Akademisi ingatkan pentingnya belajar Islam secara metodologis dan bersanad

id PDIP, akademisi, belajar Islam, metodologis, UIN Sultan Hasanudin

Akademisi ingatkan pentingnya belajar Islam secara metodologis dan bersanad

Dosen UIN Sultan Hasanudin Serang, Banten, Muhammad Sofin Sugito dalam acara Inspirasi Sahur: Islam dan Kebangsaan yang ditayangkan di akun youtube BKNP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat (7/5/2021). (ANTARA/HO-PDIP)

Problematika yang kita hadapi saat ini adalah banyaknya orang yang semangat sekali belajar agama tetapi mereka kemudian menggunakan penafsirannya sendiri dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum yang terkadang justru bertentangan dengan kaidah-kai
Jakarta (ANTARA) - Dosen UIN Sultan Hasanudin Serang, Banten, Muhammad Sofin Sugito mengingatkan pentingnya belajar Islam secara metodologis dan bersanad (berguru).

"Problematika yang kita hadapi saat ini adalah banyaknya orang yang semangat sekali belajar agama tetapi mereka kemudian menggunakan penafsirannya sendiri dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum yang terkadang justru bertentangan dengan kaidah-kaidah agama," kata Sofin Sugito dalam acara Inspirasi Sahur: Islam dan Kebangsaan yang ditayangkan di akun youtube BKNP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat.

Kini, kata dia, juga muncul kecenderungan generasi muda di negeri ini belajar agama Islam secara otodidak akan tetapi tidak memperhatikan metodologi-metodologi dalam beragama.

Sofin Sugito yang biasa berdakwah ini menuturkan bahwa di dalam Islam, agama Islam atau keberagamaan itu seyogyanya didasarkan dengan ilmu.

Allah SWT sangat menekankan hal tersebut dengan firmannya yakni, "Jangan sekali-kali engkau berpendapat dan memberi keputusan tanpa dasar ilmu".

"Berpendapat atau melakukan tafsir itu memiliki risiko karena nantinya hal tersebut akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Hal tersebut tidak dapat dilakukan tanpa dasar ilmu pengetahuan dengan menjadikan Rasullullah SAW, sebagai mercusuar atau cahaya dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Rasullullah SAW, memiliki murid, ia mewariskan ilmunya kepada muridnya tersebut, kemudian turun hingga ke para ulama," ujarnya dalam siaran persnya.

Pengajar Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences ini menyampaikan bahwa dari ulama, seringkali muncul kaidah-kaidah yang disebut sebagai metodologi agar lebih mudah dipahami dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT dengan baik.

"Dalam hadis Nabi SAW dinyatakan bahwa Allah SWT yang menghendaki seseorang hamba dengan kebaikan maka ia akan dipintarkan dalam majelis ilmu. Ilmu itu tidak bisa diperoleh kecuali harus belajar dengan guru untuk memperoleh pemahaman tentang. Karena manusia tentu tidak mungkin mempelajari sesuatu dari hal yang kosong, akan tetapi harus dari sumber informasi yakni guru," ujar Sofin Sugito.

Pentingnya bersanad atau berguru, kata dia, salah satunya adalah untuk memverifikasi informasi.

Bahkan seorang Presiden Soekarno pun kala itu juga memiliki sanad keilmuan Islam yang jelas dari HOS Cokroaminoto yang pernah berguru dengan Ki Ageng Muhammad Besari dan jika dirunut ke atas merupakan murid Ki Ageng Donopuro yang juga merupakan murid Panembahan Senopati dan seterusnya.

Bung Karno juga setiap ingin mengambil keputusan penting negara juga meminta saran Kyai Hasyim Asy’ari. Namun, hal tersebut yakni terkait dengan sanad keilmuan nampak kurang familiar pada generasi muda saat ini.

"Untuk mendalami makna filosofis dan hikmah dalam beribadah dan beragama, wajib hukumnya memiliki guru. Orang yang memiliki transfer misi keguruan itu adalah bagian dari mengokohkan ilmu agama. Kalau tidak ada transfer ilmu pengetahuan maka orang akan semaunya dalam berbicara agama," tuturnya.

Seperti belajar agama melalui Youtube, itu sangat dimungkinkan hanya mengetahui dasarnya saja karena terbatas dengan waktu, tema dan lain sebagainya.

"Keterbatasan ini sangat memungkinkan bagi yang mendengarkan akan salah paham atau paham sedikit kemudian langsung diamalkan, itu sangat berbahaya, karena sejatinya pendalaman perlu dilakukan dengan mulazamah atau bertatap muka dengan guru," kata Sofin Sugito.*