Kemenkumham Belum Temukan TKA Ilegal Di Morowali

id kemenkumham

Kemenkumham Belum Temukan TKA Ilegal Di Morowali

Kakanwil Kemenkumham Sulteng Iwan Kurniawan, SH.MSi. (Antarasulteng.com/Rolex Malaha)

Iwan Kurniawan: kita harus sangat hati-hati melihat persoalan TKA ini.
Palu (antarasulteng.com) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Tengah Iwan Kurniawan, SH.MSi mengemukakan sampai saat ini pihaknya belum menemukan ada tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang bekerja pada industri pertambangan di Morowali.

"Kami sudah melakukan pengawasan melalui tim pengawasan orang asing (Timpora) yang ada di semua kabupaten. Belum ada TKA ilegal yang ditemukan di sana. Semua punya dokumen keimigrasian yang lengkap," katanya menjawab Antara yang menghubunginya di Palu, Minggu, menanggapi demo massa Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulteng.

Dalam aksi di DPRD dan Kantor Gubernur Sulteng, Rabu (29/3), FPR mendesak pemerintah menindak tegas TKA ilegal yang banyak bekerja di perusahaan tambang di daerah itu, khususnya di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.

Kakanwil Iwan Kurniawan mengakui bahwa belum lama ini, pihaknya mendeportasi sejumlah pekerja asing asal Tiongkok yang menyalahgunakan izin tinggalnya, tetapi itu bukan dari wilayah Morowali, tetapi dari wilayah Kota Palu.

"Kami akan terus menerus tanpa henti merespons keinginan masyarakat karena itu sejalan dengan kebijakan kami dalam pengawasan orang asing. Kami sudah lakukan, namun sampai saat ini, kami belum menemukan ada perusahaan yang nyata-nyata membawa TKA ilegal masuk Sulteng," ujarnya.

Iwan kemudian menjelaskan perjalanannya bersama Timpora ke Morowali beberapa waktu lalu dan menemui pimpinan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Bungku, sebuah perusahaan raksasa Tiongkok yang sedang membangun smelter bernilai triliunan rupiah, yang merupakan mitra PT. Bintang Delapan Mineral.

"Dari penjelasan mereka terlihat jelas bahwa mereka tidak mungkin mendatangkan TKA ilegal, karena hal itu akan menyusahkan mereka sendiri bahkan investasi mereka bisa ditutup kalau terbukti membawa TKA secara ilegal," ujarnya.

Timpora, katanya, sudah memeriksa perusahaan yang mempekerjakan sekitar 16.000 karyawan, 1.600 di antaranya TKA asal Tiongkok itu. Semua TKA memiliki dokumen yang lengkap, mereka pun ditempatkan di sebuah asrama terpisah sehingga mereka sulit berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat.

"Kalau ada yang ditemukan keluar asrama tersebut tanpa izin, pasti mendapat sanksi berat, seperti dipulangkan ke Tiongkok," kata Iwan lagi.

Jadi, katanya, semua pihak harus berhati-hati untuk mengatakan bahwa perusahaan tambang di Morowali mempekerjakan TKA ilegal kalau tidak punya bukti kuat.

Terkait isu bahwa pekerja yang didatangkan perusahaan tambang itu bukannya tnaga ahli, Iwan yang mengutip penjelasan direksi PT.IMIP menyebutkan bahwa semua TKA asal Tiongkok adalah tenaga ahli atau spesialis.

Mengapa perlu tenaga ahli, kata Iwan, karena semua kontrak dalam proyek itu dituangkan dalam bahasa China sehingga untuk pelaksanaannya di lapangan, dibutuhkan orang-orang yang bisa berbahasa China guna menerjemahkan dan mengarahkan pelaksanaan pekerjaan di lapangan kepada tenaga kerja Indonesia.

"Mereka itu banyak yang insinyur, jadi mereka harus turun lapangan untuk mengarahkan pekerja Indonesia sesuai dengan tuntutan dalam kontrak. Jadi kalau mereka turun lapangan, bukan berarti mereka buruh kasar," ujarnya.

Terkait isu bahwa ada disparitas upah yang menyolok antara TKA dengan pekerja lokal, Iwan mengatakan itu wajar terjadi karena semua TKA yang bekerja di Morowali dikontrak berdasarkan ketentuan upah di Tiongkok.

"Gaji mereka pun tidak dibayarkan di Morowali teapi di Tiongkok dengan mata uang Yuan. Kalau dirupiahkan, maka jumlahnya tentu jauh berbeda dengan tenaga lokal," ujarnya.

Iwan juga mengatakan bahwa dalam strategi penggunaan TKA, PT.IMIP tersbeut mendatangkan pekerja dari Tiongkok berdasarkan kebutuhan pekerjaan.

Sebagai contoh, bila dalam periode bulan tetentu, tuntutan pekerjaan membutuhkan 500 TKA, maka yang didatangkan 500 orang, setelah pekerjaan selesai, mereka dikembalikan lalu didatangkan lagi TKA lain sesuai spesialisasi dan volume pekerjaan yang diperlukan.

"Kita harus sangat hati-hati melihat persoalan TKA ini. Kalau kita tarik kepada kebijakan pemerintah, negara kita sedang mencoba meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satunya lewat investasi, bisa dari dalam bisa dari luar negeri. Investasi dari luar negeri tentu tidak hanya membawa uang ke Indonesia, tetapi juga orang-orang yang diperlukan. orang-orang asingnya ini yang kita atur," ujar Iwan lagi.