Wabub Parimo: Kekerasan perempuan-anak tindakan pelanggaran HAM

id Kekerasan anak, perempuan, Wabub Parimo, Badrun Nggai, Sulteng, Parigi Moutong

Wabub Parimo:  Kekerasan perempuan-anak tindakan pelanggaran HAM

Wakil Bupati Parigi Moutong, Badrun Nggai (kiri) menyampaikan arahannya pada kegiatan pelatihan, pemberdayaan organisasi perempuan dalam pencegahan dan pendampingan korban kekerasan perempuan dan anak, di Parigi, Kamis (15/4/2021). ANTARA/HO/Kominfo Parigi Moutong

Parigi (ANTARA) -
Wakil Bupati Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Badrun Nggai mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
 
"Kekerasan fisik maupun psikis adalah bentuk penyiksaan. Perempuan dan anak merupakan makhluk sosial yang patut di jaga dan dipenuhi kebutuhannya," ujar Wakil Bupati Parigi Moutong Badrun Nggai saat menghadiri pelatihan pemberdayaan organisasi perempuan dalam pencegahan dan pendampingan korban kekerasan perempuan dan anak, di Parigi, Kamis.
 
Dia menjelaskan pelanggaran HAM pada konteks kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan bentuk kejahatan melanggar hukum, karena dua insan ini dilindungi berdasarkan Undang-Undang.
 
Oleh karena itu, mereka sebagai kelompok rentan perlu mendapat jaminan perlindungan terutama harga diri dan martabat dengan fitrah dan kodratnya tanpa diskriminasi, baik lewat pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pihak lainnya.
 
"Biasanya pemicu kekerasan terjadi diakibatkan faktor ekonomi dan sosial serta lemahnya pendidikan dan pengetahuan tentang hukum serta agama," ucap Badrun.
 
Di kesempatan itu, wabub berharap melalui pelatihan tersebut kiranya lebih merangsang kepekaan dan kepedulian terhadap pemenuhan hak perempuan dan anak dengan terus meningkatkan pengetahuan tentang cara pencegahan, penanganan dan alur serta dampak dialami korban kekerasan.
 
Berdasarkan data dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2K) Parigi Moutong kasus kekerasan terhadap dua kelompok rentan tersebut relatif menurut tahun 2020 kurang lebih 66 kasus, dibandingkan 2019 terdapat 82 kasus.
 
Dari data tersebut, kasus pelecahan seksual masih mendominasi, dimana 23 kasus menimpa anak-anak dan lima kasus menimpa perempuan dewasa, kemudian kekerasan dalam rumah tangga 18 kasus, lima kasus lainnya yakni kekerasan fisik terhadap anak dan dua kasus kekerasan psikis.
 
Angka kasus tersebut, katanya, karena pemerintah masif melakukan kampanye Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga hingga ke desa, sehingga masyarakat mulai memahami dampak dan sanksi jika terjadi kasus yang menimpa perempuan dan anak.
 
"Kami menginginkan semua pihak bisa bersinergi melawan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, agar Parigi Moutong dapat mempertahankan predikat sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA)," demikian Badrun.