DP3A Sulteng: Kekerasan perempuan-anak masih sering terjadi

id dp3a,dp3a provinsi sulteng,sulteng,sukarti,pemprov sulteng,kekerasan terhadap perempuan,perempuan

DP3A Sulteng: Kekerasan perempuan-anak masih sering terjadi

Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3A Sulteng Sukarti (kanan) pada suatu acara. (Dok. DP3A Sulteng)

Iya, perempuan dan anak masih sering mengalami kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik,
Palu (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu masih sering terjadi, yang dominan perempuan sebagai korban.

"Iya, perempuan dan anak masih sering mengalami kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik," ucap Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3A Provinsi Sulteng Sukarti, di Palu, Ahad.

Berdasarkan data DP3A melalui aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), tercatat kasus kekerasan pada kurun waktu Februari hingga April 2021 berjumlah 114 kasus berbasis gender.

Berdasarkan data dalam Simfoni-PPA pada bulan Februari terjadi 27 kasus kekerasan terdiri dari laki-laki menjadi korban sebanyak empat kasus, dan perempuan menjadi korban sebanyak 23 kasus.

Kemudian, pada bulan Maret, terjadi 71 kasus kekerasan berbasis gender di Sulawesi Tengah yang terdiri dari laki-laki sebagai korban delapan kasus, dan perempuan sebagai korban berjumlah 65 kasus.

Baca juga: DP3A Sulteng ungkap perempuan sering mengalami kekerasan dari orang dekat
Baca juga: DP3A Sulteng percepat penyusunan muatan ranperda pemenuhan hak anak
Baca juga: DP3A Sulteng inisiasi penyusunan ranperda cegah perkawinan dini
Baca juga: Kepala DP3A Sulteng: D'Pena jadi informasi pemberdayaan perempuan-anak


Berikutnya, April tercatat 116 kasus terdiri dari laki-laki sebagai korban 16 kasus, dan perempuan sebagai korban berjumlah 106 kasus.

"Melihat data-data ini maka perempuan masih cenderung mengalami kekerasan dalam kehidupan sosial, termasuk di dalam rumah tangga," ujarnya.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, salah satunya karena ketidakpahaman terhadap nilai-nilai agama dan aturan-aturan yang ada.

"Juga tidak memahami tentang gender, dan pemenuhan hak, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan," ujarnya.

Di dalam rumah tangga, perempuan dan laki-laki perlu saling memahami dan menghargai.

Laki-laki harus menjadi pelindung, harus menjadi pengayom dan penuntun bagi perempuan, dan perempuan bukan tempat pelampiasan amarah laki-laki," ungkapnya.

Berbeda, dengan kasus kekerasan terhadap anak. Dimana, kasus kekerasan terhadap anak dan pelakunya juga merupakan anak, maka kemungkinan besar faktor pola asuh yang keliru menjadi penyebab.*