Hikmahanto: Brasil Langgar Tata Krama Diplomasi

id Hikmahanto, Juwana

Hikmahanto: Brasil Langgar Tata Krama Diplomasi

Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani)

Perlakuan Brasil dalam dunia diplomasi sungguh sangat tidak terpuji dan telah melanggar tata krama berdiplomasi
Jakarta (antarasulteng.com) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Brasil telah melanggar tata krama berdiplomasi dengan menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk negara tersebut, dengan pertimbangan hukuman mati seorang warganya.

"Perlakuan Brasil dalam dunia diplomasi sungguh sangat tidak terpuji dan telah melanggar tata krama berdiplomasi," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Hikmahanto mengatakan tindakan Brasil ini berisiko memperburuk hubungan antardua negara yang telah lama terjalin dan saling menguntungkan.

Atas perlakuan pemerintah Brasil terhadap Dubes Indonesia di sana, Toto Riyanto, Menlu Indonesia telah memanggil Toto pulang ke Indonesia untuk berkonsultasi. Pada saat yang bersamaan Kementerian Luar Negeri RI telah melayangkan nota protes diplomatik.

"Tindakan Kemlu telah benar. Indonesia tentu tidak bisa menerima perlakuan seperti itu dari pemerintah Brasil," ujar Hikmahanto.

Menurut Hikmahanto, meski tidak disampaikan alasan nyata atas penolakan surat kepercayaan itu, namun diduga kuat ini bentuk protes pemerintah Brasil atas satu warganya yang telah dihukum mati bulan lalu dan satu lagi yang akan menjalani hukuman mati periode kedua.

"Pemerintah Brasil telah memulai tindakan untuk memperburuk hubungan dengan Indonesia semata karena melakukan perlindungan yang berlebihan atas warganya yang melakukan kejahatan yang serius," katanya.

Dia menegaskan Indonesia, sebagai tindakan balasan bisa saja melakukan tindakan persona non grata atau pengusiran terhadap satu atau beberapa diplomat Brasil yang sedang bertugas di Indonesia.

Namun demikian hal itu belum perlu dilakukan saat ini karena pemerintah Indonesia harus berpikiran jernih. Pemerintah Indonesia masih berada dalam tahap memahami keberlanjutan kemarahan dari pemerintah Brasil.

Sebaliknya, kata dia, Brasil yang harus berpikir dua kali bila hendak meneruskan protes dan kemarahannya.

"Mereka harus berpikir apakah sebanding merusak hubungan baik kedua negara dengan melindungi warganya yang melakukan kejahatan yang sangat serius di Indonesia. Disamping, tindakan Brasil berpotensi mengintervensi kedaulatan hukum Indonesia," jelas dia.

Sebelumnya, Presiden Brasil Dilma Rousseff, Jumat waktu setempat, menolak menerima surat-surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk negara ini, untuk menunjukkan kemarahan dia pada eksekusi seorang warga Brasil terpidana narkoba oleh Indonesia bulan lalu.

"Kami kira penting diperhatikan bahwa ada evolusi dalam situasi ini untuk mengklarifikasi hubungan negara Indonesia dengan Brasil," kata Rousseff saat menerima surat-surat kepercayaan dari para duta besar lima negara lainnya.

Rousseff mengatakan skrining terhadap perwakilan Indonesia akan sedikit ditingkatkan, berkaitan dengan eksekusi hukuman mati untuk warga negara kedua Brasil bernama Rodrigo Gularte (42) yang dijatuhi hukuman mati pada 2004 karena menyelundupkan enam kilogram kokain ke Indonesia lewat papan selancar.

Keluarga Gularte telah berusaha mendapatkan grasi untuk anggota keluarganya itu namun gagal.

Grasi diajukan dengan alasan terpidana menderita schizophrenia paranoid sehingga harus dipindahkan ke fasilitas kejiwaan. (skd)