Akademisi: Nelayan Harus Selektif Gunakan Alat Tangkap

id nelayan

Akademisi: Nelayan Harus Selektif Gunakan Alat Tangkap

KESEJAHTERAAN NELAYAN MENINGKAT Nelayan membawa ikan hasil tangkapan yang baru diturunkan dari kapal penangkap ikan di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Minggu (5/2). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan pada tahun 2016, Nilai Tukar Nelayan (NTN) mencapai 109, angka itu meningkat

Palu,  (antarasulteng.com) - Akademisi Univesritas Tadulako Palu Dr Ir Fadly Y Tantu, M.Si berharap nelayan selektif dalam menggunakan alat tangkap untuk menjaga kelestarian lingkungan.

"Selektifitas dalam menggunakan alat tangkap sangat penting untuk menjaga ekosistem lingkungan," katanya di Palu, Senin.

Dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako itu mencontohkan penangkapan yang dilakukan dekat dengan terumbu karang, jangan menggunakan alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang.

Kemudian kalau nelayan menggunakan pukat pantai, pada intinya jangan sampai menangkap benih-benih yang akan berkembang menjadi ikan dewasa, atau yang akan bereproduksi.

"Sehingga pada akhirnya akan mengarah pada alat tangkap yang ramah lingkungan," ujarnya.

Selektifitas alat tangkap dalam hal ini, kata dia, yakni nelayan hanya menangkap untuk jenis tertentu atau ukuran tertentu. Karena kalau nelayan menangkap dari induk hingga yang kecil, maka akan menurunkan populasi ikan laut.

Beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Kelautan, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, Yunber Bamba mengemukakan penggunaan trawl atau pukat harimau yang dilarang pemerintah berdasarkan Keppres No.39 Tahun 1980 hingga saat ini tidak ditemukan lagi di kalangan nelayan di Sulawesi Tengah.

"Syukurlah sampai saat ini, pukat harimau atau hasil modifikasinya yang disebut cantrang sudah tidak pernah ditemukan lagi di perairan laut Sulteng," ungkapnya.

Sejak Keppres No.39/1980 diterbitkan, katanya, maka sejak saat itu otoritas kelautan di Sulawesi Tengah meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat "sapu bersih" segala makhluk laut tanpa melihat ukurannya itu.

Yunber yakin betul bahwa daerahnya telah bebas dari penggunaan trawl karena nelayan di daerah itu sangat sensitif dengan alat tangkap itu.

"Kalau ada yang coba-coba gunakan itu, nelayan akan segera melaporkan kepada petugas, atau mereka sendiri yang akan mengusir yang bersangkutan," ujarnya.

Karena itu, kata Yunber, ketika muncul Permen Kelautan dan Perikanan No.2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan pukat trawl, nelayan di provinsi ini tenang-tenang saja, tidak ada protes karena memang nelayan setempat tidak menggunakan alat tangkap tersebut.

Ia juga menyebutkan bahwa pengawasan oleh masyarakat (nekayan) terhadap penggunaan alat tangkap telarang serta bahan peledak dan bahan kimia sudah semakin efektif karena Dinas Kelautan dan Perikanan setempat cukup intens membina dan memperkuat kelembagaan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) kejahatan dalam penangkapan ikan di laut.