Menkeu Sri Mulyani: Ketidakpastian sebabkan defisit 2021 ditetapkan 5,5 persen

id Sri Mulyani,Defisit,RAPBN 2021,Nota keuangan

Menkeu Sri Mulyani: Ketidakpastian sebabkan defisit 2021 ditetapkan 5,5 persen

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Anggaran DPR dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia (BI) dengan agenda Penyampaian dan Pengesahan Laporan Panja-panja dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2021 dan RKP Tahun 2021 serta Penyampaian Laporan Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2020, serta Pembentukan Panja di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR pada Kamis (9/7/2020). (ANTARA/kemenkeu.go.id/pri.)

Defisit 5,5 persen ditetapkan karena kita melihat COVID-19 memberikan ketidakpastian yang akan berlangsung sampai tahun depan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan  kondisi yang masih tidak pasti akibat COVID-19 menjadi landasan pemerintah dalam menetapkan defisit sebesar 5,5 persen dalam RAPBN 2021.

“Defisit 5,5 persen ditetapkan karena kita melihat COVID-19 memberikan ketidakpastian yang akan berlangsung sampai tahun depan,” katanya dalam konferensi pers RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan di Jakarta, Jumat.

Sri Mulyani menyatakan defisit 5,5 persen ditetapkan karena pada tahun depan masih dibutuhkan upaya-upaya ekspansi fiskal untuk pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan.

“Dari sisi pendapatan negara, tekanannya akan lebih kepada memberikan insentif untuk pemulihan ekonomi sehingga target growth penerimaan negara dari perpajakan dibuat tidak terlalu tinggi,” katanya.

Sri Mulyani mengatakan pendapatan negara yang direncanakan dalam RAPBN 2021 adalah sebesar Rp1.776,4 triliun atau naik 4,5 persen dari target penerimaan tahun ini yaitu Rp1.699,9 triliun.

Pendapatan negara pada 2021 ditargetkan naik seiring dengan penerimaan perpajakan yang juga ditargetkan lebih tinggi 5,5 persen menjadi Rp1.481,9 triliun dari tahun ini Rp1.404,5 triliun.

“Pertumbuhan penerimaan negara tidak dibuat terlalu tinggi karena kita akan lebih memberikan penekanan kepada insentif dan mendorong pemulihan,” ujarnya.

Kemudian untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah Rp283,5 triliun atau melambat 0,2 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp294,1 triliun dan hibah sebesar Rp0,9 triliun.

Sementara itu untuk belanja negara tahun depan akan tetap mendukung program-program seperti bansos dalam rangka mengakselerasi pemulihan terutama untuk daya beli masyarakat yang paling rendah.

Tak hanya itu, Sri Mulyani menuturkan belanja negara juga akan difokuskan untuk pemberian akses bagi UMKM dan koperasi melalui subsidi bunga KUR serta dukungan untuk sektor terdampak seperti pangan dan pariwisata.

Belanja negara pada 2021 diperkirakan mencapai Rp2.747,5 triliun atau tumbuh 0,3 persen dibanding target belanja 2020 yaitu Rp2.739.2 triliun.

Perkiraan peningkatan belanja tersebut berasal dari belanja K/L yang naik hingga 23,1 persen dari tahun ini yaitu dari Rp836,4 triliun menjadi Rp1.029,9 triliun.

Belanja non K/L diperkirakan turun 19,1 persen atau Rp921,4 triliun dari Rp1.138,9 triliun pada 2020 karena beberapa pos akan dialihkan menjadi belanja K/L terutama untuk penanganan COVID-19 dan belanja-belanja prioritas.

Kemudian untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah Rp796,3 triliun atau meningkat 4,2 persen dari tahun ini yang sebesar Rp763,9 triliun.

“Sehingga defisit mencapai 5,5 persen atau Rp971,2 triliun. Ini menurun dari 2020 yang diperkirakan mencapai Rp1.039,2 triliun atau 6,5 persen,” ujarnya.

Baca juga: Presiden sebut Rancangan APBN 2021 diarahkan untuk pulihkan ekonomi
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak akan ganggu APBN