Mataram (ANTARA) - Pakar lingkungan dari Universitas Muhammadiyah Mataram, Nusa Tenggara Barat, Dr. Syafril mengatakan bahwa legalisasi tambang, khusus di areal Sekotong, Kabupaten Lombok Barat yang masuk dalam kawasan hutan harus merujuk pada kajian akademis.
"Tentu saja naskah akademik menjadi sangat penting dalam mempertimbangkan mengeluarkan izin pertambangan. Tidak ujuk-ujuk ada potensi tambang dan ekonomi, mereka (pemerintah) langsung mengambil sikap membuka izin. Hasil riset harus menjadi rujukan untuk memberikan izin," kata Dr. Syafril di Mataram, Kamis.
Menurut Syafril, banyak akademisi maupun aktivis lingkungan yang sudah melakukan riset tentang potensi tambang di areal Sekotong, termasuk mengulik tentang dampak lingkungan.
"Jadi, problem di sana cukup mengkhawatirkan. Seperti merkuri yang dibuang tidak dengan mekanisme yang benar, itu mengancam eksistensi ekosistem darat dan laut. Ada banyak ekosistem di pantai yang mengonsumsi merkuri. Bisa berbahaya bagi kehidupan manusia dan lainnya," ujarnya.
Dia tidak memungkiri bahwa keinginan Pemkab Lombok Barat melegalkan tambang di Sekotong, khususnya dalam kategori tambang rakyat dapat terwujud melalui mekanisme Perpres 55 Tahun 2022 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2024.
"Tetapi, ini bukan masalah prosedural atau bukan prosedural, ini situasi pertambangan di Lombok Barat dalam tahap evaluasi. Mungkin sambil menunggu hasil evaluasi dan monitoring yang dilakukan, baru pemkab mengambil sikap," kata Dr. Syafril.
Dia kembali menyarankan agar rencana pemkab membuat sebuah kebijakan tentang tambang di Sekotong mempertimbangkan hasil kajian ilmiah.
Setidaknya, kata dia, hal tersebut dapat menjadi landasan dalam menerbitkan izin.
"Apalagi jika benar ada batasan di sana hanya bisa sampai tahap eksplorasi, bukan eksploitasi. Artinya ada yang berbahaya, itu harus dipertimbangkan juga," ujarnya.
Oleh karena itu, dalam mematangkan rencana penambangan di areal Sekotong, dia berharap Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dapat terlebih dahulu mendengar pandangan dari para pakar.
"Ajak mereka untuk diskusi, termasuk juga NGO (organisasi nonpemerintah), tidak perlu khawatir soal itu," ucap Dr. Syafril yang kini masih aktif mengajar sebagai dosen Geografi Lingkungan pada Universitas Muhammadiyah Mataram tersebut.
Dia mengatakan hal tersebut dengan melihat polemik yang muncul di areal Sekotong perihal adanya aktivitas penambangan emas ilegal sekelas perusahaan oleh sekelompok tenaga kerja asing (TKA) yang diduga berasal dari China.
"Jadi, ada baiknya pemkab hati-hati, karena bukan sekadar masalah sederhana tentang tambang ini, ada banyak komponen yang saling berkaitan," ujarnya.