Hakim Periksa Delapan Saksi Dugaan Korupsi UT

id hakim

Hakim Periksa Delapan Saksi Dugaan Korupsi UT

Ilustrasi (Antarasulteng/Basri Marsuki)

Palu,  (antarasulteng.com) - Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Palu memeriksa delapan saksi pada sidang lanjutan dugaan korupsi Dana Wisuda dan Upacara Penyerahan Ijazah (UPI) Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) Palu tahun 2011-2012, Selasa.

Kasus dugaan korupsi senilai Rp1 miliar lebih itu, menyeret mantan Bendahara Risna.

Sedangkan mereka yang diperiksa sebagai saksi di antaranya adalah Wira, Asni, Yakobus, dan Taufik.

Para saksi itu ditanya seputar mekanisme pemungutan biaya dan pengelolaannya.

Dalam kesaksiannya, Asni mengakui bahwa pada pelaksanaan wisuda, panitia membebankan Rp1,5 juta kepada setiap mahasiswa. Dananya disetorkan ke rekening Risna.

Dana tersebut, sebanyak Rp625 ribu disetorkan ke pusat dan sisanya dipakai untuk kegiatan seperti lomba jalan sehat, biaya konsumsi dan sewa gedung.

"Biaya itu merupakan hasil dari keputusan rapat bersama. Tapi terkait kebijakan penyetoran ke rekening Risna, saya tidak tahu," kata Asni di hadapan majelis hakim yang diketuai Made Sukanada itu.

Sedangkan saksi Wira mengaku pernah disampaikan adanya dana sebesar Rp300 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal itu diketahui setelah audit yang dilakukan Satuan Pengawas Internal (SPI).

"Dari Rp300 juta itu, sudah termasuk uang sebesar Rp625 ribu dari masing-masing mahasiswa yang tidak semuanya disetorkan ke pusat," ujar Wira.

Sementara saksi Yakobus dan Taufik mengatakan atas temuan tersebut, mereka terpaksa mengembalikan uang dengan cara dicicil melakui potongan gaji sebanyak tiga kali.

Dakwaan JPU terhadap Risna diduga melakukan korupsi dana wisuda dan UPI sebesar Rp1 miliar lebih.

Kasus tersebut bermula saat UT Pusat menentukan besaran biaya wisuda sebesar Rp625 ribu per mahasiswa.

Sedangkan total mahasiswa yang diwisuda dan UPI sebanyak 1.018 orang, yaitu 652 orang tahun 2011 dan tahun 2012 sebanyak 366 orang.

"Namun UPBJJ-UT Palu meminta kepada mahasiswa senilai Rp1,5 juta dan tidak semuanya disetorkan ke UT Pusat," kata JPU Erlin.