Palu (ANTARA) - Kehadiran aparat keamanan di area operasional perkebunan kelapa sawit PT Agro Nusa Abadi (ANA) merupakan langkah yang ditempuh berdasarkan rekomendasi resmi dari Gubernur Sulawesi Tengah.
Rekomendasi dalam rangka penyelesaian lahan itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor: 300/714/Setdaprov tanggal 6 Desember 2023 yang ditujukan kepada Kapolda Sulteng dan BUpati Morowali Utara
Poin kelima menegaskan perlunya keterlibatan dan kehadiran aparat kepolisian. Gubernur Sulawesi Tengah meminta agar Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah melakukan pengamanan secara persuasif dalam menertibkan aktivitas masyarakat.
Langkah ini sekaligus untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik di antara masyarakat. Terutama, menyusul maraknya aksi klaim sepihak dan dugaan pencurian Tandan Buah Segar (TBS) di wilayah konsesi perusahaan. Termasuk tindakan klaimer yang memanen di kebun-kebun plasma masyarakat.
Komandan Batalyon C Pelopor Satbrimob Polda Sulteng, AKP Sudirman, SH, juga menegaskan bahwa keberadaan aparat murni demi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas), bukan bentuk dukungan terhadap kepentingan perusahaan.
“Netralitas adalah harga mati bagi kami. Tugas kami hanya satu, yaitu menjaga keamanan. Kepolisian tidak akan berpihak kepada siapa pun, akan berdiri di tengah demi mencegah benturan antarkelompok masyarakat,” ujar Sudirman.
Ia menjelaskan, pengamanan dilakukan secara terukur dan tetap berpegang pada hukum, serta melalui koordinasi yang erat dengan Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah.
Penempatan personel Brimob juga merupakan tindak lanjut dari kesepakatan dalam Rapat Akbar Desa Towara bersama PT ANA pada 10 Oktober 2024. Dalam Berita Acara Nomor: 203/DSTWR/X/2024 disebutkan bahwa Pemerintah Desa Towara bersama masyarakat sepakat mendukung langkah penghentian pencurian TBS oleh seluruh klaimer tanpa terkecuali, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
Ketua Tim Lahan Desa Towara, Maslan, menegaskan bahwa kehadiran aparat harus dilihat sebagai upaya menciptakan suasana aman dan kondusif agar semua pihak dapat fokus menyelesaikan masalah secara damai.
“Kami menilai aparat hadir secara proporsional untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Justru kehadiran mereka penting demi menciptakan iklim yang kondusif agar semua pihak bisa fokus mencari solusi,” katanya.
Ia juga menolak tuduhan-tuduhan dan pernyataan mengenai politisasi kehadiran aparat. Ia mengingatkan bahwa PT ANA juga terdiri dari orang-orang yang membutuhkan perlindungan keamanan. Para pekerja khawatir dan terkena dampak dari tindakan para klaimer.
Menurut Community Development Area Manager Grup Astra Agro Wilayah Sulawesi Tengah, Oka Arimbawa, seluruh kegiatan operasional dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan menghormati aturan hukum.
“Kami berkomitmen terhadap keterbukaan dan penyelesaian yang adil melalui mekanisme resmi. Tuduhan sepihak justru bisa menciptakan kesalahpahaman di lapangan,” ungkap Oka.
Ia menambahkan, PT ANA terbuka untuk berdialog dan bekerja sama dengan semua pihak demi terciptanya iklim investasi yang sehat dan membawa manfaat bagi daerah.
“Kami menghormati jika ada pihak yang ingin memperjuangkan klaim atas tanah. Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengambil buah sawit yang ditanam, dirawat, dan dikelola oleh PT ANA. Tindakan seperti itu termasuk pencurian dan melanggar hukum,” tegasnya.
Hingga saat ini, operasional PT ANA masih berlangsung secara legal meskipun proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) sedang berlangsung. PT ANA telah beroperasi sejak tahun 2007 (sebelum adanya Putusan MK 138 Tahun 2015) dan tetap menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Saat ini, proses penyelesaian administrasi dan perizinan yang bersifat teknis terus berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Seluruh pihak diharapkan dapat menahan diri dan mengedepankan jalur hukum untuk menyelesaikan setiap persoalan.