Legislator: Banjir di Sigi diduga karena hutan sudah gundul

id banjir

Legislator: Banjir di Sigi  diduga karena hutan sudah gundul

Matindas J Rumambi,salah seorang anggota DPR RI asal Sulteng (kedua kanan) ketika meninjau Desa Omu yang diterjang banjir.

Palu (ANTARA) - Banjir bandang yang menerjang beberapa desa di Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi yang sempat memutuskan akses jalan darat pada poros Palu-Kulawi Rabu malam (17/6) diduga kuat karena hutan di hulu sungai dan daerah aliran sungai sudah gundul.

"Saya mendapat informasi bahwa memang hutan di Sigi sudah gudul karena penebangan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum masyarakat akibat desakan ekonomi," kata Matindas J Rumambi, seorang anggota DPR Rdari daerah pemilihan Sulteng yang dihubungi di Palu, Kamis malam.

Pernyataan itu disampaikan menanggapi bencana alam banjir yang kembali melanda Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi terjadi pada Rabu malam (17/6) yang menyebabkan badan jalan putus dan satu buah rumah rusak berat diterjang banjir.

Menurut dia, banjir bukan hanya dipicu oleh curah hujan yang meningkat, tetapi juga bisa jadi fungsi hutan yang semakin berkurang akibat adanya kegiatan perambahan hutan.

Buktinya, kata dia, dalam beberapa kali terjadi banjir di Kulawi,Tuva dan Omu, banyak potongan-potongan kayu yang dibawa banjir. Bukan hanya di Sigi, tetapi juga di wilayah lainya, termasuk banjir bandang yang melanda sejumlah desa di Kecamatan Lore Utara beberapa waktu lalu, ada banyak kayu-kayu yang berserakan di jalan dan permukiman warga usai banjir.

"Dari mana kayu-kayu itu.? ya pasti dari hutan sekitarnya," kata politikus PDIP Perjuangan itu dengan nada prihatin.

Karena itu satu-satunya solusi untuk mencegah bencana alam banjir dan longsor, pemerintah harus lebih tegas lagi dalam penegakan hukum bagi siapa saja yang terbukti melakukan perambahan atau pencurian hasil hutan, terutama kayu.

Langkah berikutnya adalah mengajak masyarakat untuk menanam pohon di wilayah-wilayah yang sudah gundul, terutama pada sepanjang daerah aliran sungai (das).
Masyarakat tidak boleh lagi membuka lahan-lahan kebun di sepanjang daerah aliran sungai, sebaliknya melakukan kegiatan penanaman pohon sebagai solusi mencegah terjadinya banjir yang merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat sendiri.

Program menanam sejuta pohon yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus didukung semua pihak. Kalau setiap orang bisa menanam tiga sampai lima pohon, maka hal itu akan mempercepat penghijauan kembali hutan yang tadinya sudah kristis.

"Ya kalau perlu dana desa sebagian digunakan untuk pemberdayaan masyarakat," katanya.

Pemberdayaan masyarakat, terutama bagaimana mendorong masyarakat alih profesi dari kebiasaan menebang kayu di hutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga menjadi petani sawah atau punya usaha lainnya.

"Desa bisa menggunakan dana desa untuk membuka lahan pertanian baru dan mempekerjakan masyarakat yang selama ini masuk-keluar hutan mencari kayu atau hasil hutan nonk kayu untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.