Memperjuangkan Nasib Petani Morowali Utara

id Morowali, Anas Masa

Memperjuangkan Nasib Petani Morowali Utara

Noki, jurubicara kelompok tani Desa Mandula dan Po'ona, Kabupaten Morowali Utara saat aksi demo diKantor Gubernur dan DPRD Sulteng, menuntut agar PT KSG kembalikan tanah mereka yang kini sudah jadi lahan perkebunban kelapa sawit. (Foto/Antara/ Anas Massa)

"Kami dari Komisi II DPRD Sulteng akan menyiapkan waktu untuk meninjau lahan petani di Desa Po`ona dan Desa Mandula yang kini sudah ditanami sawit, tetapi masih bermasalah,"
HAMPIR seminggu belasan petani dari Kecamatan Lemboraya, Kabupaten Morowali Utara terpaksa meninggalkan keluarga, datang ke Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang "dirampas" perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Selama di Kota Palu, para petani dari Desa Mandula dan Po`ona di Kabupaten Morowali Utara itu terpaksa tinggal dan makan di Sekretariat Walhi Sulteng di Jalan S Parman, Kecamatan Palu Timur.

Niko Lamaunta, koordinator kelompok tani Desa Mandula dan Po`ona bersama beberapa anggotanya ke Kota Palu untuk menyalurkan aspirasi mereka kepada pemerintah dan DPRD Provinsi Sulteng karena sudah 10 tahun terakhir ini, tanah warisan dari para orang tua mereka dikuasai PT Kirana Sinar Gemilang (KSG) yang merupakan anak perusahaam PT Sinar Mas.

Perusahaan itu saat ini bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit di Wilayah Kecamatan Lemboraya, Kabupaten Morowali Utara.

Karena merasa dibohongi pihak perusahaan sawit tersebut, maka mereka mencoba mencari keadilan dengan mengadukan permasalahan ini kepada pihak eksekustif dan legislatif yang ada di tingkat provinsi.

Sebenarnya, persoalan lahan milik petani Desa Mandula dan Po`ona yang kini telah ditanami kelapa sawit oleh PT KSG sudah bolak-balik disampaikan kepada Pemkab Morowali Utara.

Namun, masalah yang sangat merugikan para petani di dua desa yang terletak di jalur Trans Sulawesi menuju Sorowako, Provinsi Sulawesi Selatan itu tidak kunjung mendapatkan tanggapan serius dari bupati dan dinas terkait di daerah itu.

Pemkab Morowali seakan-akan tidak mau pusing dan terkesan "tutup mata" terhadap nasib buruk yang menimpa ratusan petani di Kecamatan Lemboraya.

"Kami sudah capek dan tidak percaya lagi kepada Pemkab Morowali Utara karena persoalan ini sudah bertahun-tahun dan sudah disampaikan secara resmi dengan surat dan bertemu langsung dengan bupati, tetapi tidak juga mendapat perhatian serius," kata Niko.

Merasa tidak mendapat perhatian dari Pemkab Morowali, para petani itu mencoba mengadukan nasib mereka kepada pihak-pihak terkait di tingkat provinsi.

Karena itu, mereka meminta bantuan advokasi dari WALHI Sulteng untuk bersama-sama memperjuangkan masalah yang telah berjalan 10 tahun ini kepada pemerintah dan DPRD.

Niko mengatakan untuk persoalan tersebut, telah disampaikan kepada Ombusman Provinsi Sulteng, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengeluarkan izin hak guna usaha (HGU), padahal lahan yang dijadikan areal perkebunan kelapa sawit oleh PT KSG masih bermasalah.

Dalam audiensi dengan Ombusman Sulteng, pera petani telah menyampaikan semua masalah dengan jelas dan bukti.

Namun, pihak Ombusman menyarankan agar membuat laporan resmi kepada Ombusman sehingga bisa ditindaklanjuti.

Aksi Damai

Usai audiensi dengan Ombusman dan BPN Provinsi Sulawesi Tengah, para petani Morowali Utara yang didampingi WAHLI Sulteng dan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kabupaten Morowali Utara di Kota Palu menggelar aksi damai di Kantor Gubernur Sulteng dan DPRD pada Rabu (13/9).

Di Kantor Gubernur Sulteng, aksi damai dilakukann didepan pintu masuk selama satu jam dan diterima oleh Asisten II Setda Provinsi Sulteng, Bunga Elim Somba, mewakili Gubernur Longki Djanggola yang hari Rabu itu berangkat ke Jakarta urusan penting.

Dihadapan pejabat Pemprov Sulteng, para petani itu secara bergantian melakukan orasi seputar permasalahan yang mereka alami yang tak kunjung selesai. Permasalahan yang semakin menyakitkan hati, karena mereka tidak bisa lagi mengolah lahannya, sebab telah dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan korporasi yang bergerak dalam bidang perkebunan itu.

"Pak tolong kasihani kami. Kami ini hanya petani kecil yang jauh-jauh datang dari desa ke Kota Palu untuk mengadukan nasib kepada pemerintah," kata Ny R Lolo, salah seorang dari petani Desa Po`ona yang ikut dalam aksi demo damai tersebut.

Selama 10 tahun, kata dia, tanah miliknya yang diambil oleh perusahaan itu tidak bisa diolah karena sudah ditanami kelapa sawit. Padahal, tanah seluas enam hektare tersebut sebelumnya ditanami berbagai komoditas pertanian dan selama bertahun-tahun telah menopang hidup keluarganya.

"Sekarang kami tidak bisa lagi menyekolahkan anak, apalagi kuliah, mau ambil uang dari mana, sementara tahan garapan kami sudah jadi kebun kelapa sawit," keluh Ny R Lolo.

Dengan suara keras dan lantang, para petani Desa Po`ona itu menyampaikan permohonan mewaliki ratusan petani lainnya kepada Pemprov Sulteng untuk mencarikan solusi terbaik bagi persoalan mereka.

"Kami datang hanya beberapa orang saja. Tapi kalau persolan ini belum juga kunjung selesai, maka kami akan datang kembali dengan jumlah yang besar," katanya.

Sementara Asisten II Setda Provinsi Sulteng, Bunga Elim Somba dihadapan para petani Morowali Utara, berjanji menindaklanjuti persoalan dimaksud.

"Ya kami akan memanggil pihak-pihak terkait seperti Dinas Perkebunan dan juga BPN sebagai instansi yang mengeluarkan hak guna usaha (HGU) kepada pihah PT KSG, sementara lahan petani yang kini sudah ditanami sawit masih bermasalah," kata dia.

Aspirasi petani tersebut sudah dipahami dan hal ini akan ditindaklanjuti.

Selanjutnya aksi demo dilakukan di gedung DPRD Sulteng dan diterima oleh Sekretaris Komisi II, Roland Gulla dan salah satu anggota legislatif lain bernama Faisal.

Dihadapan komisi II DPRD Sulteng itu para petani menuntut PT Kirana Sinar Gemilang (KSG) segera mengembalikan lahan mereka yang kini telah ditanami kelapa sawit oleh anak perusahaan PT Sinar Mas tersebut.

"Kami minta pemerintah dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengambil tindakan serius dan mereview kembali izin PT KSG yang beroperasi di wilayah Kabupaten Morowali Utara karena merugikan petani," kata juru bicara petani, Niko Lamuanta.

Ia mengatakan tanah milik masyarakat di dua desa di Kecamatan Lemboraya, Kabupaten Morowali Utara itu sekitar 300 hektare, kini dikuasai PT KSG. Padahal petani merasa belum pernah menyerahkan lahan tersebut kepada pihak perusahaan sawit.

Hingga saaat ini, kata dia, belum pernah ada kesepakatan antara petani pemilik lahan dengan perusahaan sawit. "Apalagi soal bagi hasil belum pernah disepakati," kata dia.

Memang sosialisasai dari pihak perusahaan sudah beberapa kali dilakukan dengan petani pemilik lahan yang ada di wilayah Desa Po`ona dan Desa Mandula.

Namun hanya sebatas sosialisasi saja dan belum pernah ada kesepakatan baik soal lahan petani yang akan digunakan untuk perkebunan sawit maupun menyangkut hak-hak petani pemilik lahan seperti pembagian hasil.

Tiba-tiba saja daftar calon petani plasma sudah keluar melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Utara Nomor 188.45/KEP-B-MU/0082/V/2016.

Nama-nama yang terdaftar sebagai calon petani plasma (CPP) tanpa melalui tahap-tahap yang seharusnya dan sama sekali tidak membuat ruang partisipasi masyarakat secara terbuka dan luas, apalagi melibatkan tokoh masyarakat.

"Pokoknya tiba-tiba daftar CPP sudah terbit melalui SK Bupati Morowali Utara, sehingga petani merasa dibohogi dan `dirampas` lahannya yang tadinya ditanami komoditas pertanian seperti sawah, untuk ditanami jagung dan komoditas lainnya."

Karena merasa hak petani Desa Po`ona dan Desa Mandula diambil oleh pihak perusahaan itu, maka petani menuntut agar PT KSG mengembalikan lahan tersebut kepada masing-masing pemilik tanahnya.

Sementara Direktur Walhi Sulteng, Haris memberikan advokasi kepada para petani Morowali Utara dalam menuntut hak-hak mereka di hadapan anggota DPRD Sulteng. Pada aksi demo tersebut, ia mengatakan ada indikasi pelanggaran Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-undang 32 tahun 2009 tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada perkebunan tersebut terdapat penanaman sawit di bantaran sungai, padahal sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan masyarakat.

Selain itu, diduga ada kerja dibalik meja yang diambil secara sepihak oleh oknum-oknum tertentu untuk memuluskan jalan bagi beroperasinya PT KSG tanpa melibatkan masyarakat yang ada di dua desa di Kecamatan Lemboraya, Kabupaten Morowali Utara.

Untuk memberikan bantuan advokasi kepada para petani yang merasa lahan mereka dirampas oleh pihak perusahaan sawit tersebut, Walhi Sulteng bersama solidaritas persatuan rakyat bersama ikatan pemuda pelajar mahasiswa Kabupaten Morowali Utara mendesak kepada pemerintah dan DPRD Sulteng untuk mencarikan dan menyelesaikan sengketa agraria itu. Sengketa itu telah banyak merugikan para petani bukan hanya di Desa Po`ona dan Mandula, tetapi semua di wilayah Provinsi Sulteng.

Banyak kasus yang terjadi terkait pertambangan dan perkebunan yang perlu segera diselesaikan pemerintah dan DPRD.

Tinjau lokasi

Sementara Sekretaris Komisi II DPRD Sulteng, Ronald Gulla dihadapan para petani Morowali Utara, Walhi dan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Morowali Utara di kantor legislatif menyambut positif dan menampung aspirasi para petani.

"Saya bersma teman saya Pak Faisal di Komisi II DPRD Sulteng telah banyak menerima aspirasi petani Morowali Utara terkait masalah yang terkait dengan lahan perkebunan sawit yang sebenarnya belum tuntas dibicarakan antara perusahaan dengan petani, tetapi sudah ditanami sawit," kata dia.

Karena itu, masalah ini akan dibahas oleh Komisi II dan komisi lainnya yang terkait dengan sengketa tersebut. "Jadi kami baru sekadar menampung aspirasi petani dan belum bisa memberikan solusi terbaik," kata Ronald.

Namun ia berjanji akan turun ke lapangan untuk meninjau lahan sawit melik petani di Kabupaten Morowali Utara yang masih bermasalah itu.

"Kami dari Komisi II DPRD Sulteng akan menyiapkan waktu untuk meninjau lahan petani di Desa Po`ona dan Desa Mandula yang kini sudah ditanami sawit, tetapi masih bermasalah," kata dia.

Sebelum mereka meninjau lokasi perkebunan sawit tersebut, pihaknya meminta para petani Morowali Utara untuk menyurati DPRD Sulteng secara resmi dengan melampirkan data-data ukuran atau pendukung berkaitan lahan petani yang telah dikuasai PT KSG.

Atas dasar surat dimaksud, DPRD dalam hal ini Komisi II dan Komisi I akan menindaklanjutinya dengan memanggil semua pihak terkait, termasuk Dinas Perkebunan, BPN, Pemkab Morowali, perwakilan petani dan juga perusahaan bersangkutan.

Namun sebelum hal itu dilakukan, mengingat di Kabupaten Morowali Utara ada DPRD di sana, maka seyogyanya, permasalahan ini disampaikan terlebih dahulu kepada pihak legislatif di Kabupaten Morowali.

Apabila DPRD Kabupaten Morowali Utara tidak menanggapinya, maka DPRD akan membantu menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi petani Desa Po`ona dan Desa Mandula tersebut.

Menurut Ronald, untuk mencarikan solusi terbaik, harus duduk bersama semua pihak yang terkait dan berkompoten dalam masalah dimaksud.

Apa yang diperjuangkan petani Morowali Utara diharapkan mendapat perhatian semua pihak terkait, termasuk pemerintah dan DPRD provinsi dan kabupaten, sehingga pihak perusahaan bisa memberikan apa yang menjadi hak petani.