Pemkot: Palu tidak memiliki daya dukung eksploitasi pertambangan

id Tambang, galian C, Palu, libuntodea

Pemkot:  Palu tidak memiliki daya dukung eksploitasi pertambangan

Dialog pertambangan mengusung tema 'Masa depan pertambangan galian C dan ancamannya' melalui virtual yang difasilitasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (10/11/2020) malam. ANTARA/Tangkap layar/Moh Ridwan

Palu (ANTARA) -
Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu mengatakan bahwa daerah itu tidak memiliki daya dukung eksploitasi pertambangan mengingat wilayahnya yang cukup rawan terhadap bencana alam sekaligus berada di perkotaan.

"Dari aspek penataan ruang, Pemkot Palu berpedoman pada Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kami juga menemukan sejumlah perusahaan dari sisi Wilayah Izin Usaha Pertambangan tumpang tindih," kata Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu Moh Rizal dalam sebuah forum diskusi virtul pertambangan Galian C, di Palu, Selasa.

Palu tidak tepat dijadikan sebagai daerah eksploitasi pertambangan bebatuan, karena berada dalam wilayah perkotaan, di samping itu dampak yang ditimbulkan dari aktivitas galian juga memberikan ancaman serius terhadap kelangsungan ekologi.

Sejauh ini Pemkot Palu telah menolak tiga permohonan perpanjangan izin dan tidak memproses lima permintaan perpanjangan izin kegiatan pertambangan galian C, karena pemerintah menilai kegiatan produksi dilakukan sejumlah perusahaan ketidaksesuaian ruang.

Berdasarkan Perda Kota Palu Nomor 16 tahun 2011 tentang RTRW, kawasan-kawasan tertentu di Kecamatan Ulujadi merupakan kawasan lindung dan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

"Akan tetapi sejumlah perusahaan yang sempat berdiskusi dengan kami, mereka juga memegang Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang perubahan kawasan lindung menjadi kawasan tidak lindung," ujar Rizal.

Ketua Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng Moh Taufik mengatakan, kegiatan pertambangan galian C di ibu kota Sulteng banyak menimbulkan persoalan, dan pemerintah setempat harus iku terlibat melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan perizinan, meskipun kewenangan sudah melekat di Pemerintah Pusat.

Dari sejumlah temuan Jatam, salah satunya yakni menyangkut pembangunan terminal kapal tongkang yang tidak memiliki izin.

"Palu di kepung sekitar 39 izin pertambangan galian C yang semuanya berlokasi di Kecamatan Ulujadi," ucup Taufik.

Praktisi Tambang Lukman S Thahir mejelaskan, perlu intervensi pemerintah daerah khususnya dalam menertibkan pengangkutan material yang justru dapat membahayakan pengguna jalan karena melintasi jalan poros menuju terminal Kapal Tongkang.

Palu tidak memiliki daya dukung eksploitasi pertambangan sesungguhnya tidak seperti demikian.

"Potensi alam kita sangat banyak, salah satu dari aspek pertambangan. Akan tetapi masalah timbul biasanya dari segi pengelolaan, sehingga sering terjadi kesenjangan. Olehnya perusahaan juga wajib berkontribusi kepada penduduk setempat melalui dana tanggung jawab sosial, termasuk kontribusi terhadap daerah," ujarnya.

Dialog yang difasilitasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Palu mengusung tema 'Masa depan pertambangan galian C dan ancamannya'.