BI sebut perlu 3A agar dunia usaha di Sulteng bertahan saat pandemi

id Sulteng,Palu,Sandi,BI,BI Sulteng

BI sebut perlu 3A agar dunia usaha di Sulteng bertahan saat  pandemi

Konsumen berada di dekat kerajinan perahu layar yang terbuat dari kayu hitam atau kayu ebony (Diospyros celebica) di salah satu toko oleh-oleh di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (21/11/2020). . ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.

Yang pertama usaha atau bisnis harus mampu melakukan adjustment atau pengaturan. Kita sebaiknya tidak lagi berharap untuk back to the past (kembali ke masa lalu), dimana kita bisa menjalankan bisnis dengan metode seperti sedia kala

Palu (ANTARA) - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Abdul Majid Ikram menyatakan diperlukan Adjustment atau pengaturan, Accelerative atau akseleratif dan agile atau ketangkasan (3A) agar dunia usaha di Sulteng dapat bertahan di masa pandemi COVID-19.



"Yang pertama usaha atau bisnis harus mampu melakukan adjustment atau pengaturan. Kita sebaiknya tidak lagi berharap untuk back to the past (kembali ke masa lalu), dimana kita bisa menjalankan bisnis dengan metode seperti sedia kala," katanya dalam seminar secara daring (webinar) temu responden 2020 yang diadakan Kantor Perwakilan BI Sulteng di Kota Palu, Rabu.



Namun, lanjutnya, harus bersiap untuk back to the future, dimana kita menjalankan bisnis dengan mengikuti kenormalan baru yang mengedepankan pemanfaatan teknologi digital dan protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran COVID-19.



Kedua, usaha atau bisnis Accelerative atau akseleratif. Maksudnya dibutuhkan berbagai inovasi baru untuk terus tumbuh. Inovasi yang dilakukan dapat menyesuaikan produk yang dibutuhkan di era kenormalan baru.



"Seperti produk makanan kemasan yang tahan lama dan terjamin higienitasnya. Contohnya di beberapa daerah telah dikembangkan gudeg, empal gentong dan rendang dalam kemasan kaleng yang dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama,"ujarnya.



Ketiga,kata Majid, pelaku usaha maupun pelaku bisnis harus Agile atau tangkas. Mereka harus mampu memanfaatkan peluang baru yang didapat dari kemajuan teknologi.



"Pemanfaatan teknologi digital secara optimal merupakan salah satu kunci. Sebagai contoh, jejak digital (digital footprint) dari operasional dan transaksi bisnis dapat menjadi 'aset tak berwujud',"terangnya.



Track record atau rekam jejak tersebut, menurutnya, merupakan komponen utama dalam proses penilaian kredit ketika mengakses pembiayaan.



Disamping itu, data dan informasi dari jejak digital dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi pemasaran dan pengembangan produk.



Majid yakin jika tiga cara itu diterapkan, usaha atau bisnis yang digeluti dapat tetap bertahan bahkan berkembang di tengah pandemi COVID-19.