Palu, (antarasulteng.com) - Tim Pengedalian Inflasi Daerah (TPID) menyatakan stok sembako di daerah itu mencukupi kebutuhan dan harganya juga relatif stabil.
"Kecuali salah satu komoditi yaitu bawang merah, harganya bergerak naik dan hingga kini masih bertahan tinggi," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulteng Abubakar Alamahdali di Palu, Senin.
Ia mengatkan pemerintah melalui TPID dan tim dari masing-masing intansi terkait terus melalukan monitoring stok dan harga sembako serta kebutuhan rumah tangga lainnya di pasaran setempat.
Baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota sesuai dengan laporan dan data menunjukkan persediaan berbagai kebutuhan masyarakat cukup memadai.
"Begitu pula harga sembako relatif stabil dan terkendali," kata dia.
Khusus bawang merah, katanya, masih tingginya harga dikarenakan pasokan kurang dan permintaan meningkat.
Kurangnya pasokan yang memicu harga bawang merah di pasaran masih tinggi karena banyak petani yang gagal panen akibat masih hujan.
Sejak dua bulan terakhir ini, curah hujan di wilayah Sulteng, termasuk di daerah sentra produksi bawang yakni di Kabupaten Sigi dan Dataran Tinggi Napu di Kabupaten Poso cukup tinggi.
Setiap hari, hujan deras mengguyur dua daerah sentra produksi itu menyebabkan tanaman bawang banyak membusuk sebelum tiba musim panen.
"Ini yang memicu harga kebutuhan itu bergerak naik di pasaran Kota Palu," katanya.
Sementara harga beras, minyak goreng, bawang putih, gula pasir, daging sapi masih tetap bertahan sama seperti sebelumnya.
Harga beras medium di pasaran dijual Rp8.500/kg dan beras premium menapai Rp11.000/kg. Gula pasir Rp16.000/kg, minyak goreng Rp14.000/kg dan daging sapi Rp95.000/kg.
Stok beras di gudang Bulog Sulteng masih mencapai 20.000 ton. Stok itu cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga beberapa bulan ke depan.
Inflasi terkendali
Sebelumnya Kepala Bank Indonesia Perwakilan Palu Purjoko menilai Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sukses mengendalikan inflasi sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Purjoko menyebutkan bahwa pada 2013, inflasi di daerah ini mencapai 7,75 persen, naik menjadi 8,85 persen pada 2014, namun kemudian turun drastis menjadi 4,17 persen pada 2015.
Pada akhir 2016 nanti (Januari-Desember 2016), saya optimistis inflasi akan berada pada kisaran 4,5 persen," ucapnya.
Menurut dia, ada dua hal mendasar yang menyebabkan optimisme tersebut muncul yakni pertama di seluruih Sulteng saat ini sudah terbentuk 14 Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang terdiri atas TIPD provinsi, TPID Kota Palu dan 12 TIPD di seluruh kabupaten se-Sulteng.
"Kita sudah punya TIPD di seluruh kabupaten/kota plus TIPD provinsi sehingga upaya pengendalian inflasi akan lebih efektif dan intensif," ujarnya.
Optimisme kedua adalah dengan terbentuknya TPID di seluruh kabupaten/kota, pengendalian harga-harga kebutuhan masyarakat, terutama komoditas yang memberi dampak terhadap inflasi/deflasi, lebih terantisipasi dengan baik.
"Bila ada kenaikan harga, pengendaliannya lebih cepat sehingga dampaknya dapat diminimalisasi," tuturnya.
Berita Terkait
Pakar Unej paparkan tiga faktor negara ASEAN mampu atasi pandemi COVID-19
Selasa, 14 Juli 2020 6:49 Wib
Destiny lies in piles of ancient Chinese books
Minggu, 8 September 2019 9:47 Wib
Yusril: Abubakar Baasir memiliki hak dibebaskan
Selasa, 22 Januari 2019 6:42 Wib
Sulteng Berhasil Jaga Stabilisasi Harga Pangan
Selasa, 1 Agustus 2017 13:21 Wib
Pemprov Sulteng Berupaya Tekan Inflansi
Jumat, 19 Mei 2017 13:41 Wib
Ketersediaan Pangan Hadapi Nyepi Cukup Memadai
Minggu, 19 Maret 2017 12:58 Wib
TPID Sulteng Terus Awasi Perferakan Sembako
Senin, 23 Januari 2017 10:52 Wib
Disperindag Minta Warga Waspadai Parsel Kadaluarsa
Sabtu, 10 Desember 2016 8:03 Wib