Catatan Akhir Tahun - Sulteng Masih Tujuan Primadona Para Transmigran

id transmigrasi

Catatan Akhir Tahun - Sulteng Masih Tujuan Primadona Para Transmigran

Salah sebuah rumah warga transmigrasi di Desa Tokelemo yang dijual lalu ditinggalkan penghuninya untuk kembali ke kampung halaman mereka di Jawa. (ANTARA/Anas Massa)

Palu,  (antarasulteng.com) - Provinsi Sulawesi Tengah hingga 2015 masih menjadi daerah primadona tujuan para transmigran dan hal itu masih akan berlanjut pada 2016.

Indikatornya adalah jumlah kepala keluarga transmigran yang ditempatkan setiap tahunnya terus bertambah, sementara sejumlah provinsi lainnya telah "angkat tangan" karena berbagai alasan, antara lain keterbatasan lahan untuk permukiman.

Di provinsi berpenduduk sekitar 2,8 juta jiwa ini, sebagian kabupaten masih memiliki lahan terbuka yang cukup luas dan belum digarap secara maksimal yang potensial untuk dijadikan kawasan permukiman transmigran.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng Abd Razak mengemukakan selama 2015 pihaknya telah menempatkan 175 KK pada beberapa kabupaten di Sulteng, sementara program 2016 akan ditambah menjadi 400 KK transmigran baru asal pulau Jawa.

Ia menjelaskan bahwa pada 22 Desember 2015, telah tiba sebanyak 125 KK transmigran asal Banten dan Jawa Tengah yang ditempatkan di UPT Umpanga serta asal Jawa Timur dan Jawa Barat yang ditempatkan di UPT Tokala Atas, keduanya di Kabupaten Morowali. Seluruh transmigran tersebut diberangkatkan dari Provinsi Bali bersamaan dengan transmigran yang menuju sejumlah daerah lain di Sulawesi.

"Untuk 2015, kami memprogramkan sebanyak 225 KK, tetapi hanya 175 KK yang dapat direalisasikan. Kemudian 100 KK yang tertunda akan diluncurkan di 2016. Yang 100 KK ini akan ditempatkan di UPT Gancu`u, Kabupaten Poso," ujarnya.

Kemudian target penempatan 400 KK transmigran 2016 telah ditentukan beberapa daerah sebagai penerima, yakni UPT Moiyan, Kabupaten Parigi Moutong 50 KK, UPT Kabera, Kabupaten Morowali 50 KK, UPT Tokala Atas (Morowali) 100 KK, UPT Uwe Tangko (Tojo Unauna) 50 KK dan UPT Kindadal (Banggai) sebanyak 150 KK.

Pemerintah daerah setempat akan menanggung biaya hidup selama satu tahun bagi transmigran baru. Jaminan hidup yang diberikan seperi beras, minyak tanah, ikan asin dan bumbu dapur lainnya. Untuk dua bulan pertama semua kebutuhan disiapkan oleh Disnakertrans Sulteng dan 10 bulan terakhir disiapkan pemerintah kabupaten, katanya.

"Untuk beras, kami menyediakan untuk kebutuhan selama satu tahun," ungkapnya.

Selain itu setiap KK akan mendapat lahan usaha seluas dua hektare dengan pembagian tahap pertama seluas satu hektare. Tahap pertama terbagi atas lahan pekarangan seluas 0,1 hektare dan lahan usaha tani 0,9 hektare, selanjutnya untuk tahap kedua diberikan kembali seluas satu hektare sebagai lahan usaha tani.

Dukung Pembangunan Daerah

Abd Razak menjelaskan bahwa program transmigrasi yang saat ini digalakan pemerintah merupakan wujud dukungan dalam pembangunan daerah. Selain itu program transmigrasi adalah salah satu dari sembilan program Nawacita Pemerintahan Presiden Jokowi, yakni membangun dari pinggiran.

"Itu yang paling sesuai dengan transmigrasi, karena penempatan mereka di daerah pinggiran yang belum termanfaatkan dengan baik," katanya.

Sulteng hingga saat ini telah memiliki 249 UPT, dimana 220 UPT di antaranya telah diserahkan kepada pemda setempat dan sisanya masih dalam pengawasan Disnakertrans Sulteng. Kemudian 177 UPT telah menjadi desa definitif yang sebagian besar berada di Kabupaten Banggai dan Parigi Moutong.

Kontribusi trnasmigran dalam pembangunan daerah di Sulteng sangat besar, khususnya pembangunan daerah baru yang kini berkembang cukup pesat. Itu dibuktikan dengan adanya 22 kecamatan yang awalnya adalah kawasan penempatan transmigrasi yang dimulai sejak dekade 80-an.

Beberapa waktu lalu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan transmigrasi dapat menjadi alat pemerataan pembangunan. alasannya, dengan transmigrasi, daerah yang sebelumya tertinggal dan nyaris tak tersentuh pembangunan kini tumbuh menjadi daerah maju.

Pemerintah sendiri telah membangun 3.608 satuan permukiman (SP) transmigrasi yang berada di 619 kawasan transmigrasi, di antaranya telah berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru berupa 1.183 desa definitif, 385 bekas satuan permukiman transmigrasi berkembang menjadi ibu kota kecamatan, 104 bekas satuan permukiman transmigrasi mendukung terbentuknya ibu kota kabupaten, serta dua ibu kota provinsi.

"Untuk kawasan transmigrasi baru 2016, Pemprov Sulteng telah menyiapkan dua daerah yakni Lalundu di Kabupaten Donggala dan Bangkurung di Kabupaten Banggai Laut," ujar Kadis Nakertrans Sulteng Abd Razak.

Hal senada disampaikan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako Palu Dr Eko Joko Lelono bahwa kontribusi transmigrasi sangat besar dalam mewujudkan kawasan baru sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Selain itu transmigran juga memiliki andil penting dalam pemerataan pembangunan Indonesia bagi daerah yang masih dianggap tertinggal.

"Kita perlu mendukung dan memberikan apresiasi terhadap upaya pemerintah untuk kembali memasyarakatkan program transmigrasi, serta membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap program tersebut," ujarnya.

Semenara Abdul Razak menambahkan bahwa sukses atau gagalnya program tersebut tidak terlepas dari evaluasi dan monitoring yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Ia mencontohkan transmigran yang berada di Kabupaten Poso ada yang terkena penyakit TBC sejak dari daerah asalnya. Padahal, pemerintah telah menetapkan persyaratan bahwa transmigran yang ikut program pemerintah tersebut harus berbadan sehat.

"Tetapi kenyataanya ada yang datang dengan keadaan sakit, berarti rekrutmen di daerah asal tidak bagus," ungkapnya.

Razak berharap hal tersebut dapat menjadi perhatian serius pemerintah pusat untuk menempatkan transmigrasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sehingga nantinya tidak menjadi masalah baru bagi daerah tujuan transmigran.

Sukses Transmigran

Sulteng mencatat kisah banyak transmigran yang sukses, bahkan sebagian dari mereka mendapatkan penghargaan sebagai transmigran teladan dari Kementerian Transmigrasi. Misalnya, Owo Suyanto (63), asal Desa Sukasari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, berhasil mendapatkan peringkat pertama untuk transmigrasi teladan tahun 2011.

Pria kelahiran 10 Oktober 1952 dengan hanya berpendidikan sekolah dasar (SD), mampu meraih sukses di UPT Bokat VII, Kecamatan Tiloan, Kabuaten Buol. Berkat lahan yang diusahakannya, ia mampu meraih puluhan juta rupiah dalam setiap bulannya.

Hal yang sama juga dialami Sumarsono (47), mendengar kisah sukses kerabatnya di Kecamatan Tolili Kabupaten Banggai dengan mengikuti program transmigrasi, membuatnya tertarik untuk mengikutinya. Bersama istri sekitar 22 tahun yang lalu, ia menginjakan kaki pertama kalinya di UPT 24 Kecamatan Toili yang saat ini telah menjadi Desa Bukit Jaya.

"Alhamdulillah, dengan kerja keras saya bisa menikmati hasilnya sekarang dan telah meluluskan putri pertama di perguruan tinggi," ungkapnya.

Ia tidak menceritakan berapa besar penghasilan dalam sebulan, namun saat ini dengan beberapa hektare lahan perkebunan yang ditanami jahe dan rempah-rempah lainnya serta peternakan yang dimiliki, sudah lebih dari cukup bila dibandingkan puluhan tahun di daerah asalnya Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Namun demikian, transmigran yang gagal juga tidak sedikit. Banyak warga yang terpaksa meninggalkan permukiman dan kembali ke daerah asal setelah menjual rumah dan bantuan-bantuan yang diberikan karena tidak kuat bertahan dengan berbagai alasan.

Alasan yang paling banyak dikeluhkan adalah lahan usaha yang dijanjikan tidak kunjung dibagikan kepada transmigran, atau kalaupun sudah dibagikan, ternyata lahan itu diklaim sebagai milik warga lokal sehingga transmigran tidak bisa mengusahakannya.