Palu (ANTARA) - Kekerdilan anak menjadi salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah karena kasus tersebut di daerah setempat terbilang tinggi.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada 2013, prevalensi kasus itu di atas standar nasional, yaitu 37,2 persen, sedangkan prevalensi balita kekerdilan karena kekurangan gizi hingga 2017 mencapai 30 persen. Angkat itu masih lebih tinggi daripada target rata-rata nasional, yakni 28 persen.
Kekurangan gizi menjadi pemicu utama kekerdilan, yakni suatu kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan dengan orang lain yang seusia.
Di Kota Palu, misalkan, kasus kekerdilan juga terbilang tinggi. Dinas Kesehatan Pemkot Palu melaporkan kasus kekerdilan turun hingga 11 persen selama enam tahun terakhir.
Angka kekerdilan di kota itu pada 2013 sekitar 35 persen berhasil diturunkan pada 2018 menjadi 24 persen, sedangkan angka kasus gizi kurang pada anak masih 22,4 persen dan persentase anak tergolong kurus masih 12,8 persen.
Di Kabupaten Parigi Moutong, angka kekerdilan sekitar 34,4 persen, masih jauh di atas angka rata-rata nasional sehingga perlu penanganan serius pemerintah.
Kekerdilan merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Faktor utama gagal tumbuh karena minimnya bayi atau anak mendapat asupan gizi yang layak sebelum dan pascabencana, atau dalam situasi normal maupun situasi darurat bencana, serta pascabencana.
Penyebab utama kekerdilan terkait dengan masalah gizi berkualitas yang belum diterima bayi dan anak dalam masa tumbuh kembangnya. Padahal, salah satu hak bayi dan anak, yakni mendapat asupan gizi yang layak dari orang tua, lingkungan, serta pemerintah.
Baca juga : Kasus kekerdilan ana di Kota Palu turun 11 persen
Penyakit kronis
Selain memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak, kekerdilan berisiko bagi mereka untuk menderita penyakit kronis pada masa dewasa. Bahkan, kekerdilan dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi terhadap berkurangnya dua hingga tiga persen produk domestik bruto setiap tahun.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengemukakan intervensi bagi penurunan kekerdilan, salah satu prioritas nasional yang harus didukung oleh setiap daerah, dan wajib mendapat perhatian serius pemerintah serta pemerintah daerah.
Penanganan kekerdilan penting dilakukan dengan pendekatan multisektor, melalui sinkronisasi program nasional, lokal, dan masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Penurunan kekerdilan ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang harus dimasukkan dalam rencana kerja pemerintah (RKP).
Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK.
Dari situ, indikator dan target penurunan kekerdilan telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 dan rencana aksi nasional tujuan pembangunan berkelanjutan 2017-2019.
Atas hal itu, Pemprov Sulteng memasukkan program dan kegiatan terkait pada dokumen perencanaan, seperti RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah pada 2016-2021 yang saat ini dalam proses perubahan.
Penurunan kekerdilan menjadi salah satu rencana aksi daerah ketahanan pangan dan gizi Sulawesi Tengah pada 2015-2019, yang saat ini dilakukan penyusunan kembali untuk periode 2020-2024. Selanjutnya, intervensi terhadap penanganan kekerdilan menjadi salah satu RAD tujuan pembangunan berkelanjutan selama 2018-2021.
Upaya mewujudkan penurunan kekerdilan yang berkualitas, tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu sektor, tetapi memerlukan kerja sama berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah provinsi, kabupaten, legislatif, dunia usaha, masyarakat madani, dan keluarga yang oleh Gubernur Nurdin disebut sebagai ujung tombak atau terdepan.
Terkait hal itu, Wakil Bupati Parigi Moutong Badrun Nggai mengatakan penanganan kasus kekerdilan terhadap bayi perlu diintervensi dengan regulasi daerah.
"Menurunkan angka kekerdilan di daerah, kita perlu dibuatkan aturan paling tidak melalui peraturan bupati supaya ada indikator-indikator yang menjadi tolak ukur," katanya.
Baca juga : Pemberian ASI eksklusif bayi dapat mencegah kekerdilan
Canangkan KLA
Salah satu strategi Pemprov Sulteng untuk mencegah kekerdilan dengan mencanangkan kabupaten/kota dan provinsi sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Sulawesi Tengah menargetkan menjadi Provinsi Layak Anak pada 2022-2024 dengan maksud mengakhiri kekerasan, diskriminasi, dan sebagainya terhadap anak serta perempuan melalui strategi pemenuhan hak-hak mereka.
Berdasarkan data Pemprov Sulteng, jumlah anak usia 0-18 tahun tercatat 1.243.557 jiwa atau sekitar 42 persen dari total jumlah penduduk setempat.
Oleh karena itu, melakukan kegiatan pemenuhan hak anak sama halnya dengan melakukan pembangunan kesejahteraan terhadap sebagian jumlah penduduk setempat.
"Mewujudkan kabupaten dan kota layak anak butuh komitmen kepala daerah. Karena sulit sekali kalau dukungan itu hanya berasal dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah), aktivis, dan lainnya," ucap Sekretaris Daerah Pemprov Sulteng Hidayat Lamakarate.
Pemerintah Provinsi Sulteng membutuhkan komitmen para kepala daerah setempat untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten serta kota layak anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan perlu penguatan perencanaan yang melibatkan langsung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappedah) di kabupaten/kota untuk mewujudkan KLA.
"Agar provinsi, kabupaten, dan kota layak anak bisa tercapai, maka kita harus perkuat di aspek perencanaan. Nah, di tahap ini, kami meminta Bappeda menjadi koordinator gugus tugas percepatan kabupaten/kota layak anak," ucap Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA Leny Nurhayanti Rosalin.
Baca juga : Luwuk jadi Kota Layak Anak, Bupati Banggai janji hilangkan iklan rokok
Pernyataan Leny Rosalin itu berkaitan dengan problem utama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, OPD terkait, dan gugus tugas KLA, menyangkut perencanaan dan integrasi program KLA.
Dengan keterlibatan Bappeda maka instansi itu akan melakukan integrasi program disertai dengan pemetaan program yang telah ada menuju KLA, berdasarkan indikator yang harus dicapai.
"Nah, indikator-indikator capaian itu bisa diintegrasikan oleh Bappeda lewat dokumen perencanaan lima tahun dan dokumen perencanaan tahunan," ujar dia.
Peran Bappeda dalam keterlibatan mewujudkan KLA, selain mengintegarasikan program lewat perencanaan juga sebagai fasilitator untuk evaluasi.
Hal itu penting karena KLA yang diikutkan dengan rencana aksi daerah merupakan dokumen rencana yang perlu terintegrasi secara langsung dalam rencana pembangunan daerah.
"Agar bisa diketahui bahwa rencana aksi itu terlaksana atau tidak, kan perlu dipantau dan dievaluasi. Nah, itu pentingnya pelibatan dan keterlibatan langsung Bappeda. Jadi, langkah-langkah untuk memenuhi 24 indikator KLA jika bisa terpenuhi dengan melibatkan OPD terkait, maka pasti akan bisa tercapai KLA," kata dia.
ASI eksklusif
Salah satu upaya mendorong pemberian gizi yang layak terhadap bayi dan anak ialah mendukung ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan anak. Hal itu, upaya membentuk kekebalan tubuh dan mencegah kekerdilan.
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah Reny A. Lamadjido mengemukakan bayi atau anak berhak mendapat asupan ASI eksklusif dalam situasi normal maupun darurat bencana. Air susu ibu eksklusif dibutuhkan anak bagi tumbuh kembangnya.
"Agar bayi dan anak bisa mendapat ASI eksklusif maka ayah memiliki peran penting, yakni mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif," ucapnya.
Pekan ASI Sedunia Tahun 2019, khususnya di Indonesia, mengangkat tema nasional “Ayah dan Ibu Kunci Keberhasilan Menyusui" dengan slogan "Ayo Dukung Ibu Sukses Menyusui". Pekan ASI Sedunia Tahun 2019 difokuskan pada kebijakan dan peraturan tentang perlindungan sosial orang tua dan tempat kerja ramah orang tua dalam sektor formal serta informal.
Selain itu, berorientasi pada nilai-nilai ramah orang tua dan norma sosial kesetaraan gender yang kesemuanya bertujuan mendukung setiap ibu agar berhasil menyusui. Keberhasilan ibu menyusui akan berkontribusi dalam mencegah kekerdilan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang.
Baca juga : Upaya jamin hak anak peroleh ASI eksklusif pascabencana
Terkait dengan hal itu Kepala DP3A Sulteng Ihsan Basir mengemukakan pemberian ASI eksklusif penting karena memiliki berbagai manfaat bagi sang bayi maupun ibu, antara lain menurunkan risiko terkena berbagai penyakit infeksi, seperti diare, infeksi telinga, infeksi saluran pernafasan bawah, alergi, radang selaput otak, dan leukemia.
Pemberian ASI eksklusif akan menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita, menurunkan risiko obesitas pada anak, meningkatkan kecerdasan, serta memperkuat ikatan antara ibu dan bayinya.
Terkait dengan manfaat bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan anaknya, disebut dia, membantu menurunkan berat badan sang ibu secara alami, mengurangi risiko terkena kanker payudara dan indung telur, risiko pendarahan setelah melahirkan, serta menunda kehamilan baru jika menyusui dilakukan secara rutin.
Dari sisi ekonomi, tentu saja mengurangi biaya rumah tangga yang harus dikeluarkan keluarga untuk pembelian susu formula sebagai pengganti ASI eksklusif, selama enam bulan, bahkan sampai dengan dua tahun.
Untuk mempercepat dan meningkatkan capaian program ASI eksklusif, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov Sulteng juga melibatkan laki-laki, salah satunya melalui Gerakan Laki-Laki Sayang Ibu.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada 2013, prevalensi kasus itu di atas standar nasional, yaitu 37,2 persen, sedangkan prevalensi balita kekerdilan karena kekurangan gizi hingga 2017 mencapai 30 persen. Angkat itu masih lebih tinggi daripada target rata-rata nasional, yakni 28 persen.
Kekurangan gizi menjadi pemicu utama kekerdilan, yakni suatu kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan dengan orang lain yang seusia.
Di Kota Palu, misalkan, kasus kekerdilan juga terbilang tinggi. Dinas Kesehatan Pemkot Palu melaporkan kasus kekerdilan turun hingga 11 persen selama enam tahun terakhir.
Angka kekerdilan di kota itu pada 2013 sekitar 35 persen berhasil diturunkan pada 2018 menjadi 24 persen, sedangkan angka kasus gizi kurang pada anak masih 22,4 persen dan persentase anak tergolong kurus masih 12,8 persen.
Di Kabupaten Parigi Moutong, angka kekerdilan sekitar 34,4 persen, masih jauh di atas angka rata-rata nasional sehingga perlu penanganan serius pemerintah.
Kekerdilan merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Faktor utama gagal tumbuh karena minimnya bayi atau anak mendapat asupan gizi yang layak sebelum dan pascabencana, atau dalam situasi normal maupun situasi darurat bencana, serta pascabencana.
Penyebab utama kekerdilan terkait dengan masalah gizi berkualitas yang belum diterima bayi dan anak dalam masa tumbuh kembangnya. Padahal, salah satu hak bayi dan anak, yakni mendapat asupan gizi yang layak dari orang tua, lingkungan, serta pemerintah.
Baca juga : Kasus kekerdilan ana di Kota Palu turun 11 persen
Penyakit kronis
Selain memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak, kekerdilan berisiko bagi mereka untuk menderita penyakit kronis pada masa dewasa. Bahkan, kekerdilan dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi terhadap berkurangnya dua hingga tiga persen produk domestik bruto setiap tahun.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengemukakan intervensi bagi penurunan kekerdilan, salah satu prioritas nasional yang harus didukung oleh setiap daerah, dan wajib mendapat perhatian serius pemerintah serta pemerintah daerah.
Penanganan kekerdilan penting dilakukan dengan pendekatan multisektor, melalui sinkronisasi program nasional, lokal, dan masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Penurunan kekerdilan ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang harus dimasukkan dalam rencana kerja pemerintah (RKP).
Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK.
Dari situ, indikator dan target penurunan kekerdilan telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 dan rencana aksi nasional tujuan pembangunan berkelanjutan 2017-2019.
Atas hal itu, Pemprov Sulteng memasukkan program dan kegiatan terkait pada dokumen perencanaan, seperti RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah pada 2016-2021 yang saat ini dalam proses perubahan.
Penurunan kekerdilan menjadi salah satu rencana aksi daerah ketahanan pangan dan gizi Sulawesi Tengah pada 2015-2019, yang saat ini dilakukan penyusunan kembali untuk periode 2020-2024. Selanjutnya, intervensi terhadap penanganan kekerdilan menjadi salah satu RAD tujuan pembangunan berkelanjutan selama 2018-2021.
Upaya mewujudkan penurunan kekerdilan yang berkualitas, tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu sektor, tetapi memerlukan kerja sama berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah provinsi, kabupaten, legislatif, dunia usaha, masyarakat madani, dan keluarga yang oleh Gubernur Nurdin disebut sebagai ujung tombak atau terdepan.
Terkait hal itu, Wakil Bupati Parigi Moutong Badrun Nggai mengatakan penanganan kasus kekerdilan terhadap bayi perlu diintervensi dengan regulasi daerah.
"Menurunkan angka kekerdilan di daerah, kita perlu dibuatkan aturan paling tidak melalui peraturan bupati supaya ada indikator-indikator yang menjadi tolak ukur," katanya.
Baca juga : Pemberian ASI eksklusif bayi dapat mencegah kekerdilan
Canangkan KLA
Salah satu strategi Pemprov Sulteng untuk mencegah kekerdilan dengan mencanangkan kabupaten/kota dan provinsi sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Sulawesi Tengah menargetkan menjadi Provinsi Layak Anak pada 2022-2024 dengan maksud mengakhiri kekerasan, diskriminasi, dan sebagainya terhadap anak serta perempuan melalui strategi pemenuhan hak-hak mereka.
Berdasarkan data Pemprov Sulteng, jumlah anak usia 0-18 tahun tercatat 1.243.557 jiwa atau sekitar 42 persen dari total jumlah penduduk setempat.
Oleh karena itu, melakukan kegiatan pemenuhan hak anak sama halnya dengan melakukan pembangunan kesejahteraan terhadap sebagian jumlah penduduk setempat.
"Mewujudkan kabupaten dan kota layak anak butuh komitmen kepala daerah. Karena sulit sekali kalau dukungan itu hanya berasal dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah), aktivis, dan lainnya," ucap Sekretaris Daerah Pemprov Sulteng Hidayat Lamakarate.
Pemerintah Provinsi Sulteng membutuhkan komitmen para kepala daerah setempat untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten serta kota layak anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan perlu penguatan perencanaan yang melibatkan langsung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappedah) di kabupaten/kota untuk mewujudkan KLA.
"Agar provinsi, kabupaten, dan kota layak anak bisa tercapai, maka kita harus perkuat di aspek perencanaan. Nah, di tahap ini, kami meminta Bappeda menjadi koordinator gugus tugas percepatan kabupaten/kota layak anak," ucap Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA Leny Nurhayanti Rosalin.
Baca juga : Luwuk jadi Kota Layak Anak, Bupati Banggai janji hilangkan iklan rokok
Pernyataan Leny Rosalin itu berkaitan dengan problem utama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, OPD terkait, dan gugus tugas KLA, menyangkut perencanaan dan integrasi program KLA.
Dengan keterlibatan Bappeda maka instansi itu akan melakukan integrasi program disertai dengan pemetaan program yang telah ada menuju KLA, berdasarkan indikator yang harus dicapai.
"Nah, indikator-indikator capaian itu bisa diintegrasikan oleh Bappeda lewat dokumen perencanaan lima tahun dan dokumen perencanaan tahunan," ujar dia.
Peran Bappeda dalam keterlibatan mewujudkan KLA, selain mengintegarasikan program lewat perencanaan juga sebagai fasilitator untuk evaluasi.
Hal itu penting karena KLA yang diikutkan dengan rencana aksi daerah merupakan dokumen rencana yang perlu terintegrasi secara langsung dalam rencana pembangunan daerah.
"Agar bisa diketahui bahwa rencana aksi itu terlaksana atau tidak, kan perlu dipantau dan dievaluasi. Nah, itu pentingnya pelibatan dan keterlibatan langsung Bappeda. Jadi, langkah-langkah untuk memenuhi 24 indikator KLA jika bisa terpenuhi dengan melibatkan OPD terkait, maka pasti akan bisa tercapai KLA," kata dia.
Baca juga : Pemprov Sulteng butuh komitmen para kepala daerah untuk wujudkan KLA
ASI eksklusif
Salah satu upaya mendorong pemberian gizi yang layak terhadap bayi dan anak ialah mendukung ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan anak. Hal itu, upaya membentuk kekebalan tubuh dan mencegah kekerdilan.
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah Reny A. Lamadjido mengemukakan bayi atau anak berhak mendapat asupan ASI eksklusif dalam situasi normal maupun darurat bencana. Air susu ibu eksklusif dibutuhkan anak bagi tumbuh kembangnya.
"Agar bayi dan anak bisa mendapat ASI eksklusif maka ayah memiliki peran penting, yakni mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif," ucapnya.
Pekan ASI Sedunia Tahun 2019, khususnya di Indonesia, mengangkat tema nasional “Ayah dan Ibu Kunci Keberhasilan Menyusui" dengan slogan "Ayo Dukung Ibu Sukses Menyusui". Pekan ASI Sedunia Tahun 2019 difokuskan pada kebijakan dan peraturan tentang perlindungan sosial orang tua dan tempat kerja ramah orang tua dalam sektor formal serta informal.
Selain itu, berorientasi pada nilai-nilai ramah orang tua dan norma sosial kesetaraan gender yang kesemuanya bertujuan mendukung setiap ibu agar berhasil menyusui. Keberhasilan ibu menyusui akan berkontribusi dalam mencegah kekerdilan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang.
Baca juga : Upaya jamin hak anak peroleh ASI eksklusif pascabencana
Terkait dengan hal itu Kepala DP3A Sulteng Ihsan Basir mengemukakan pemberian ASI eksklusif penting karena memiliki berbagai manfaat bagi sang bayi maupun ibu, antara lain menurunkan risiko terkena berbagai penyakit infeksi, seperti diare, infeksi telinga, infeksi saluran pernafasan bawah, alergi, radang selaput otak, dan leukemia.
Pemberian ASI eksklusif akan menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita, menurunkan risiko obesitas pada anak, meningkatkan kecerdasan, serta memperkuat ikatan antara ibu dan bayinya.
Terkait dengan manfaat bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan anaknya, disebut dia, membantu menurunkan berat badan sang ibu secara alami, mengurangi risiko terkena kanker payudara dan indung telur, risiko pendarahan setelah melahirkan, serta menunda kehamilan baru jika menyusui dilakukan secara rutin.
Dari sisi ekonomi, tentu saja mengurangi biaya rumah tangga yang harus dikeluarkan keluarga untuk pembelian susu formula sebagai pengganti ASI eksklusif, selama enam bulan, bahkan sampai dengan dua tahun.
Untuk mempercepat dan meningkatkan capaian program ASI eksklusif, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov Sulteng juga melibatkan laki-laki, salah satunya melalui Gerakan Laki-Laki Sayang Ibu.