Produktivitas pekerja Indonesia masih rendah

id PWI

Produktivitas pekerja Indonesia masih rendah

Para jurnalis peserta Webinar PWI Kalsel tentang RUU Cipta Kerja. (Antara/Istimewa)

Dari berbagai pilihan yang bisa dilakukan, peningkatan investasi jadi yang paling mungkin untuk dikejar saat ini sehingga memang perlu ada regulasi yang mengatur kemudahan investasi ini,
Banjarmasin (ANTARA) - Guru Besar Ekonomi Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Profesor Handry Imansyah menilai produktivitas pekerja dan buruh di Indonesia masih rendah dan kalah saing dibanding negara tetangga sehingga harus terus ditingkatkan melalui berbagai upaya.

Hal itu disampaikan Handry dalam diskusi virtual yang dilakukan PWI Kalimantan Selatan, Rabu di Banjarmasin dengan tema RUU Cipta Kerja : Sebuah Peluang Bagi Terciptanya Lapangan Kerja Bagi Pengangguran".

Pada kesempatan tersebut, dia mengungkapkan, kondisi saat ini, produktivitas pekerja dan buruh secara nasional bermasalah. "Jangankan di tingkat Asia, di tingkat ASEAN saja kita kalah saing," tambahnya.

Baca juga: Menteri KKP ingin tingkatkan produktivitas berbagi budi daya lahan tradisional

Pertumbuhan produktivitas Indonesia sangat lambat nyaris di sektor-sektor di mana negara-negara lain justru unggul. Dari 2010-2014, bahkan hanya beberapa sektor seperti garmen, karet, dan plastik yang produktivitasnya bisa bersaing.

"Dari data pertengahan dekade ini, pertumbuhan produktivitas kita hanya dapat skor 0,4. Ini tertinggal dibandingkan Filipina (0,7), Malaysia (1,0), dan Singapura (1,3)," katanya.

Bahkan tren lima tahun terakhir Vietnam dan Kamboja sudah lebih superior produktivitas buruhnya dibanding Indonesia.

Ekonom asal Kalimantan ini juga menekankan bahwa dalam persaingan global ekonomi saat ini, para pekerja juga perlu melihat negara-negara tetangga dan saingan untuk menetapkan tuntutan.

"Kalau kita hanya melihat kondisi di dalam negeri saja, ini seperti katak dalam tempurung. Kenyataannya, investor pasti akan masuk di negara yang produktivitasnya tinggi," katanya.

Baca juga: Menaker: Cuti bersama 2020 tidak ganggu produktivitas

Di Indonesia, saat ini keadaannya produktivitasnya rendah, upah pekerjanya juga lebih tinggi.

Oleh karenanya, Handry melihat pemerintah sebagai pengambil keputusan memang harus segera mendorong kebijakan dan insentif lain demi menarik investasi baru agar terhindar pertumbuhan ekonomi yang minus.

"Kesempatan kerja harus dibuka, tidak bisa dinafikan perlu ada investasi baru. Insentif-insentif dan kemudahan berusaha atau "Ease of Doing Business" yang sudah bagus ini harus ditingkatkan lagi melalui RUU Cipta Kerja," kata Handry melanjutkan.

Handry menilai, saat ini, pilihan untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja dinilai sudah tepat. Pengesahan lebih cepat juga diyakini bisa segera mengakselerasi pemulihan ekonomi Indonesia.

"Dari berbagai pilihan yang bisa dilakukan, peningkatan investasi jadi yang paling mungkin untuk dikejar saat ini sehingga memang perlu ada regulasi yang mengatur kemudahan investasi ini," kata Handry.

Dia kembali menambahkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia jelas melambat dengan adanya COVID-19.

Memastikan pertumbuhan ekonomi terjaga, tambah dia, ada dua cara yakni dengan mendorong investasi baru secara kapital atau meningkatkan produktivitas pekerja.

Salah satu cara mendorong investasi baru antara lain dengan cara RUU Cipta Kerja.

Hadir sebagai nara sumber lainnya pada acara webinar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigran Pemprov Kalsel Siswansyah.