Akademisi ajak masyarakat dan pers pantau pemanfaatan anggaran pilkada

id Pilkada Sulteng,Akademisi politik

Akademisi ajak masyarakat dan pers  pantau pemanfaatan anggaran pilkada

Dokumen. Suasana salah satu TPS saat Pilkada beberapa tahun lalu.

Palu (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Tadulako Palu, Dr Darwis mengatakan masyarakat bersama penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu, serta pers hendaknya ikut memantau pemanfaatan anggaran Pilkada serentak 2020 agar menghasilkan demokrasi yang lebih berkualitas.

"Kita harus pantau bersama-sama bagaimana pemanfaatannya (anggaran) dalam proses peningkatan kualitas demokrasi kita," kata Darwis di Palu, Jumat, menanggapi pelaksanaan Pilkada serentak 2020.

Dia mengatakan anggaran yang dikeluarkan setiap daerah sangat besar yang secara akumulasi se Sulteng mencapai Rp642,6 miliar.

Anggaran yang bersumber dari dana hibah daerah itu, kata Darwis, mestinya dikontrol agar pemanfaatannya benar-benar menjadikan proses demokrasi di daerah lebih baik.

Dia mengatakan anggaran pilkada yang digelontorkan daerah tidak boleh hanya dinikmati kelompok tertentu khususnya para elit dan pemilik modal hanya sekadar merebut kekuasaan melalui pilkada, tanpa visi yang tajam untuk membangun kesejahteraan masyarakat.

Pers dan masyarakat kata dia, harus berdiri tegak lurus dalam memantau setiap proses pelaksanaan pilkada sehingga partisipasi masyarakat dalam setiap pesta demokrasi bukan partisipasi semu.

Pakar politik alumni Universitas Gadjah Mada itu mengatakan Indonesia saatnya melakukan konsolidasi demokrasi yang pembangunannya tidak lagi berharap sepenuhnya dari APBD ataupun APBN.

"Sebab membangun demokrasi itu harus ada kesadaran masyarakat," katanya.

Dirinya juga meminta agar partai politik benar-benar menjalankan fungsinya dalam pendidikan politik yang mencerdaskan dilandasi dengan etika dan moral politik.

"Parpol tidak boleh menafikan kepentingan rakyat, partai tidak boleh memperlihatkan bahwa pilkada ini sekadar proses demokrasi prosedural," katanya.

Pendekatan prosedural kata Darwis, hanya sekadar melihat pilkada secara prosedural belaka tanpa melihat faktor-faktor lainnya sehingga mengabaikan etika dan moral politik.