Jalan hijau Vale dari Wasuponda ke Panggung Asia

id Vale,jalan hijau,wasuponda,nikel

Jalan hijau Vale dari Wasuponda ke Panggung Asia

Program PONDATA (Pineapple Pathways for Sustainability) oleh PT Vale. Foto : ANTARA/HO/ (Dokumentasi Pt Vale)

Luwu Timur (ANTARA) - Di sebuah panggung megah di jantung kota Bangkok, dua suluh penghargaan menyala terang bagi Indonesia. Cahaya itu bukan datang dari kisah tentang tanah yang bangkit, limbah yang berubah menjadi harapan, dan masyarakat yang tak lagi hidup dalam bayang-bayang.

PT Vale Indonesia, perusahaan tambang nikel yang bernaung di bawah MIND ID, kembali menorehkan tinta emas pada buku perjalanan keberlanjutan.

Dalam ajang Asia Responsible Enterprise Awards (AREA) 2025, mereka menyabet dua penghargaan prestisius. Green Leadership dan Social Empowerment. Dua gelar itu cerminan dari langkah nyata di tanah yang mereka jejaki.

Di dunia pertambangan, slag nikel sering kali dipandang sebagai residu tak berguna. Seonggok sisa dari dapur smelter. Namun di tangan PT Vale, limbah ini tak lagi dibuang, melainkan dihidupkan kembali seperti abu yang menjelma bunga api.

Melalui riset dan kolaborasi lintas sektor, slag yang dulu dibungkam di ujung tambang kini dipanggil kembali untuk menjadi tulang beton konstruksi, penopang jalan, bahkan paving blok yang menopang peradaban kecil.

Inilah jejak ekonomi sirkular yang bukan saja mengikuti garis regulasi, tapi berani menggambar ulang peta pemanfaatan limbah nasional.

Kilau datang dari Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur. Sebuah tempat yang dulu akrab dengan tanah gersang dan api musiman, kini telah berubah menjadi kanvas hijau nan subur, berkat tangan-tangan warga dan program bernama PONDATA (Pineapple Pathways for Sustainability).

Di lahan 10 hektare kini berdiri 26.000 pohon nanas. Tanah yang dulu masam, dengan pH menyentuh angka 3, kini tersenyum di angka 6,5.

Api tiap musim kemarau, kini padam dan digantikan oleh aroma sirup nanas dan keripik buatan rumah.

"Dulu kami cuma numpang hidup di tanah ini. Sekarang, tanah ini hidup di dalam kami," tutur Gilda, seorang ibu sekaligus anggota Kelompok Pengelola Produk Nenas Binaan PT Vale.

Di balik rak-rak produk turunan nanas, dari selai dan permen toffee, hingga sambal asin nan pedas manis, terdapat tangan-tangan yang dulu bekerja tanpa arah.

30 warga yang dulu bergantung pada nasib, kini menjadi pengelola logistik, mengenal pengemasan, pengiriman, bahkan pemasaran digital yang dulu hanya mereka dengar dari anak-anak muda kota.

"Dulu saya numpang kerja di panenan orang. Sekarang saya kirim hasil panen kami ke luar desa. Dulu saya buruh, sekarang saya bagian dari sistem," ujar salah satu pemuda pengelola logistik dengan mata yang menyala yakin.

Di atas podium Bangkok, Endra Kusuma, Head of External Relations PT Vale, tidak berbicara tentang strategi bisnis atau pertumbuhan laba. Ia bicara tentang telinga yang mau mendengar, hati yang mau belajar, dan tangan yang mau bekerjasama.

“Ketika kita mendengar dengan empati dan bertindak dengan tanggung jawab, maka hasilnya bukan sekadar proyek, tapi perubahan. Kapasitas besar datang dengan tanggung jawab besar,” ujarnya.

Penghargaan yang diraih Vale di AREA 2025 bukanlah tepukan di punggung, melainkan pengingat bahwa tambang tak harus melukai bumi atau mengusir warga. Tambang bisa jadi rumah, jika dikelola dengan hati.

Dalam bayang-bayang industri nikel yang sering dicurigai sebagai pemakan ruang dan waktu, Vale mencoba menunjukkan wajah lain. Bahwa energi masa depan tak harus dibeli dengan kehancuran hari ini.

Melalui kolaborasi, sirkularitas, dan dampak sosial nyata, Vale ingin menjadi contoh bahwa logam yang kita butuhkan untuk baterai masa depan, bisa ditambang tanpa melupakan akar dan manusia yang hidup di sekitarnya.

Pewarta :
Editor : Andilala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.