Palu (ANTARA) -
Forum Petani Plasma Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah menyayangkan tindakan penganiayaan terhadap petani plasma di kabupaten itu.
 
Patrisia Ain, salah satu pengurus Forum tersebut melalui keterangan tertulisnya diterima di Palu, Selasa, mengatakan laporan diterima pihaknya penganiayaan terhadap sejumlah petani dilakukan oleh buruh PT Hardaya Inti Plantations (HIP) di lokasi perkebunan plasma koperasi Awal Baru Desa Balau, kecamatan Tiloan.
 
"Sebelumnya kami juga laporkan hal serupa kepada pihak Polres Buol, PT HIP dan pemerintah daerah setempat, namun tidak ada upaya menghentikan," ujarnya.
 
Ia khawatir peristiwa seperti ini dapat memicu konflik antara petani dan buruh perusahaan, oleh sebab itu diharapkan pihak berwajib dapat melakukan langkah penegakan hukum.
 
Dari peristiwa itu sekitar tiga orang petani plasma menjadi korban, mereka atas nama Aris, Masnia, dan Mada Yunus. Sampai saat ini belum ada upaya dari pihak kepolisian, maupun perusahaan melakukan langkah-langkah konkret.
 
"Seharusnya pemda juga melakukan langkah-langkah konkret, seolah-olah peristiwa ini dibiarkan begitu saja tanpa ada ketegasan pihak-pihak yang berwenang," ujarnya.
 
Menurut dia perlindungan hak-hak para pemilik lahan (petani plasma) maupun hak ketenagakerjaan pihak buruh perusahaan harus mendapat perhatian serius dari pemda setempat.
 
Dalam perjalanannya hubungan kemitraan antara petani sawit dan PT HIP yang dikelola dengan skema perkebunan plasma hingga saat ini dinilai tidak pernah mendapat penghasilan pun dari skema kemitraan tersebut.
 
Masalah perkebunan plasma sudah berlangsung bertahun-tahun dimana baik pihak pengurus koperasi, dan perusahaan tidak memberikan kepastian bagi para pemilik lahan.
 
"Penganiayaan petani tidak terlepas dari persoalan kebun plasma," ucapnya.
 
Lebih lanjut dijelaskannya, sejak 8 Januari 2024 operasional kebun plasma di Awal Baru Desa Balau dan Desa Maniala bersamaan dengan tiga desa lainnya dihentikan sementara oleh pihak petani, lantaran kerja sama kemitraan dengan perusahaan PT HIP telah merugikan para petani setempat, meski telah berlangsung belasan tahun lamanya. 
 
Petani menuntut tidak adanya bagi hasil penjualan tanda buah segar (TBS) atau sisa hasil usaha (SHU) yang mereka terima, kemudian belum ada ganti rugi atas pengalihan tanaman produktif kebun mereka sebelum ditanami sawit, termasuk manipulasi data keanggotaan karena banyak pemilik lahan tidak masuk dalam SK bupati tentang CPCL. 
 
"Kami berharap apa yang menjadi tuntutan petani dapat direspon oleh pemda dan pihak perusahaan, supaya petani bisa sejahtera," kata dia.

Pewarta : -
Editor : Mohamad Ridwan
Copyright © ANTARA 2024