Saatnya Sulteng bantu pemulihan penyintas gempa di Sulbar

id gempa mamuju,gempa majene,gempa sulbar,sulteng,sulteng kirim bantuan

Saatnya Sulteng bantu pemulihan penyintas gempa di Sulbar

Sejumlah pengungsi korban gempa beristirahat di tenda darurat yang mereka buat di kompleks Stadion Manakarra, Mamuju, Sulawesi Barat, Ahad (17/1/2021). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Palu (ANTARA) - Jumat (15/1) dini hari menjadi peristiwa bersejarah bagi masyarakat di Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.

Gempa berkekuatan magnitudo 6,2 mengguncang, merobohkan bangunan gedung, membuat masyarakat panik di tengah gelapnya malam itu.

Seketika, anak harus berpisah dengan orang tua, begitu pula sebaliknya, orang tua berpisah dengan anaknya untuk selama-lamanya, hanya dalam hitungan detik ketika bencana gempa itu mengguncang.

Sedih disertai isak tangis menyelimuti Kabupaten Mamuju dan Majene serta wilayah sekitar daerah terdampak bencana gempa tersebut.

Dari perisitiwa itu, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indoensia per 17 Januari 2021 pukul 14.00 WIB menyatakan jumlah warga yang meninggal dunia karena gempa bumi di Majene dan Memuju berjumlah 73 orang.

Lembaga negara yang dipimpin Doni Monardo itu juga menyebut sebanyak 27.850 warga Majene dan Mamuju mengungsi di 25 titik pengungsian.

Atas peristiwa itu, warga di Majene dan Mamuju saat ini sedang menghadapi masa-masa sulit di tanggap darurat bencana gempa. Di satu sisi, gempa itu terjadi di tengah pandemi wabah COVID-19, yang semakin menambah kesulitan warga terdampak bencana Jumat 15 Januari 2021 dini hari.

Meski begitu, patut diakui bahwa gempa bumi dengan kekuatan 6,2 SR yang mengguncang, merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

"Warga di Majene dan Mamuju harus bersabar, gempa yang terjadi merupakan ujian dari Tuhan. Terima dengan sabar ujian tersebut, karena dibalik kesulitan ada kemudahan," ucap Rektor IAIN Palu Prof Sagaf S Pettalongi MPd.

Pernyataan Prof Sagaf S Pettalongi mengutip Firman Allah dalam surah Al-Insyirah Ayat 5 dan 6 yang berbunyi "Dibalik kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan".

Berkaitan dengan Firman Allah tersebut, Prof Sagaf Pettalongi menyemangati penyintas gempa di Majene dan Mamuju, agar tidak berputus asa dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Karena, bencana gempa, kata Prof Sagaf merupakan ujian dari Tuhan Yang Maha Esa, atas konsekuensi dari keimanan hamba terhadap sang pencipta.

"Maka, serahkanlah kepadaNya, karena sesungguhnya bencana yang terjadi juga karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.

Kirim Bantuan
Seperti yang terjadi di Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan sebagian Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, ketika gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang pada Jumat 28 September 2018 silam.

Berbagai simpati, bantuan dan dukungan berdatangan termasuk dari Mamuju dan Majene Provinsi Sulawesi Barat. Hal itu untuk percepatan pemulihan penyintas bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Padagimo.

Kini saatnya untuk membalas kebaikan itu, karena duka warga di Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju juga merupakan duka warga di Sulawesi Tengah.

"Jika sebelumnya kita yang dibantu, saat ini kita yang harus membantu. Semoga bantuan kita bermanfaat meringankan beban penyintas gempa di Sulbar," kata Rusdi Mastura yang merupakan Gubernur Sulteng terpilih di pilkada 2020.

Rusdi Mastura mengajak dan mengimbau kepada seluruh komponen masyarakat di Sulawesi Tengah untuk ambil bagian dalam membantu korban bencana alam di Sulbar.

Berbagai bantuan kemanusiaan dikirim dari Sulawesi Tengah ke Kabupaten Mamuju dan Majene melewati darat dan laut, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga di daerah itu.

Kabupaten Sigi yang menjadi salah satu daerah terdampak gempa dan likuefaksi terparah saat bencana gempa dan likuefaksi melanda pada Jumat 28 September 2018 silam, turut mengirimkan bantuan berupa dana dan logistik untuk Mamuju dan Majene.

"Iya, bantuan kemanusiaan telah didistribusikan ke daerah terdampak gempa di Provinsi Sulbar," ucap Kepala Bagian Humas dan Protokoler Setda Pemkab Sigi Ariyanto.

Bantuan yang dikirim ke daerah terdampak gempa berupa dana senilai Rp100 juta, beras lima ton, gula pasir lima karung, 100 karton indomie.

Distribusi bantuan dari Pemkab Sigi ke daerah terdampak gempa di Sulbar, kata Ariyanto dipimpin oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Sigi Andi Wulur.

Dia berharap bantuan ini bisa membantu untuk meringankan beban yang diderita oleh pemerintah dan masyarakat di daerah terdampak gempa.

Bupati Sigi Mohammad Irwan mengatakan atas nama pribadi dan Pemerintah Kabupaten Sigi serta mewakili masyarakat di daerah yang dipimpinnya turut berduka atas gempa yang melanda Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat.

Mohammad Irwan menyebut duka gempa pernah dirasakan oleh segenap warga dan Pemerintah Kabupaten Sigi, saat gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang pada Jumat 28 September 2018.

Berbagai dukungan untuk percepatan pemulihan Sigi berdatangan termasuk dari Majene dan Mamuju.

Dia atas nama masyarakat Sigi turut berbela sungkawa karena pernah merasakan derita gempa. Karena itu pihaknya memilih memberi kontribusi untuk percepatan pemulihan saudara-saudara di Majene dan Mamuju.

Mohammad Irwan mengatakan bantuan yang disalurkan Pemkab Sigi sebagai bentuk dukungan untuk percepatan pemulihan, seperti yang diberikan oleh Pemkab Majene dan Mamuju saat Sigi terdampak gempa.

Minimal ada rasa empati terhadap korban, seperti mereka memberikan empati kepada masyarakat Sigi saat diterpa gempa dua tahun lalu.

Tidak hanya Pemkab Sigi, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Provinsi Sulteng ketika mendengar kabar terjadinya gempa 6,2 SR mengguncang Majene dan Mamuju, langsung menyiapkan logistik untuk dikirim ke daerah terdampak gempa.

Sebanyak 30 ton bantuan logistik dari NasDem Sulteng diangkut oleh lima truk dari Kota Palu ke Mamuju pada Jumat malam 15/1.

Pengiriman logistik untuk penyintas gempa di Mamuju, Majene dan sekitarnya di Sulbar, kata Sekretaris DPW NasDem Sulteng Muslimun, sebagai bentuk kepedulian sosial dari Partai NasDem Sulawesi Tengah.

"Ini adalah usaha dan kepedulian kawan-kawan Partai NasDem Sulteng untuk berbagi dengan penyintas gempa di Mamuju dan Majene dan sekitarnya," ujar Muslimun.

Hari ini, rencananya DPW NasDem Sulteng melalui Badan Resque akan mengirim bantuan senilai Rp1,1 miliar dalam bentuk logisitik.

Bantuan Rp1,1 miliar itu berasal dari DPP Partai NasDem senilai Rp500 juta dan dari Fraksi NasDem di DPR-Ri senilai Rp600 juta, serta dari DPD NasDem Kota Palu senilai Rp5 juta.

Ketua Fraksi NasDem DPR RI Ahmad M Ali mengatakan bantuan yang masuk ke posko induk peduli Mamuju-Majene di DPW NasDem Sulteng, selanjutnya diadakan dalam bentuk bahan pokok untuk disalurkan kepada korban bencana melalui Tim Resque Nasdem Provinsi Sulteng ke lokasi bencana di Sulbar.

Pemerintah Provinsi Sulteng melalui Dinas Sosial turut memberikan bantuan berupa penyiapan makanan siap saji untuk 1.200 penyintas gempa Sulbar.

Dinas Sosial Sulawesi Tengah sejak Sabtu (16/1) mendirikan dapur umum di kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Barat, tepatnya di depan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Barat di Mamuju, untuk membantu Dinas Sosial Sulawesi Barat melayani korban gempa.

Dalam sehari ditargetkan disediakan makan dua kali untuk 1.200 penyintas, yakni makan siang dan malam, kata Kepala Dinas Sosial Sulawesi Tengah Ridwan Mumu.

Selain menyediakan makanan siap santap, Dinas Sosial Sulawesi Tengah mengerahkan 50 Taruna Siaga Bencana (Tagana), 15 tenaga kesejahteraan sosial kecamatan, serta pegawai Dinas Sosial untuk membantu penanganan dampak gempa di Sulawesi Barat, termasuk di antaranya mengevakuasi korban gempa.

Bangun TRPA
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) mendorong pembentukan Tenda Ramah Perempuan dan Anak (TRPA) di lokasi terdampak gempa Kabupaten Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, untuk memenuhi hak penyintas perempuan dan anak di dua kabupaten tersebut.

"Kami berbagi pengalaman menyangkut pembentukan subkluster perempuan dan anak dalam situasi darurat bencana, serta tenda ramah perempuan dan anak di lokasi pengungsian dalam darurat bencana dan setelah bencana, yang pernah kami lakukan di Palu, Sigi, dan Donggala," ucap Kepala DP3A Provinsi Sulteng Ihsan Basir.

Tim DP3A Provinsi Sulteng yang dipimpin langsung oleh Ihsan Basir saat ini berada di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

Tim DP3A Provinsi Sulteng terdiri atas Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sulteng, LSM pemerhati perempuan dan anak Yayasan Sikola Mombine dan Sahabat Pulau.

Di lokasi terdampak gempa di Kabupaten Mamuju, tim DP3A Sulteng bersama IBI, Yayasan Sikola Mombine dan Sahabat Pulau merangkul semua pemangku kepentingan di daerah itu, untuk berbagi pengalaman membentuk kluster ramah perempuan dan anak diikutkan dengan membentuk TRPA.

Semua pemangku kepentingan, termasuk para aktivis perempuan dan anak, juga teman-teman dari kesehatan berkomunikasi dalam rangka melakukan aksi pemenuhan hak-hak perempuan dan anak di situasi darurat bencana melalui pembentukan kluster ramah perempuan dan anak dan pembentukan TRPA di lokasi pengungsian.

Keberadaan sub-kluster ramah perempuan dan anak dalam situasi darurat bencana alam seperti gempa, serta pembentukan TRPA di lokasi pengungsian sangat penting.

Keberadaan sub-kluster ramah perempuan dan anak serta TRPA itu untuk mendorong penanggulangan bencana berbasis responsif gender, sehingga hak-hak kaum rentan seperti perempuan dan anak dalam situasi darurat bencana dan di lokasi pengungsian tetap terpenuhi.

Hal itu juga sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam situasi darurat bencana dan di lokasi pengungsian.

Pada prinsipnya tenda ramah perempuan dan anak tersebut mengakomodasi kepentingan-kepentingan perempuan dan anak, termasuk pemulihan trauma (trauma healing).

TRPA pernah diterapkan di Kota Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala) dalam situasi darurat dan pascagempa 28 September 2018.

Pengalaman penanganan gempa Pasigala ternyata jadi modal untuk berbagi mewujudkan tenda ramah perempuan. Memang saat itu, Sulteng dibantu oleh UNFPA untuk kemudian melatih aktivis lokal dalam mengelola tenda ramah perempuan.

Metode itu yang kini dibagikan ke pemangku kepentingan di Sulbar untuk penanganan pengungsi yang lebih baik.*