Komnas HAM: Pihak terkait segera tutup PETI di Sulteng

id KOMNAS-HAM,PETI,TAMBANG TANPA IZIN,TAMBANG ILEGAL

Komnas HAM: Pihak terkait segera tutup PETI di Sulteng

Kegiatan penambanga. ANTARA/HO/Komnas HAM

Geliat aktivitas dan hiruk pikuk alat berat (ekskavator) yang mengeruk material dan dump truck yang mengangkut material hasil kerukan kembali terlihat. Pertambangan emas secara besar-besaran menggunakan alat berat ini adalah praktik illegal mining
Palu (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah menyatakan pihak terkait dalam pengelolaan dan penanganan energi sumber daya mineral (pertambangan) harus segera menutup kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) di Sulteng, termasuk di Desa Kayuboko, Kabupaten Parigi Moutong.

"Pihak-pihak terkait dari pemerintah dan pihak kepolisian harus menutup PETI di Sulteng," ucap Ketua Komnas HAM Sulteng Dedi Askary di Palu, Selasa.

Dedi Askary menyatakan bahwa pertambangan emas ilegal di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, yang sempat berhenti di akhir tahun 2019, kini beroperasi kembali.

"Geliat aktivitas dan hiruk pikuk alat berat (ekskavator) yang mengeruk material dan dump truck yang mengangkut material hasil kerukan kembali terlihat. Pertambangan emas secara besar-besaran menggunakan alat berat ini adalah praktik illegal mining," katanya.

Komnas HAM Sulteng menganggap aktivitas pertambangan emas yang kembali berlangsung saat ini melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Baca juga: Kapolda Sulteng tegaskan tindak pelaku tambang ilegal
Baca juga: Gakkum LHK Wilayah Sulawesi tangkap pelaku tambang ilegal
Baca juga: Polda Sulteng amankan empat terduga pelaku tambang ilegal


Hal tersebut didasari temuan hasil penyelidikan Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng. Hasil penyelidikan Komnas HAM, antara lain: pertama, menemukan tidak ada satu dokumen apa pun terkait dengan izin usaha pertambangan (IUP).

Ia menyebutkan di kawasan tersebut ada izin usaha pertambangan (IUP) atau izin pertambangan rakyat (IPR) maupun izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang diterbitkan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.

Kedua, merujuk pada dokumen RT/RW yang ada, kawasan tersebut bukanlah kawasan yang peruntukannya untuk pertambangan, melainkan sebagai pertanian kering dan sebagai kawasan perkebunan.

Ketiga, selain telah melanggar berbagai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, aktivitas pertambangan emas tanpa izin di Kayuboko juga melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Lebih jauh aktivitas pertambangan ilegal tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan," katanya.

Menurut dia, beroperasinya pertambangan emas ilegal di Desa Kayuboko mencerminkan ketidak seriusan pemerintah (eksekutif dan legislatif) lebih-lebih aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun pihak Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kegiatan penambangan. ANTARA/HO-Komnas HAM