DKS Donggala Hidupkan Suasana Bioskop Tempo Dulu

id film

DKS Donggala Hidupkan Suasana Bioskop Tempo Dulu

ilustrasi/antara (antara)

Bioskop dan film telah menjadi bagian dari tradisi dan kultur masyarakat di Kota Donggala, seperti halnya kota-kota pelabuhan bersejarah lainnya di Indonesia
Palu,  (antarasulteng.com) - Dewan Kesenian Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, bekerjasama Yayasan Kelola menghidupkan kembali suasana kultural bioskop tempo dulu di daerah itu yang dikemas dalam Donggala Cinema Festival 2016 pada 16-sampai 18 Desember 2016 di Banawa, ibu kota Donggala.

Sekretaris Dewan Kesenian Donggala Zulkifly Pagessa di Palu, Rabu, mengatakan, Donggala Cinema Festival tidak hanya menyajikan tontonan tayangan film bermutu namun juga menghidupkan kembali ruang sosial, ekonomi dan kultural yang menyertai keberadaan bioskop tempo dulu dengan melibatkan masyarakat setempat.

"Bioskop dan film telah menjadi bagian dari tradisi dan kultur masyarakat di Kota Donggala, seperti halnya kota-kota pelabuhan bersejarah lainnya di Indonesia," katanya.

Donggala Cinema Festival 2016 ini dikemas dengan berbagai kegiatan antara lain pemutaran film Screening, workshop dan diskusi film, pasar kuliner khas Donggala, pameran seni rupa dan fotografi, one-act plays dan pembacaan puisi serta pertunjukan musik.

Kegiatan itu didukung juga oleh PeerGroup Locatietheater Noord-Nederland dari Kedutaan Besar Belanda dan Fonds Podium Kunsten Performing Arts Fund NL.

Zulkifli mengatakan, sejak paruh awal abad ke-20, film dan bioskop telah menjadi bagian dari kehidupan dan fasilitas rekreasi primadona publik di Donggala.

Melalui film-film dari berbagai belahan dunia yang ditayangkan di bioskop di kota berjuluk kota tua itu telah menjadi "jendela" setelah pelabuhan terlebih dahulu menjadi "pintu" bagi pergaulan dan interaksi kultural secara internasional masyarakat di Kota Donggala.

Bahkan, kata dia, hingga pertengahan dekade 1990-an, di kota Donggala masih beroperasi tiga gedung bioskop, yaitu Bioskop Megaria, Bioskop Muara dan Bioskop Gelora.

"Bioskop-bioskop legendaris itu telah menjadi salah satu penanda kultural bagi masyarakat di kota Donggala," katanya.

Menurut Zulkifly, pada 1936 telah berdiri 227 bioskop di Hindia Belanda. Sebuah bioskop yang bernama Apollo Theater yang berada di kota Donggala, juga salah satu dalam daftar bioskop itu.

Sejarah bioskop itu kata dia tertuang dalam dalam buku Orang Jawa Bikin Film karya Misbach Yusa Biran. Dalam buku itu memuat sebuah daftar bioskop di Hindia Belanda yang disusun bersama antara Gabungan Importir Film, Departemen Film Perusahaan Dagang Kian Gwan dan Tuan Weskin yang dirilis pada majalah Film Revue, Nomor 22 / Maret 1936.

"Apollo Theater itu berada dalam urutan 62 dalam daftar," katanya.

Dari sejarah ini membuktikan bahwa kota Donggala juga menjadi bagian dari sejarah perfilman di Nusantara sejak film pertama di putar untuk pertama kalinya di Batavia pada tahun 1900.

Zulkifly mengatakan, kala itu bioskop-bioskop di Donggala telah menjadi ruang sosial, ekonomi dan kultural dimana masyarakat berekreasi dan berinteraksi satu dengan lainnya.

Di sekitar bioskop tersebut juga tumbuh berbagai bentuk aktivitas kreatif publik dan ruang ekonomi bagi masyarakat.

"Misi utama dari Donggala Cinema Festival adalah mendorong transformasi di tengah masyarakat kota tua Donggala melalui kekuatan film dan bioskop sebagai ruang transformasi sosial dan kultural," katanya.