Jatim Impikan Pasar Malam Mirip Taipei

id Jatim Impikan Pasar Malam Mirip Taipei

"Kalau menjual makanan dan produk impor buat apa? Yang terpenting adalah menciptakan pasar sama dengan kultur setempat, sehingga masyarakat bisa membeli dan menikmatinya. Tentunya dengan harga murah,"
Taipei - Pemerintah Provinsi Jawa Timur memimpikan adanya pasar malam di salah satu daerah untuk memberikan fasilitas bagi pengusaha mikro mirip "Yaw Ho Night Market", sebuah pasar malam di kawasan timur Kota Taipei.

"Kami ingin ada pasar malam yang buka setiap hari untuk memberikan pilihan bagi masyarakat berbelanja serta mengembangkan usaha kecil menengah," ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemprov Jatim, Budi Setiawan, di Taipei-Taiwan, Minggu.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela kunjungan kerja beberapa pejabat Pemprov Jatim ke Taipei-Taiwan dalam rangka promosi investasi dan perdagangan Jatim pada 8-11 Juni 2012, termasuk ke "Yaw Ho Night Market".

Di sana, ratusan pedagang para pelaku usaha kecil dan menengah menggelar lapaknya di tengah jalan yang saat siang dilewati pengendara umum. Pasar malam itu baru tutup pukul 03.00 dini hari waktu setempat.

"Kalau siang seperti jalan biasa, tapi kalau malam ditutup dan semua pedagang kecil berjualan di sini, namun semua terkoordiasikan dengan ada aturan yang harus diikuti. Yang dijual tidak ada barang impor dan murah," ujar salah satu warga Taipei, Abun.

Konsep seperti itu pernah ada di Surabaya, yakni di Pusat Jajanan Kya-Kya Kembang Jepun. Sama dengan di Taipei, di atas jalan diberi lampion merah khas China dan lampu-lampu hias.

Bedanya, di Kembang Jepun mayoritas menjual kuliner, namun di Taipei semua produk ada, mulai baju, tas, pernak-pernik, makanan, dan sebagainya.

Budi Setiawan menambahkan, pihaknya berharap Surabaya bisa kembali mengembangkan konsep seperti Kya-Kya, namun lebih memasyarakat dan sesuai kultur atau budaya khas Surabaya, baik makanan maupun barang yang mewakili Kota Pahlawan.

"Kalau menjual makanan dan produk impor buat apa? Yang terpenting adalah menciptakan pasar sama dengan kultur setempat, sehingga masyarakat bisa membeli dan menikmatinya. Tentunya dengan harga murah," tutur Budi.

Menurut dia, lokasi pasar malam juga sangat mempengaruhi. Di Surabaya, ia melihat potensi di kawasan Jalan Genteng Besar sangat tepat dan bisa "disulap" menjadi lokasi pasar malam khas Surabaya.

"Ada juga di Jalan Praban, tapi tidak mungkin untuk menutup jalan karena lalu lintas yang sangat padat. Saya melihat di depan Pasar Genteng bisa dijadikan pasar malam, tinggal melihat bagaimana kepala daerah dan kepala dinas perdagangannya bersikap," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk benar-benar memikirkan konsep pasar malam demi menciptakan lapangan pekerjaan bagi pelaku usaha mikro yang kalah bersaing dengan pengusaha makro dengan konsep pasar modern atau mal.

Selain Surabaya, lanjut Budi, ada juga daerah yang dirasa tepat membuat konsep pasar malam, yakni Sidoarjo dan Gresik. Namun, tidak menutup kemungkinan diadakan di beberapa daerah lainnya.

"Secara teknis, pemerintah setempat bisa bekerja sama dengan pihak lain atau CSR bank-bank maupun perusahaan swasta, BUMD, dan BUMN. Mungkin bisa membantu pembayaran iuran pedagang atau menyeragamkan stan," jelas Budi.(pso-165)