Kakao Masih Komoditi Primadona Sulteng

id kakao

Kakao Masih Komoditi Primadona Sulteng

Panen kakao hasil program intensifikasi perkebunan Petani desa Lembantongoa panen kakao hasil program intensifikasi perkebunan ()

Palu,  (antarasulteng.com) - Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Tengah Nahyun Biantong mengatakan kakao masih merupakan komoditi primadona untuk dikembangkan bersama oleh pemerintah dan masyarakat di daerah itu.

"Hingga kini komoditi perkebunan tersebut masih merupakan sumber penghasilan terbesar para petani di Provinsi Sulteng," katanya di Palu, Selasa.

Petani di Sulteng, kata dia, selama ini banyak mengandalkan kakao sebagai penompang hidup keluarga mereka. Semua kabupaten di daerah ini rata-rata memiliki areal perkebunan kakao yang cukup luas.

Luas areal tanaman kakao di Provinsi Sulteng saat ini tercatat 289.274 hektare dengan hasil produksi mencapai 158.278 ton per tahun.

Ia mengatakan sekitar 60 ribu ton dari total produksi kakao petani Sulteng berasal dari Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).

Selain kakao, juga kopi, cengkih dan kelapa sawit menjadi komoditi unggulan Sulteng.

Nahyun menambahkan ketika terjadi krisis moneter (krismon) 1998, kakao menjadi sumber penghasilan terbesar bagi petani di seluruh wilayah Sulteng.

Saat krismon berlangsung, justru petani kakao tetap tersenyum karena harganya di pasaran luar maupun dalam negeri, termasuk di Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng tiba-tiba langsung melonjak tajam.

Pada waktu itu, harga kakao di pasaran lokal normalnya Rp12.000/kg. Tetapi ketika krismon, harganya langsung melonjak tajam mencapai diatas Rp30.000/kg.

Kenaikan harga yang sangat drastis tersebut membuat banyak petani Sulteng tiba-tiba menjadi kaya. Banyak petani yang langsung membeli kendaraan mobil dan membangun rumah dari hasil penjualan kakao.

Kadis Perindustrian dan Perdagangan Sulteng, Abubakar Alamahdali mengatakan, Sulteng saat ini menjadi daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia.

Dahulu penghasil kakao terbesar adalah Sulsel. Tetapi sekarang ini justru Sulteng penghasil kakao terbesar di Tanah Air.

Untuk meningkatkan pendapatan petani dan daerah, Pemprov Sulteng tahun lalu telah membangun industri rumah cokelat yang diresmikan Menteri Perindustrian.

Meski masih dalam skala kecil, tetapi industri rumah cokelat itu cukup membantu petani karena sudah bisa menampung produksi petani sekalipun terbatas jumlahnya.

"Tapi paling tidak, harga biji kakao yang dibeli dari petani jauh lebih tinggi dibandingkan di beli pedagang pengumpul,"kata dia.

Pemprov Sulteng berharap ke depan akan ada investor yang membangun pabrik cokelat di daerah ini.

Menurut dia, jika sampai ada pabrik cokelat dibangun di Sulteng, petani akan lebih sejahtera dan juga akan memberikan konstribusi besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD).