SLI Tingkatkan Kesejahteraan Petani Sulteng

id sli, petani, iklim

SLI Tingkatkan Kesejahteraan Petani Sulteng

Ilustrasi-Sekolah Lapang Iklim (bmkg.go.id)

Kegiatan ini akan berkelanjutan...
Palu,  (antarasulteng.com) - Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang selama bertahun-tahun termasuk sebagai penyangga kebutuhan beras nasional di tanah air.

Luas areal pertanian pangan (sawah basah dan ladang) di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2012 tercatat 221.909 hektare. Hasil produksi gabah kering panen (GKP) kurun dua tahun terakhir ini rata-rata di atas 1,2 juta ton.

Sulteng termasuk daerah yang tidak mengenal iklim. Artinya setiap bulan sepanjang tahun dipastikan ada hujan.

Namum dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi perubahan iklim yang ekstrem. Curah hujan cukup tinggi dan telah mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah di Kabupaten Sigi dan juga Kota Palu.

Juga adanya serangan hama terhadap tanaman padi di beberapa kabupaten seperti di Banggai dan Parigi Moutong. Selain karena fenomena alam, juga akibat dari pola tanaman yang tidak merata dan sesuai jadwal tanam yang ada di setiap daerah.

Untuk memberikan informasi yang akurat dan terpecaya, terutama kepada para petani disektor tanaman pangan di Sulteng, maka pemerintah melaksanakan sekolah lapang iklim (SLI) khusus untuk tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) di daerah itu.

Tahap pertama ini baru diikuti 25 peserta, semuanya tenaga PPL yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Sulteng.

"Kegiatan ini akan berkelanjutan," kata Achandi SR, kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Mutira Palu.

Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Rama selama empat hari (2-5 Juni) 2014 dengan menghadirkan sejumlah nara sumber yang berkaitan langsung dengan iklim.

Informasi cuaca bagi para petani sangatlah penting sehingga mereka bisa mengetahui dan mengatur pola tanam dengan memperhitungkan faktor cuaca sepanjang bulan dan tahun.

Selama ini, informasi cuaca yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimantologi dan Geofisikan (BMKG) belum banyak diketahui dan sampai kepada petani, terutama yang ada di pelosok-pelosok desa.

Padahal, informasi ini sangat perlu agar petani terhindar dari berbagai bencana alam dan gangguan hama atau penyakit yang setiap saat bisa menyerang tanaman baik di musim hujan maupun kekeringan.

Agar petani juga segera mendapatkan informasi tentang kondisi cuaca yang terjadi sekarang dan ke depan, makanya BMKG menggelar kegiatan dimaksud untuk membantu petani.

Karena jumlah petani cukup banyak dan sebaran sampai ke pelosok-pelosok desa, maka langkah yang pertama dilakukan BMKG dengan memberikan pengetahuan bagi para tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL).

Setelah PPL mengikuti sekolah lapang iklim (SLI), mereka selanjutnya bisa menyampaikan dan menginformasikan kepada petani di wilayah kerja masing-masing.

Petani tidak hanya mengetahui tentang cuaca, tetapi mereka juga akan mendapat pengetahun soal proteksi tanaman pangan dan hortikultura agar terhindar dari gagal panen yang diakibatkan gangguan hama dan bencana alam.

Karena nara sumber yang akan berbicara selama kegiatan SLI melibatkan semua instansi terkait, termasuk pula dari Departemen Pertanin dan Badan Koordinasi Penyuluh Pertanian.

Semua dilakukan semata-mata guna meningkatkan taraf hidup pata petani yang ada di daerah-daerah yang selama ini bergerak dalam sektor tanaman pangan dan hortikultura.

Apalagi, kata Achandi, Gubernur Sulteng, Longki Djanggola pada 2014 ini telah menargetkan pencapaian produksi GKP sebanyak 1,5 juta ton.

Target pencapaian produksi GKP sebanyak itu tentu harus didukung pula penyedia sarana pendukung, termasuk benih yang bagus, pupuk memadai, pasca panen yang memadai serta tidak kalah penting terkait masalah iklim.

Jadi ada saling penunjang antara satu sama lainnya sehingga diperlukanya keterlibatan semua pihak yang berkompoten di dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan petani di daerah ini.



NTT dan NTB

Sementara Kepala Bidang Operasi Iklim BMKG Pusat, Basuki, mengatakan sekolah lapang iklim (SLI) pertama kali dilakukan pada 2010 di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTT dan NTB).

Sedangkan di Provinsi Sulteng, katanya, sebenarnya sudah dilaksanakan pada Juni dan Oktober 2013 dan kegiatan ini merupakan lanjutan dari yang sebelumnya.

Kegiatan ini tidak hanya dilaksanakan di tiga daerah, tetapi pada 2014 ini, BMKG memprioritaskan pelaksanaan SLI di 25 provinsi di Indonesia.

SLI merupakan upaya dari pemerintah untuk dapat memberikan informasi yang akurat kepada semua pihak yang terkait langsung dengan sektor tanaman pangan di setiap daerah di tanah air, termasuk Sulteng yang juga merupakan lumbungan pangan di kawasan timur Indonesia.

Apalagi, kata Basuki, kondisi cuaca di tanah air, termasuk di Sulawesi Tengah tidak menentu.

Para petani sangat penting untuk mengetahui kondisi iklim agar mereka bisa mengatur pola tanaman terhadap komoditas pertanian, terutama padi sawah dan ladang.

Informasi mengenai kondisi cuaca sangat dibutuhkan petani sehingga mereka terhindar dari bencana dan gangguan hama atau penyakit pada tanaman yang dikembangkannya.

Karena itu, SLI yang dilaksanakan BMKG di Sulteng dan diikuti para PPL dari seluruh kabupaten dan kota diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi PPL sendiri yang sehari-hari sebagai pendamping petani.

PPL selanjutnya dapat memberikan informasi terkait iklim sehingga petani dalam mengembangkan komoditas pertanian selalu mengikuti pola tanam yang telah ditetapkan.

Dia mengaku salah satu gangguan pada tanaman padi adalah hama dan penyakit. Kalau menanam tidak mengikuti pola taman dan memperhatikan iklim sangat rawan serangan hama dan penyakit.

Karena itu, petani juga perlu mendapat pencerahan soal iklim dan bagaimana mengantisipasi agar tanaman tidak ada gangguan hama dan penyakit.

Ia menambahkan kegiatan ini sekaligus juga salah satu upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari hasil panen.

Nelayan

Basuki juga menambahkan BMKG merencanakan untuk melaksanakan sekolah lapang iklim (SLI) bagi para nelayan dan petani garam di Sulawesi Tengah.

Ia mengatakan mengatakan petani tanaman pangan dan nelayan termasuk perikanan dan kelautan sangat membutuhkan informasi akurat mengenai iklim.

Informasi tentang kondisi iklim sangat penting bagi petani guna mengantisipasi terjadinya bencana alam, gangguan hama dan penyakit.

Menurut dia, dalam kondisi cuaca yang tidak menentu seperti yang terjadi di hampir seluruh wilayah di tanah air, termasuk di Sulawesi Tengah, maka informasi dari BMKG sebagai institusi yang paling mengetahui tentang keberadaan iklim akan sangat penting.

Kalau sudah ada informasi mengenai kondisi cuaca ke depan, menurut Basuki, petani sudah bisa mengatur jadwal agar jangan sampai musim hujan bersamaan dengan panen raya.

"Jika hal itu terjadi, petani akan mengalami kesulitan untuk mengeringkan gabah. Tentu ini akan berdampak besar pada kualitas beras yang dihasilkan," katanya.

Tetapi, katanya menambahkan, jika jauh sebelumnya petani sudah mendapatkan informasi yang akurat dari BMKG, maka petani bisa mengantisipasinya dengan membangun tempat pengeringan sementara tanpa mengharapkan sinar matahari.

Karena itu, kata Basuki, sekolah lapang iklim ini sangat penting bagi petani tanaman pangan, perkebunan dan kelautan-perikanan.

Namun karena berbagai keterbatasan yang dimiliki BMKG, sekolah lapang iklim ini baru bisa menjangkau petani tanaman pangan sedangkan nelayan dan petani garam akan menyusul.

Semua kegiatan ini demi meningkatkan hasil panen yang pada akhirnya pula dapat memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan para petani di sektor pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. (skd)