"Saya senang bekerja daripada banyak ngomong. Dulu, saya tidak pernah
mau ngomong tetapi dengan dampak yang dirasakan masyarakat, maka saya
harus banyak ngomong," ucap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, saat
ditemui di Kantor Perum LKBN Antara Biro Jatim, di Surabaya, 13 Desember
2014.
Perempuan kelahiran Kediri tanggal 20 November 1961 itu mencontohkan
upayanya saat ia bertemu dengan salah satu anak yang terkena kasus trafficking. Ketika ditangkap pihak kepolisian anak itu masih kelas satu sekolah menengah atas (SMA).
"Akibatnya anak tersebut lantas menjadi objek banyak omong saya. Hal itu
saya lakukan tidak hanya untuk memberinya semangat tapi bangkit dari
keterpurukannya dan sekarang anak itu juara kelas lho," ujarnya.
Bahkan, motivasi yang diberikan itu saat ini mendorong anak korban trafficking itu
mampu meneruskan pendidikannya di bangku kuliah di salah satu
universitas negeri ternama di Kota Pahlawan. Kini, dia sudah memasuki
semester I.
"Kami yakin dengan banyak omong yang tepat sasaran, di Surabaya hampir
tidak ada lagi anak usia sekolah yang merengek minta sepatu baru,
telepon seluler, dan baju baru. Namun, mau berkomitmen untuk
mengembangkan potensi diri dan terus bersekolah mengingat 2015 sudah
dimulai pasar bebas melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)," paparnya.
Untuk mempersiapkan warga kota menghadapinya, perempuan yang menjabat
sebagai Wali Kota Surabaya sejak tahun 2010 itu mengemukakan waktu 24
jam sehari dan ada tujuh hari dalam satu pekan tidak cukup. Khususnya
guna membekali masyarakat dalam menyambut MEA 2015.
"Padahal beberapa bulan terakhir saya selalu siap di mobil untuk
berangkat bekerja pukul 05.00 WIB setiap harinya. Namun, rasanya waktu
ini mepet sekali dan tahun 2015 mepet sedangkan saya sepertinya belum
menyiapkan apa-apa buat anak-anak di Surabaya," tukasnya.
Akan tetapi, tambah dia, ketika ia mendapat undangan dari World Bank
untuk menjadi pembicara justru ada survei dari Konsultan di Amerika
Serikat bahwa ternyata Surabaya kalah sedikit dengan Tiongkok dan India.
Walau dari sisi transportasi di Tiongkok itu bagus, Surabaya justru
perlu bangga karena dalam aspek yang sama juga baik.
"Apalagi, berkat kerja keras seluruh masyarakat maka perjuangan mereka
tidak sia-sia. Saya pernah ada tugas ke luar negeri, saat di sana warga
asing tidak lagi bertanya apa dan di mana itu Surabaya tetapi memahami
bahwa Surabaya itu Risma dan Risma itu Surabaya," tuturnya.
Walau begitu, sebut dia, kondisi transportasi di Tiongkok sangat baik,
bukan berarti di Negeri Tirai Bambu itu tidak ada demo dan kejahatan.
Tapi, media massa di sana bisa mengemasnya dengan baik sehingga tetap
banyak investor yang datang untuk menanamkan modalnya di negara
tersebut.
"Sementara, yang kasihan anak-anak di Surabaya sekarang karena mereka
akan bersaing dengan dunia global. Bukan hanya Asean atau anak dari luar
Pulau Jawa," tandasnya sembari berharap media massa membantu
kepentingan masa depan anak-anak Kota Pahlawan dengan mengemas
pemberitaan yang baik pula.
Pihaknya berharap pemberitaan yang ada tidak akan membuat anak-anak
sekarang yang menjadi embrio masyarakat Surabaya pada masa depan akan
terpecah-belah begitu saja.
"Jangan sampai anak-anak kita jadi penonton," ucap wali kota perempuan
pertama di Surabaya yang juga bertekad membangun 400 lapangan olah raga
di sekolah itu.(skd)