Poros Palu-Napu putus, Bina Marga kerahkan alat berat tambahan

id Longsor

Poros Palu-Napu putus, Bina Marga kerahkan alat berat tambahan

Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Sulteng Ir H Syaifullah Djafar (kedua kanan) melihat dari dekat lokasi longsor di pendakian Padeha, Kecamatan Lore Utara, Kamis (8/6) siang. (Antarasulteng.com/Istimewa)

Syaifullah Djafar: kami sedang mengerahkan dua alat berat tambahan ke lokasi longsor
Palu (Antarasulteng.com) - Arus lalu lintas di jalan provinsi yang menghubungkan Kota Palu dan dataran Lore alias Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, terputus total sejak Rabu (7/6) malam karena longsor besar yang menutupi badan jalan.

Lokasi longsor, kata Camat Lore Utara, Yanson Tokare yang dihubungi melalui telepon di Wuasa, Kamis petang, berada di pendakian Padeha, dekat dengan Desa Sedoa atau sekitar 110 km selatan Kota Palu.

Lokasi ini, katanya, memang sudah tertutup longsor pada Minggu (4/6) pascagempa bumi 6,6 pada skala Richter yang terjadi pada Senin (29/5) disusul hujan deras beberapa hari kemudian.

Namun longsoran itu segera dapat ditangani oleh Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng sehingga kendaraan bisa segera melintas walau harus membutuhkan bantuan warga setempat untuk mendorong kendaraan karena jalanan licin dan terletak di tanjakan yang cukup curam itu.

"Tadi malam terjadi lagi longsoran yang lebih besar dan menutup total badan jalan sehingga tidak ada kendaraan yang bisa lewat. Ada beberapa pengguna sepeda motor yang mendesak harus melintas, terpaksa dipikul oleh rakyat dengan ongkos jasa tertentu," ujarnya.

Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng Ir H Syaifullah Djafar, MSi yang dihubungi melalui telepon membenarkan peristiwa itu dan mengatakan baru saja kembali dari lokasi bencana itu untuk melihat dari dekat kondisi jalan dan tutupan lognsor.

"Di sana memang kita sudah punya dua alat berat yang siaga, satu buldozer dan satu excavator, namun itu tidak cukup untuk menangani longsoran saat ini sehingga kita sedang mengerahkan dua alat berat tambahan ke lokasi tersebut," ujarnya.

Menurut dia, penanganan longsoran ini membutuhkan waktu agak panjang karena operator alat-alat berat tidak berani bekerja pada malam hari sebab potensi longsoran baru di lokasi itu dan sekitarnya masih cukup tinggi sebab getaran gempa masih terus terjadi.

"Sejak gempa bumi berkekuatan 6,6 pada skala Richter sepekan yang lalu, kondisi tanah di sekitar pendakian Padeha itu tampaknya menjadi sangat labil sehingga bila ada goncangan susulan, apalagi diiringi hujan deras, potensi longsor sangat besar," ujarnya.

Sebelumnya, Syaifullah Djafar menjelaskan bahwa penanganan secara permanen jalan provinsi Palu-Napu (Lore) itu tidak cukup hanya mengaspal badan jalan yang ada saat ini tetapi harus membuat konstruksi penahan longsoran.

Alasannya, setelah gempa bumi, seluruh struktur tanah pada tebing-tebing di pinggiran jalan biasanya menjadi sangat labil dan mudah longsor. Ini terbukti saat pascagempa Lindu, Kabupaten Sigi, dimana tebing-tebing jalan sepanjang ruas Kulawi-Gimpu menjadi sangat labil sehingga longsoran masih berlangsung sampai saat ini.

"Jadi pada penanganan permanen nanti, disamping memperbaiki kerusakan permukaan jalan, juga harus dilakukan penanganan tebing (lereng) di pinggir jalan. Desain rencana penanganannya sedang disusun," ujarnya.

Dataran Napu adalah sentra produksi tanaman hortikultura di Sulteng yang menghasilkan berbagai jenis sayur mayur dan buah-buahan serta kopi, dan menjadi pemasok penting bagi pasar-pasar di Kota Palu serta memenuhi kebutuhan antarpulau ke Kalimantan.

Meski dataran Napu yang terdiri atas empat kecamatan yakni Lore Utara, Lore Timur, Lore Tengah dan Lore Peore ini masuk wilayah Kabupaten Poso, namun akses transportasi lebih lancar ke Kota Palu ketimbang ke Kota Poso, karena kondisi jalan raya lebih baik yang semuanya sudah beraspal.