UE serukan pasukan asing ditarik dari konflik Libya

id pasukan asing,libya,konflik,perang sipil

UE serukan pasukan asing ditarik dari konflik Libya

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Presiden Republik Kongo Denis Sassou Nguesso, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Sekjen PBB Antonio Guterres, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berpose di sela agenda KTT Libya di Berlin, Jerman, Minggu (19/1/2020). ANTARA/Murat Cetinmuhurdar/Turkish Presidential Press Office/Handout via REUTERS/TM

Berlin (ANTARA) - Diplomat tinggi Uni Eropa mendesak semua pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menghentikan seluruh operasi militer dan agar terlibat secara konstruktif dalam negosiasi perdamaian.

Ketika pesawat tak berawak Turki membantu mengusir pasukan Libya timur dari Tripoli bulan ini, Rusia dikatakan memperkuat pasukan dengan pesawat tempur, meningkatkan pertaruhan dalam perang saudara yang telah memecah belah negara Afrika itu.

Beberapa minggu terakhir telah menandai titik balik dalam konflik yang kompleks antara dua koalisi, yang masing-masing didukung oleh berbagai negara asing yang agenda regionalnya membuat mereka tidak mau menghadapi kekalahan.

Dalam pernyataan bersama dengan menteri luar negeri Jerman, Prancis dan Italia pada hari Selasa, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menyepakati gencatan senjata dan menarik semua pasukan asing, tentara bayaran dan peralatan militer.

Pernyataan bersama itu dikeluarkan seiring dengan peningkatan upaya diplomatik oleh Jerman untuk mendorong solusi politik bagi krisis Libya.

Sebelumnya pada Selasa (9/6), Kanselir Angela Merkel saat melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui sambungan telepon menyatakan keprihatinannya atas peningkatan pertempuran baru-baru ini di Libya.

Pada Senin (8/6), Merkel dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi  membahas situasi di Libya, yang dilanda konflik.

Merkel mengatakan kepada Sisi bahwa perundingan yang didukung oleh PBB harus tetap menjadi tujuan utama proses perdamaian di Libya. Di negara itu, Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional berperang dengan Tentara Nasional Libya pimpinan Jenderal Khalifa Haftar di timur.

Pada Sabtu (6/6), Sisi mengusulkan gencatan senjata baru setelah GNA yang didukung Turki membukukan serangkaian kemenangan atas pasukan Haftar, menggagalkan upaya Haftar untuk menyatukan negara dengan kekuatan yang berasal dari bantuan Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia.

Sumber : Reuters