Panglima TNI pasti berpolitik dan itu politik negara

id panglima, gataot

Panglima TNI pasti berpolitik dan itu politik negara

Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (tengah), Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi (kiri), Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Moelyono (kanan) menegaskan soliditas TNI selalu berada dalam keadaan baik. Foto diambil di geladak KRI dr

Selat Sunda (antarasulteng.com) - Pada HUT ke-72 TNI kali ini, jajaran pimpinan puncak TNI melaksanakan upacara tabur bunga dari geladak KRI dr Soeharso-990, di perairan Pulau Tempurung, Selat Sunda, Selasa. Seusai upacara yang juga dihadiri semua kepala staf matra TNI, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, menegaskan posisi politik jabatan yang dia emban.


“Panglima TNI pasti berpolitik. Politiknya adalah politik negara bukan politik praktis,” kata dia, yang berulang kali menyitir tema besar peringatan HUT ke-72 TNI, yaitu Bersama Rakyat TNI Kuat. 


Secara administratif, kepemimpinan dia di Markas Besar TNI tinggal enam bulan lagi sebelum dia memasuki usia pensiun. Sisa masa jabatannya dia pergunakan untuk memastikan soliditas TNI di segala bidang dengan berbagai unsur internal TNI dan rakyat. 


“Maka kewajiban saya menyiapkan adik-adik saya sebagai kader penerus untuk selalu solid antar TNI, kemudian solid antar matra TNI, kemudian solid dengan masyarakat. Dan yang paling penting mewujudkan kesatuan komando yang telah ada untuk terus ditingkatkan sehingga TNI selalu dalam posisi netral dalam politik praktis. Ini yang penting,” kata dia.


Saat dia menyatakan itu kepada ANTARA News, tiga perwira tinggi berbintang empat turut mendengarkan. Mereka adalah Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Moelyono, dan Kepala Staf TNI AU, Hadi Tjahjanto. 


Dia tegaskan bahwa dia tidak berpikir setelah menjadi panglima akan bagaimana. “Tetapi saya sebagai panglima harus melaksanakan tugas saya sesuai konstitusi, tidak bisa di luar konstitusi,” kata dia. 


Terkait eksistensi TNI di dalam bangunan negara ini, kata dia, sejarah membuktikan bahwa pusat gravitasi kekuatan TNI adalah bersama rakyat. Tanpa rakyat, kata dia, tidak ada apa-apanya, apabila bersama-sama dengan rakyat pasti TNI profesional dan mampu melaksanakan tugas pokoknya. 


Mengambil esensi pesan sejarah itu dan mengambil tema sejarah perjalanan bangsa ini, terbukti jelas bahwa merebut kemerdekaan ini adalah rakyat karena saat itu belum ada TNI. Barulah setelah merdeka, pejuang-pejuang yang merebut kemerdekaan itu ada yang kembali kepada karyanya masing-masing tapi ada yang tinggal di tempat untuk menjaga kemerdekaan itu dalam Badan Keamanan Rakyat. 


Kemudian dalam perkembangannya, dalam perjuangan memelihara kemerdekaan itu, tidak pernah TNI berjuang sendiri, selalu bersama-sama dengan rakyat dan terbukti selama 72 tahun mampu melaksanakan tugasnya melindungi segenap tumpah darah, persatuan dan kesatuan, dan itu bersama-sama dengan rakyat. 


“Oleh berbagai survei, TNI merupakan institusi yang paling dipercaya rakyat. Ini kerja secara estafet dari semua pemimpin dan prajurit TNI, mulai dari ’98 yang terpuruk sampai dengan kondisi seperti ini. Tugas yang harus disiapkan, seperti saya katakan tadi, menyiapkan kader-kader saya agar tongkat estafet ini tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan. Maka itulah temanya, Bersama Rakyat TNI Kuat,” kata dia. 


Dalam konteks ini, kata dia, mengingat TNI adalah organisasi yang diawaki manusia, “Saya memohon maaf jika ada prajurit-prajurit saya  dan pasti ada, yang melakukan hal-hal di luar kepatutan yang menyakiti rakyat. Saya mohon maaf dan inilah salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan sehingga tidak ada lagi hal seperti itu.” (skd)