan teknologi supra intensif di Kelurahan Mamboro, Kota Palu dan Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong yang terus berproduksi secara teratur dengan produktivitas rata-rata 150 ton/ha/siklus panen.

Lokasi tambak percontohan SII ini sudah dikunjungi banyak pihak dari berbagai daerah bahkan sejumlah negara, baik pengusaha, pemerintah daerah, kalangan perbankan dan akademisi untuk mempelajari dan sudah direplikasi di berbagai daerah seperti NTT, Sulsel, dan Gorontalo.