Eco-vision calon kepala daerah menuju masa depan berkelanjutan

id Eco vision,Lingkungan,Calon pemimpin daerah,Pilkada

Eco-vision calon kepala daerah menuju masa depan berkelanjutan

Ilustrasi Pilkada Serentak 2024. (ANTARA/Ilustrator Febrian)

Jakarta (ANTARA) - Kelestarian lingkungan hidup menjadi isu strategis yang kian mengemuka, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam secara bijak.

Kondisi lingkungan yang baik tidak hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga menjadi salah satu tolok ukur dalam menilai suatu kepemimpinan.

Visi lingkungan calon kepala daerah memegang peranan kunci sebagai peta jalan menuju pembangunan yang berkelanjutan.

Seiring makin dekatnya pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, visi lingkungan yang jelas, terukur, dan dapat diimplementasikan secara konsisten menjadi tuntutan mutlak.

Visi tersebut harus mampu mengintegrasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan upaya pelestarian lingkungan, sehingga tercipta keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan generasi saat ini dan masa depan.

Seorang pemimpin daerah perlu memahami bahwa lingkungan hidup yang lestari merupakan modal utama dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.

Hutan yang hijau, udara yang bersih, sumber air yang melimpah, dan ekosistem yang sehat adalah aset berharga yang perlu dijaga kelestariannya.

Setiap calon kepala daerah harus menunjukkan komitmen nyata terhadap upaya pelestarian lingkungan. Ini bisa dimulai dengan mengintegrasikan kebijakan ramah lingkungan dalam setiap aspek perencanaan dan pembangunan daerah.

Kebijakan tersebut mencakup pengelolaan sampah yang efisien, pengurangan emisi karbon, pelestarian hutan, dan konservasi sumber daya air.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup (Pasal 3).

Selain itu, undang-undang ini mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terintegrasi dalam rencana pembangunan daerah (Pasal 14).

Ini berarti bahwa setiap kebijakan dan program pembangunan kepala daerah ke depan harus mempertimbangkan dampak lingkungannya dan berupaya untuk meminimalkan kerusakan.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan berkelanjutan (Pasal 19). Sumbernya dan memanfaatkan kembali sampah yang dapat didaur ulang juga diatur dalam Pasal 22. Undang-undang ini juga mengharuskan pemerintah daerah untuk mengurangi sampah.

Hanya saja, hingga saat ini, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020, Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta, dengan sebagian besar sampah tidak dikelola dengan baik dan juga masih banyak daerah belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang efisien.

Hal ini menekankan pentingnya sistem pengelolaan sampah yang efisien dan ramah lingkungan.

Untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah, pemerintah daerah perlu menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan teknologi. Ini termasuk pengelolaan sampah rumah tangga dengan pemilahan dan daur ulang.

Pemerintah daerah juga harus membangun infrastruktur pengolahan sampah yang modern dan meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya pengurangan sampah plastik.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara mengatur bahwa instansi atau pemerintah daerah yang bertanggung jawab pada daerah tertentu harus mengembangkan strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara.

Ini menunjukkan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menangani masalah polusi udara dan perubahan iklim.

Emisi karbon dari sektor transportasi dan industri di Indonesia terus meningkat. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan emisi GRK sektor industri di Indonesia mencapai 238,1 juta ton CO2e pada 2022. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya implementasi kebijakan untuk mengurangi emisi karbon.

Pemerintah daerah harus mendorong penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, serta mengembangkan transportasi umum berbasis listrik. Selain itu, pemerintah daerah perlu memberlakukan regulasi yang ketat terhadap industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Hasil analisis Auriga Nusantara menunjukkan deforestasi Indonesia tahun 2023 mencapai 257.384 hektare, dominan terjadi dalam kawasan hutan negara. Deforestasi yang tidak terkendali dan konversi lahan tanpa izin dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem dan penurunan keanekaragaman hayati.

Selain itu, kerusakan juga terjadi pada air. Laporan World Resources Institute (WRI) menunjukkan bahwa beberapa wilayah di Indonesia mengalami kekurangan air bersih akibat pencemaran dan pengelolaan yang buruk. Kurangnya tindakan untuk melindungi dan mengelola daerah aliran sungai (DAS) yang tidak sejalan dengan prinsip perlindungan lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

Maka dari itu dalam upaya pelestarian hutan, pemerintah daerah harus menghentikan deforestasi ilegal dan memperketat pengawasan terhadap konversi lahan.

Kerja sama dengan komunitas lokal untuk program reboisasi dan konservasi hutan serta mempromosikan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sangat diperlukan. Selain itu, konservasi sumber daya air serta pemerintah daerah juga perlu membangun infrastruktur pengelolaan air yang efektif, seperti bendungan dan sistem irigasi yang efisien. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi air dan mengimplementasikan praktik pertanian yang hemat air juga merupakan langkah penting dalam memastikan ketersediaan air bersih bagi semua.


Partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan tidak bisa diabaikan. Calon kepala daerah harus mampu memberdayakan komunitas lokal melalui program-program pendidikan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian alam. Kampanye penghijauan, program adopsi pohon, dan pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah adalah beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menggariskan hak setiap orang untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang ini juga melindungi individu yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dari tuntutan pidana maupun gugatan perdata (Pasal 66).

Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.33/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemulihan lingkungan, termasuk kampanye penghijauan dan konservasi tanah dan air.

Kampanye penghijauan yang melibatkan masyarakat terbukti efektif dalam meningkatkan tutupan lahan hijau dan mengurangi dampak perubahan iklim. Partisipasi masyarakat dalam menanam pohon membantu menambah area hijau dan memperbaiki kualitas udara. Program adopsi pohon yang diinisiasi di beberapa daerah juga menunjukkan hasil positif dalam meningkatkan kesadaran lingkungan.

Masyarakat yang terlibat dalam program ini lebih cenderung menjaga dan merawat pohon yang mereka adopsi, yang pada gilirannya meningkatkan kelestarian hutan dan ruang terbuka hijau.

Selain itu, penelitian dari UNESCO menunjukkan bahwa pendidikan lingkungan yang diterapkan di sekolah-sekolah dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan. Siswa yang terlibat dalam program pendidikan lingkungan lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan di komunitas mereka.

Visi lingkungan calon kepala daerah juga harus berfokus pada pembangunan berkelanjutan, yang mana setiap keputusan yang diambil mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masa depan generasi mendatang.

Pembangunan berkelanjutan melibatkan penggunaan sumber daya alam secara bijaksana agar kebutuhan masyarakat saat ini terpenuhi tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pembangunan berkelanjutan juga merupakan faktor kunci. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait proyek-proyek pembangunan yang berdampak pada lingkungan akan memastikan bahwa pembangunan dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Dengan pendekatan ini, calon kepala daerah dapat membangun dukungan yang kuat dari masyarakat untuk menjaga lingkungan, memastikan bahwa pembangunan tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

*) M. Azrul Tanjung, S.E., M.Si. adalah Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah