Yayasan WVI latih petani di Parigi Moutong cegah hama kakao

id kakao

Yayasan WVI latih petani di Parigi Moutong  cegah hama kakao

Asmir (35), salah seroang petani kakao binaan WVI melakukan teknologi sarungisasi dengan membungkus buah kakao dengan plastik di lahan perkebunannya di Desa Mensung Kabupaten Parigi Moutong, Selasa (21/7/2020). (ANTARA/HO-WVI)

Parigi, Sulteng (ANTARA) - Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) melatih para petani di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam upaya memberantas dan mencegah serangan hama penggerek buah kakao atau "conophomorpa cramerella".

“Salah satu bentuk pelatihannya adalah penerapan teknologi sarungisasi, yaitu dengan cara membungkus buah kakao dengan plastik sebagai upaya menghindarkan dari serangan hama penggerek buah,” kata Andries Kooswinanto, Manager Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Wilayah Kabupaten Parigi Moutong, di Parigi, Selasa.

Ia mengatakan kegiatan pelatihan yang sudah berlangsung selama satu tahun terakhir ini melalui pendampingan tenaga WVI dilakukan di Desa Mensung, Kecamatan Mepanga, Kabupaten Parigi Moutong, salah satu sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tengah.

“Para petani yang sudah mengikuti pelatihan ini menunjukkan keberhasilan produk perkebunan kakao mereka. Dengan menerapkan teknologi sarungisasi dan bimbingan penyuluhan dari tenaga WVI, produksi buah kakao mereka meningkat,” ujarnya tanpa menyebutkan rinci jumlah petani kakao binaan WVI itu.

Andries menjelaskan penerapan teknologi tepat guna pembudidayaan kakao dengan sarungisasi itu yakni membungkus buah kakao menggunakan plastik transparan, yang masing-masing pada bagian ujung atas plastik pada tangkai buah, dan ujung bawah plastik dibiarkan terbuka.

"Dengan cara membungkus plastik pada buah kakao, maka aman dari serangan hama penggerek buah sekaligus juga bisa menimalisir kerusakan atau kebusukan buah atau biji kakao," ujarnya.

Andreas menceritakan salah satu seorang petani binaan WVI yang sukses, Asmir (35) yang memiliki lahan perkebunan kakao berusia lebih 20 tahun sebanyak 50 pohon di Desa Mensung, Kabupaten Parigi.

Asmir menceritakan bahwa dengan menerapkan teknologi sarungisasi pada lahan perkebunannya bisa menghasilkan minimal sekitar 100 kilogram biji basah dengan nilai sekitar Rp700 ribu setiap kali panen raya, dibanding sebelumnya produksi buah kakaonya relatif rendah, bahkan sering terjadi gagal panen akibat serangan hama penggerek buah kakao.

‘’Jika petani dengan melakukan sarungisasi dan juga memberikan pupuk organik pada pohon kakao dapat meningkatkan hasil panen kakao yang cukup tinggi dibanding tanpa perlakuan teknologi itu,” katanya.