Evaluasi Inflasi, BI Sulteng Gelar Fokus Grup Diskusi

id BI SULTENG

Evaluasi Inflasi, BI Sulteng Gelar Fokus Grup Diskusi

Suasana FGD Bank Indonesia Sulteng yang dipimpin oleh Kepala BI Sulteng, Miyono (tengah) bersama sejumlah instansi teknis terkait. (www.antarasulteng.com/Fauzi)

Ini merupakan salah satu upaya BI untuk lebih fokus dalam mengurangi tekanan inflasi, selain beberapa upaya lainnya yang akan dilakukan
Palu, (antarasulteng.com) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tengah menggelar fokus group diskusi (FGD) untuk melakukan evaluasi perkembangan inflasi di Sulteng dan bagaimana upaya pengendaliannya.

Kegiatan yang digelar di salah satu rumah makan di Kota Palu itu menghadirkan sejumlah instansi terkait lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah seperti Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura.

"Ini merupakan salah satu upaya BI untuk lebih fokus dalam mengurangi tekanan inflasi, selain beberapa upaya lainnya yang akan dilakukan," kata Kepala BI Sulteng, Miyono di Palu, Selasa.

Menurut dia, akibat dari adanya inflasi, dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang sejahtera, karena daya beli menjadi tergeroroti. Walapun pendapatan mereka naik, tetapi barang yang mereka peroleh tetaplah sama.

Selain itu, kata dia, di tahun 2017, program-program yang akan dilaksanakan BI Sulteng juga fokus terkait dengan ketahanan pangan. Karena sebagian sebagai besar dana bantuan sosial BI akan dialokasikan dan difokuskan pengembangan komoditi beras dan cabai di Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi Moutong dan Tojo Unauna.

"Progran BI akan fokus pada penyediaan infrastruktur untuk komoditi itu, supaya lebih berkesinambungan dengan jangka yang panjang. Infrastruktur seperti pembangunan jaringan irigasi, penyediaan traktor dan sarana prasarana produksi pertanian lainnya," ungkapnya.

Terkait dengan komoditi tanaman cabai yang menjadi salah satu penyebab inflasi di Kota Palu di Januari dan Februari 2017, Miyono berharap pemerintah daerah bisa melakuan upaya persuasif kepada pedagang-pedagang di pasar besar Palu yakni Masomba dan Manonda.

"Sebaiknya pedagang dihimbau untuk ikut memperhatikan pasokan cabai di Kota Palu, sebelum menjual ke luar kota Palu, sehingga harga bisa lebih baik," harapnya.

Karena bagi dia, dengan harga yang begitu tinggi, belum tentu sebagian besar dapat dinikmati oleh petani, karena kemungkinan pedagang juga ikut menikmati untung yang lebih besar.

"Walaupun keuntungan didapatkan besar dari komoditi cabai, tetapi harga komoditi lain ikut naik karena ada tekanan inflasi, juga tidak ada gunanya," tutup Miyono.

Sebelumnya Kepala Bidang statistik distribusi Badan Pusat Statistika (BPS) Sulteng Moh. Wahyu mengatakan inflasi Kota Palu sebesar 1,32 persen pada Bulan Januari 2017, sementara cabe rawit telah menyumbang angka infkasi sebesar 0,35 persen.

Untuk Bulan Februari 2017, kata dia, cabai rawit dari kelompok bahan makanan masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Palu sebesar 0,21 persen dari inflasi total sebesar 0,29 persen. (FZI)