Ahli Hukum UGM Bersaksi Di Sidang Unhas

id rektor, unhas

Ahli Hukum UGM Bersaksi Di Sidang Unhas

Universitas Hasanuddin Makassar (antaranews)

Makassar, (antarasulteng.com) - Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Erni Murdaningsih menjadi saksi ahli dalam kasus sengketa pemilihan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar dimana Prof Dr Dwia Ariestina, MA sebagai rektor terpilih.

 Dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar yang diketua Sutiyono, Senin, menerangkan pengertian surat keputusan (SK) yang menjadi alasan perdebatan sehingga muncul aliansi yang kalah dalam pemilihan rektor Unhas kemudian menggugat senator terpilih.

"Pengertian dari SK yang diperdebatkan, bahwa obyek di dalam PTUN adalah keputusan yang disebut basicking, yang sifatnya individual, final dan konkret," ujarnya,
Erni Murdianingsih yang juga Pakar Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara diajukan sebagai saksi ahli oleh tergugat I yakni Ketua dan Sekretaris Senat terpilih.

"Setidaknya isinya memiliki unsur individual, final, dan konkret, sedangkan verslah biasanya berbentuk surat yang berisi menyebutkan pernyataan atau keputusan di dalamnya," katanya.

Lebih lanjut, Erni mengatakan, obyek yang disengketakan antara penggugat dan tergugat sejatinya bukan obyek yang bisa diselesaikan melalui PTUN, karena obyek tersebut belum bersifat final.

Sedangkan yang menjadi permasalahan dan bisa diajukan pada proses peradilan pada tingkat PTUN harus sudah bersifat final, sebagai pemenuhan unsur basicking.

"Bukti berupa berita acara yang ditandatangani oleh tergugat bukan merupakan sebuah keputusan final, karena proses pilrek merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan kemudian dituangkan dalam berita acara. Jadi belum ada sifat final dan belum bisa dijadikan obyek yang disengketakan di PTUN," jelasnya.

Dia juga mengungkapkan, sebelum kisruh gugatan hasil pilrek Unhas digelar, beberapa perguruan tinggi lain juga pernah mengajukan gugatan dengan obyek serupa, khususnya penghitungan jumlah suara menteri sebesar 35 persen.

"35 persen suara tersebut sudah beberapa kali mencuat pada pilrek di universitas lain, bukan di Unhas saja kasus ini muncul tetapi perguruan tinggi lainnya juga banyak yang sengketa seperti ini," ungkapnya.

Menurut dia, suara menteri sebesar 35 persen dari total suara dan suara senat dihitung 65 persen. Mengenai terminologi aturan 35 persen suara menteri, diatur dalam surat edaran Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) No 1312/D/T/2010, tanggal 20 Oktober 2010.

Dasarnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 tahun 2010, dan masih berlaku di Permendikbud Nomor 33 Tahun 2012.

"Yang dimaksud dengan 35 persen, contohnya, pada 100 anggota senat yang memiliki hak suara, maka perhitungannya adalah 35/65 kali 100, hasilnya adalah 53,85, jadi total suara menteri adalah 53, 85 suara dan dibulatkan menjadi 54 suara, jadi total suara adalah 154 suara," ucapnya.

Pada awal persidangan, Penggugat I, Prof Wardihan Sinrang melalui tim Penasehat Hukumnya yang diwakili oleh Irwan Muin, memprotes rencana pelantikan rektor terpilih, Prof Dwia Ariestina oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Irwan juga mengajukan keberatan atas pendapat yang diajukan oleh Erni, karena menurutnya, Erni bukan merupakan ahli dalam bidang hukum tata usaha negara serta memiliki hubungan kerja dengan tergugat II, Menteri Pendidikan Nasional.

Sebelumnya, Sebanyak 30 senator Universitas Hasanuddin menggugat hasil pemilihan Rektor dimana Prof Dr Dwia Ariestina, MA ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar setelah meraih suara terbanyak.

Penasehat Hukum Penggugat Dede Arwinsyah mengatakan, 30 senator menganggap ada penggelembungan suara saat pemilihan Rektor Unhas yang dimenangkan oleh Prof Dr Dwia Aries Tina, MA beberapa waktu lalu.

"Isi gugatan yang diajukan di PTUN Makassar yakni gugatan pembatalan hasil berita acara suara pada pemilihan Rektor Unhas dan penetapan hasil penghitungan suara yang dinilai ada kekeliruan dan penggelembungan," katanya.(skd)