Jakarta (antarasulteng.com) - Wajah Atika (21) terlihat ragu-ragu ketika menghampiri gerobak
milik tukang bakso yang biasa "mangkal" di gang depan rumahnya yang
berlokasi di Kemandoran I, Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa sore.
Sejak Jakarta dihebohkan dengan ditemukannya bakso yang dicampur
daging babi beberapa waktu lalu, Atika semakin berhati-hati membeli
bakso yang merupakan makanan kegemarannya.
"Bulan lalu, saya sama sekali menghentikan makan bakso," ujar
mahasiswi perguruan tinggi swasta di bilangan Jakarta Barat itu.
Sebagai umat Muslim, Atika sangat peduli dengan kehalalan makanan
yang akan dimakannya. Agama yang dianutnya melarangnya untuk memakan
daging dari hewan yang dikategorikan haram tersebut. Ia mengaku merasa
nyaman, jika memakan makanan yang berlabel halal.
"Memang sepele kedengarannya, tapi bagi saya itu penting."
Ia
bahkan rela merogoh kocek lebih dalam, asalkan kedai penjual makanan
mencantumkan label halal. Dengan demikian, dia pun tenang dalam
menyantap makanan.
Tak hanya makanan dan minuman, perempuan yang mengenakan kerudung
tersebut juga peduli dengan kehalalan kosmetik yang digunakannya.
Apa yang menjadi kepedulian umat Muslim tersebut, dilirik oleh
Presiden Direktur PT Pendekar Bodoh David Marsudi. Perusahaan yang
menaungi puluhan restoran makanan laut, D`cost, itu sejak empat bulan
lalu mendapatkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia.
"Restoran kami sudah mendapatkan label halal sejak lebaran tahun lalu," ujar David.
Komitmen untuk menjadikan restoran tersebut sebagai restoran halal
sudah digaungkannya sejak jauh-jauh hari kepada bawahannya. Dan David
meminta agar seluruh personilnya komit menjadikan restoran tersebut
sebagai restoran halal.
Halal yang dimaksud mulai dari bahan makanan, produk-produk yang
digunakan seperti bumbu masak, minyak goreng dan lain sebagainya. Tak
hanya itu, pihaknya juga menyediakan mushola yang diperuntukkan bagi
pengunjung restoran tersebut.
"Sejak kami buka hingga tutup, terdapat empat kali waktu salat," tambah David.
Halal Tingkatkan Pendapatan
Sejak restorannya memiliki label halal, David mengakui omset
restorannya semakin meningkat. Selain itu, yang terpenting adalah
pengunjung merasa nyaman ketika menyantap makanan maupun berada di
restoran tersebut.
"Kami baru mendapatkan label halal, tapi sudah ada peningkatan dalam omset," ujar David.
Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Taufik Wiraatmadja
mengatakan label halal memudahkan produknya untuk diterima di
masyarakat.
Bahkan produk andalan yakni Indomie sudah tersebar di 86 negara yang
ada di dunia. Bahkan Indomie goreng menjadi pemimpin pasar untuk
kategori mie instan goreng.
"Semua ini karena adanya sertifikasi halal," tukas Taufik.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar
mengatakan label halal sangat penting dengan jumlah penduduk Muslim
dunia yang mencapai 1,8 jiwa miliar jiwa.
Perusahaan makanan ternama dunia Nestle, lanjut Sapta, berhasil
menambah pendapatan sebanyak 2 miliar dolar Amerika Serikat karena
menjual produk halal.
Melihat potensi itu, Sapta mulai melirik pengembangan wisata syariah
di Tanah Air. Apalagi wisatawan Muslim dunia menghabiskan uang sebanyak
930 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun lalu.
Ketua MUI, KH Ma`ruf Amin, mengatakan fakta-fakta itu menunjukkan bahwa Islam adalah rahmat bagi sekalian alam.
"Halal itu membawa rahmat. Bagi industri mampu meningkatkan
keuntungan dan bagi masyarakat pun menjadi tak was-was dalam memilih
makanan maupun produk lainnya," ujar Ma`ruf.
KH Ma`ruf Amin juga menambahkan pengawasan terhadap kehalalan produk yang beredar di pasaran masih lemah.
"Terdapat dua hal yang belum terurus dengan baik yakni pengawasan dan pelayanan," ujar Ma`ruf Amin
Pengawasan terhadap kehalalan suatu produk, lanjut dia, bukanlah
tugas dari MUI melainkan tugas pemerintah. MUI hanya bertugas melakukan
sertifikasi dan mengawasi produk yang sudah disertifikasi tersebut.
Minat Sertifikasi Masih Rendah
Meski memiliki potensi karena pangsa pasar yang begitu besar, namun
masih sedikit para pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika
(LPPOM) MUI Lukmanul Hakim mengakui minat pedagang untuk melakukan
sertifikasi masih rendah.
Terdapat dua alasan, pertama yakni pemahaman dan kepedulian pedagang
tentang halal masih sangat sederhana. Dalam persepsi pedagang,
sepanjang tidak secara langsung menjual makanan bercampur dagung babi
maka produk yang mereka jual otomatis halal.
"Padahal seiring dengan perkembangan teknologi, babi atau celeng
maupun turunannya bisa merasuk ke hampir semua bahan pangan seperti
kecap, bumbu masak, minyak goreng dan sebagainya," ujar Lukmanul.
Kemudian, alasan kedua adalah sertifikasi halal sifatnya masih
sukarela sehingga tidak ada kewajiban bagi pedagang untuk mengajukan
sertifikasi halal.
"Produk bakso dan daging semestinya diwajibkan untuk melakukan
sertifikasi halal. Apalagi bakso banyak dikonsumsi oleh masyarakat."
Lukmanul juga menambahkan minat masyarakat terhadap produk halal
mencapai 70 persen pada 2009, dan meningkat menjadi 92,2 persen pada
2010.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran umat Islam terhadap konsumsi
produk halal, kata Lukmanul, diperlukan upaya bersama dalam pengelolaan
produk halal dalam negeri. Tujuannya, agar Indonesia menjadi pemain
utama dalam bisnis halal dunia. (I025/SKD)
Berita Terkait
Sucofindo periksa kehalalan produk dari dua pelaku usaha Jepang
Jumat, 15 Maret 2024 11:59 Wib
DHC UIN Palu bantu pelaku UMKM dapat sertifikat halal
Kamis, 7 Maret 2024 17:09 Wib
Wapres tinjau penyembelihan sapi bersertifikasi halal di Selandia Baru
Kamis, 29 Februari 2024 8:54 Wib
Kemenperin target sertifikasi halal 1.250 industri kecil di 2024
Kamis, 8 Februari 2024 7:40 Wib
BPJPH - Pos Indonesia jajaki kerja sama jaminan produk halal
Kamis, 1 Februari 2024 15:55 Wib
Menperin sebut pentingnya mengambil potensi besar industri halal
Kamis, 1 Februari 2024 15:13 Wib
BPJPH-Arab Saudi bentuk tim teknis kerja sama jaminan produk halal
Jumat, 26 Januari 2024 10:49 Wib
Kecanggihan AI tak bisa ganti peran ulama terbitkan fatwa
Sabtu, 20 Januari 2024 8:39 Wib