Astra Agro Ajak Jurnalis Sulteng Kampanyekan Sawit

id ASTRA

Astra Agro Ajak Jurnalis Sulteng Kampanyekan Sawit

Foto bersama Jurnalis di Sulawesi Tengah dengan manajemen dan perwakilan anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) di Kota Palu, jumat (9/6) malam. (www.antarasulteng.com/Istimewa)

Kampanye negatif untuk sawit sudah dilakukan sejak tahun 1990, dengan sejumlah isu di antaranya deforestasi hutan, soal tanah adat, tanah gambut, isu kesehatan dan kebakaran hutan
Palu, (antarasulteng.com) - Astra Agro Lestari (AAL) yang merupakan unit usaha Astra Group di bidang perkebunan kelapa sawit, mengajak komunitas jurnalis di Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengampanyekan komoditi kelapa sawit secara positif.

"Kampanye negatif untuk sawit sudah dilakukan sejak tahun 1990, dengan sejumlah isu di antaranya deforestasi hutan, soal tanah adat, tanah gambut, isu kesehatan dan kebakaran hutan," ungkap Head of Corporate Communication Astra Agro Lestari (AAL) Tofan Mahdi dalam acara buka puasa bersama jurnalis di Palu, Jumat malam.

Tofan menggungkapkan sejak tahun 2009, hampir 90 persen pemberitaan media terkait kelapa sawit adalah negatif. Namun riset terakhir di tahun 2016, sebanyak 55 persen pemberitaan tentang sawit sudah menjadi positif, 25 persen dalam status netral dan 20 persen masih sangat negatif.

"Namun itu tidak menjadi masalah, karena sebagai orang yang pernah berkecimpung di media, pihaknya memahami tentang hal itu," ujar mantan wartawan ekonomi Jawa Pos Group itu.

Tofan menjelaskan Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditas Indonesia yang menjadi penopang ekonomi dan komoditas ekspor nomor satu di dunia. Dari 190 juta hektare daratan Indonesia, hanya 11,5 juta yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dengan produksi sekitar 30 juta ton per tahun.

Itu pun, kata dia, sebagian besar merupakan lokasi bekas perambahan hutan atau illegal loging, yang ketika dicari komoditas produktif yang dapat menggantikannya, hanya kelapa sawit yang berhasil.

Menurut Tofan, kampanye negatif sawit dilakukan karena berapapun produksi yang dihasilkan akan laku di pasaran dunia, yang menyaingi produksi minyak nabati lainnya seperti minyak soya dari kedelai, minyak zaitun dan bunga matahari.

Berkecimpung di dunia jurnalistik hampir 12 tahun lamanya, membuat Tofan paham akan karakter dalam pemberitaan media massa.

Dalam menghadapi media, kata dia, dunia usaha tidak bisa mengatur atau pun mengekang.

"Media dilindungi oleh Undang-Undang Pers, jika keliru ada hak jawab atau klarifikasi yang diberikan," kata juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) itu.

Tetapi, kata Tofan, jika ada satu pemberitaan negatif saja, akan mengubah pola pikir masyarakat dan walaupun digantikan 1.000 pemberitaan positif, tidak akan berpengaruh banyak.

"Alhamdulillah, di Sulawesi, pemberitaan masih objektif dan itu sangat kami apresiasi," ungkapnya.

Tofan juga berharap pemberitaan yang dilakukan oleh media, sebaiknya harus objektif, jika faktanya negatif, silakan ditulis demikian. Tetapi jika ada hal positif yang dilakukan, silakan pula diberitakan sesuai dengan kenyataannya. (FZI)