Pemprov Sulteng kesulitan dana unutk biayai pendidikan dokter spesialis

id Dokter spesialis Sulteng,Pemprov Sulteng,Dinkes Sulteng,DPRD Sulteng

Pemprov Sulteng kesulitan dana unutk biayai pendidikan dokter spesialis

Dua orang staf pegawai di Sekretariat DPRD Sulteng saat memantau jalannya rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA) 2021 pada Dinas Kesehatan provinsi setempat di Gedung DPRD Sulteng di Palu, Rabu. (Adha Nadjemuddin)

Terakhir kita menyekolahkan satu dokter spesialis jantung tahun 2012 dari APBD, setelah itu tidak ada lagi sampai sekarang
Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam beberapa tahun terakhir telah menghentikan biaya pendidikan bagi pendidikan dokter spesialis mengingat anggaran untuk itu terlampau tinggi sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahunnya.

Selain biaya pendidikannya mahal, proses kuliah dokter spesialis juga butuh waktu lama hingga mencapai lima tahun.

"Terakhir kita menyekolahkan satu dokter spesialis jantung tahun 2012 dari APBD, setelah itu tidak ada lagi sampai sekarang," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dr Jumriani pada pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA) pada Dinas Kesehatan di DPRD Sulteng, di Palu, Rabu.

Rapat tersebut dipimpin Ketua DPRD Sulteng Nilam Sari Lawira dan dihadiri sejumlah anggota DPRD lainnya.

Biaya pendidikan dokter spesialis mengemuka setelah Jumriani mengemukakan soal masih kurangnya dokter spesialis di Sulawesi Tengah sehingga menyebabkan rumah sakit daerah sulit menaikkan status kelasnya dari kelas B ke kelas A maupun dari kelas C ke kelas B.

Menurut Jumriani, biaya pendidikan untuk dokter spesialis berbeda-beda setiap bidangnya hingga mencapai Rp500 juta.

"Kalau lalu saya mau masuk ke situ, untuk kebidanan itu ada uang ketuk pintu Rp500 juta, untuk bedah juga ada, jadi setiap bidang itu beda-beda. Berapa besarannya setiap fakultas juga beda," kata Jumriani.

Untuk melengkapi dokter spesialis di rumah sakit, kata Jumriani, maka pemerintah daerah terpaksa harus menyediakan alokasi anggaran berupa insentif dokter spesialis beserta fasilitas pendukung lainnya.

Jumriani mengatakan hampir seluruh kabupaten di Sulawesi Tengah menyiapkan anggaran insentif untuk dokter spesialis umumnya di atas Rp30 juta per bulan per orang dokter spesialis.

"Untuk insentif yang diberikan kepada setiap dokter spesialis seperti Kabupaten Banggai Rp35 juta per orang, Kabupaten Buol juga menyediakan, tetapi banyak dokter yang tidak mau datang," katanya.

Selain menyediakan dana insentif, pemerintah daerah juga menyediakan sarana pendukung mobilitas dan kenyamanan kerja seperti rumah tinggal dan mobil dinas, akan tetapi tetap saja banyak dokter spesialis yang tidak bersedia.

"Jadi memang sebaiknya kita menyekolahkan anak-anak di daerah kita sendiri untuk pemenuhan dokter spesialis ini, cuma biaya besar dan sekarang kita tidak punya untuk itu," katanya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Sulteng Nilam Sari mengatakan jika uang 'ketuk pintu' tersebut bukan menjadi persyaratan utama untuk membiayai pendidikan dokter spesialis bisa saja menggunakan jaringan yang dimiliki pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.

"Kalau cuma itu alasannya bisa kita pikirkan dengan menggunakan jaringan yang kita punya," kata Nilam.

Dia berkeinginan rumah sakit di daerah memiliki lebih banyak dokter spesialis yang dibiayai pendidikannya oleh daerah sehingga mereka akan kembali ke daerah untuk mengabdikan dirinya.

Menurut Nilam, jika biaya pendaftaran masuk yang mahal, maka pemerintah daerah dapat memikirkan dari sisi anggaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) setiap semester.

"Kalau kita punya 'political will' untuk membiayai tenaga-tenaga medis kita menjadi dokter spesialis," katanya.

Nilam mengaku tertarik membahas masalah tersebut jika masalah kekurangan dokter spesialis menyebabkan rumah sakit di daerah tidak bisa naik status kelas yang lebih baik.

Ia berharap masalah kekurangan dokter spesialis di daerah dapat diatasi salah satunya dengan menyekolahkan dokter umum di daerah untuk menjadi dokter spesialis.