Kadis Pangan Sulteng sebut pangan lokal nonberas lebih sehat

id pangan

Kadis Pangan Sulteng  sebut pangan lokal nonberas lebih sehat

Kadis Pangan Sulteng, Abdullah Kawulusan (kedua kiri) . Foto Antara/Anas Masa)

Palu (ANTARA) - Kepala Dinas Pangan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Abdullah Kawulusan mengatakan makanan yang berasal dari pangan lokal nonberas jauh lebih sehat dan bergizi serta aman.

"Ada tujuh pangan lokal yang didorong pemerintah untuk dikembangkan di daerah-daerah guna mendukung program gerakan makan pangan nonberas," katanya di Palu, Selasa.

Ketujuh pangan lokal itu adalah ubi kayu, ubi jalar, talas, kentang, jagung, pisang, dan sagu.

Semuanya, kata dia, memiliki karbohidrat sama seperti beras. "Hanya saja tidak menimbulkan penyakit diabetes," kata dia. Sementara beras setelah ditanak jadi nasi berpotensi besar menimbulkan penyakit diabetes.

"Komoditas itu sesungguhnya sangat baik bagi kesehatan, tetapi belum memasyarakat, sebab selama ini kita lebih suka makan nasi," kata Abdullah.

Ia mengatakan untuk lebih memasyarakatkan makanan yang berasal dari pangan nonberas, maka perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus.

"Bukan hanya tugas kami sebagai pemerintah, tetapi semua pihak harus terlibat didalamnya," ujar Abdullah.

Ia mengatakan di Sulawesi Tengah sudah ada beberapa daerah yang biasa denga pangan lokal seperti sagu di Morowali dan Kabupaten Buol menjadi makanan favorit dari masyarakat di dua daerah itu. Masyarakat di Buol dan Morowali sudah terbiasa makan makanan dari bahan baku sagu.

Di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara ada makanan yang terkenal dengan namanya "dui" berbahan baku sagu. Tidaklah heran jika di daerah itu banyak pohon sagu.

Begitu pula di Kabupaten Banggai. Di Banggai ada namanya ubi Banggai. Ubi Banggai merupakan makanan khas masyarakat setempat dari nenek moyang yang terus dikonsumsi secara turun-temurun sampai sekarang ini.

Dia juga menambahkan bahwa dorongan makan pangan nonberas sebagai salah satu upaya dari pemerintah untuk mengurangi konsumsi beras yang hingga kini masih cukup tinggi.

Akibatnya Indonesia sampai sekarang ini masih mendatangkan beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.