New York (antarasulteng.com) - Harga minyak pada Jumat memantul dari titik
terendah tahun ini karena para produsen mengurangi ekspor dan penambahan
instalasi pengeboran Amerika Serikat melambat.
Namun pemulihan
itu terhitung sederhana dan minyak mentah masih dalam penurunan mingguan
keempat akibat kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan global.
Harga
minyak mentah berjangka Brent naik 45 sen menjadi 47,37 dolar AS per
barel dan patokan Amerika Serikat, minyak mentah West Texas Intermediate
(WTI), harganya berakhir menetap pada 44,74 dolar AS per barrel, naik
28 sen. Kedua patokan itu menakik kerugian mingguan melampui 1,6 persen.
Pada
Kamis, harga minyak menyentuh titik terendah dalam enam bulan, turun
lebih dari 12 persen dari akhir Mei, ketika para produsen yang dipimpin
oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) memperpanjang komitmen untuk memangkas produksi sampai 1,8 juta barel per hari hingga Maret 2018.
"Kau
mulai sampai ujung bawah kisaran," kata Rob Haworth, ahli strategi
senior di U.S. Bank Wealth Management. Ia mengatakan bahwa bahkan
pengamat pasar yang positif menerima bahwa kemungkinan harga akan tetap
rendah dalam waktu lebih lama.
"Kau mulai melihat beberapa
kapitulasi investor karena datanya tidak seperti yang kau harapkan,"
Haworth sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
Kazakhstan,
bagian dari blok non-OPEC yang sepakat memangkas pasokan tahun lalu,
mengatakan akan mengurangi produksi pada juli dan Juli setelah kelebihan
produksi selama tiga bulan berturut-turut.
Namun anggota OPEC
Nigeria dan Libya, yang mengecualikan diri dari kesepakatan itu,
meningkatkan ekspor setelah pulih kembali dari gangguan pasokan yang
disebabkan oleh aksi protes, kegiatan pemberontak dan kesalahan
manajemen.
Tanda-tanda terkini kelebihan pasokan juga terlihat
dari penggunakan supertank menua untuk menyimpan minyak yang tidak
terjual di Singapura dan Malaysia.
Peningkatan hasil minyak
mentah Amerika Serikat mengacaukan pemangkasan produksi pimpinan OPEC,
dengan produksi naik lebih dari 10 persen tahun lalu. Data Badan
Informasi Energi Amerika Serikat pekan ini menunjukkan peningkatan stok
bensin dan goyahnya permintaan.
Perusahaan-perusahaan energi
Amerika Serikat menambahkan pengeboran minyak sehingga mencapai rekor
ke-22 pekan berturut-turut menurut perusahaan layanan energi Baker
Hughes pada Jumat. Namun laju penambahan itu melambat dalam beberapa
bulan belakangan, dan harga minyak yang lebih rendah bisa menguji
ketahanan harga minyak serpih.
"Saya pikir ada bukti bahwa kita
mulai melihat reaksi produsen minyak serpih," kata Haworth dari U.S.
Bank Wealth Management, "Investasi baru melambat."
Delapan
perusahaan lindung nilai besar mengurangi posisi mereka di 10 besar
perusahaan minyak serpih di the Permian, ladang minyak terbesar Amerika
Serikat, hingga 400 juta dolar AS, khawatir produsen memompa minyak
sangat cepat sehingga menggagalkan pemulihan, demikian menurut warta
kantor berita Reuters. (skd)
Berita Terkait
Ahlis Djirimu, industri sawit mainkan peran sentral ekonomi daerah
Jumat, 22 Maret 2024 15:52 Wib
Menkop UKM Teten yakin minyak makan merah laku di pasaran
Rabu, 20 Maret 2024 8:21 Wib
Pasar murah sembako di Palu
Selasa, 19 Maret 2024 19:53 Wib
Jokowi kunjungi pabrik percontohan minyak makan merah Sumatera Utara
Kamis, 14 Maret 2024 10:37 Wib
Gerakan pangan murah di Palu
Rabu, 6 Maret 2024 20:35 Wib
Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
Minggu, 3 Maret 2024 5:03 Wib
PHE catat temuan sumber daya migas 1,4 miliar barel setara minyak
Sabtu, 10 Februari 2024 15:04 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 8:19 Wib