Donggala tertinggi cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Sulteng

id BPJS, Donggala

Donggala tertinggi cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Sulteng

Kepala Cabang BPJS Kesehatan Palu Hartati Rachim (kanan) saat diterima Bupati Donggala Kasman Lassa di ruang kerja bupati di Donggala, Kamis (19/10), membicarakan percepatan program BPJS Kesehatan di daerah itu. (Antarasulteng.com/Rolex Malaha)

Hartati Rachim: Pemkab Donggala daftarkan 13.000 warganya jadi peserta BPJS Kesehatan
Donggala (Antarasulteng.com) - Kabupaten Donggala merupakan kabupaten dengan cakupan tertinggi kepesertaan masyarakatnya dalam program BPJS Kesehatan di antara 12 kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah.

"Untuk tingkat kabupaten, Donggala memang yang tertinggi yakni mencapai 82,5 persen dari total penduduk. Kabupaten lain masih di bawah 80 persen, bahkan ada yang baru 60-an persen," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Palu Hartati Rachim yang ditemui usai diterima Bupati Donggala Kasman Lassa di Donggala, Kamis.

Menurut Hartati, Kabupaten Donggala memiliki 292.592 penduduk, sementara yang sudah terlindungi BPJS Kesehatan meliputi penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN (penduduk miskin) 169.045 orang, PBI APBD Kabupaten Donggala 13.185 orang, PBPU 15.186 orang, bukan pekerja 8.313 orang, pekerja swasta 5.336, Polri 1.405 orang dan TNI 273 orang.

"Donggala tinggal mengupayakan 51.174 penduduknya untuk mencapai target universal health coverage (UHC) 100 persen pada 2019 seperti yang ditargetkan pemerintah pusat," katanya.

Menurut dia, yang paling perlu menjadi perhatian Pemkab Donggala untuk mencapai UHC 100 persen adalah PNS karena ternyata masih ada sekitar 6.120 PNS Kabupaten Donggala yang belum menjadi peserta JKN-KIS.

"Data sudah kami serahkan ke masing-masing instansi untuk segera diajukan pendaftarannya kepada kami, kemudian honorer daerah kurang lebih 6.900 orang lagi yang berlum tercover," ujarnya.

Selain itu, katanya, aparat desa sebanyak 1.921 orang yang tersebar di 158 desa perlu mendapat perhatikan agar ketika tertimpa sakit, mereka tidak kesulitan untuk mendapatkan perawatan atau penanganan medis.

"Untuk iuran bagi aparat desa kan bisa menggunakan dana desa atau alokasi dana desa. Kalau PNS, honor daerah dan aparat desa sudah tercakup, maka sisa penduduk yang belum tercakup tinggal 33.722 orang lagi. Ini butuh anggaran sekitar Rp9 miliar tiap tahun untuk memenuhinya, jadi bebannya semakin mengecil," ujarnya.



Beban itu, kata Hartati, akan lebih mengecil lagi jika para pemberi kerja sektor swasta (badan usaha besar, sedang, kecil dan mikro) diwajibkan oleh pemda untuk segera mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan, juga termasuk masyarakat mampu tetapi masih rentan menjadi miskin bila menderita sakit.

Solusi lain yang dapat ditempuh jajaran pemerintah kabupaten untuk meringankan beban pemkab/pemkot dalam melindungi kesehatan seluruh masyarakatnya adalah dengan meminta dukungan atau sharing beban iuran kepada pemerintah provinsi seperti yang dilakukan oleh pemkab/pemkot lainnya di Indonesia.

Sharing dimaksud, kata Hartati menjelaskan adalah sebanyak 40 persen iuran penduduk yang didaftarkan oleh pemkab/pemkot, ditanggung oleh pemprov dan selisihnya menjadi beban pemkab/pemkot (ini dilakukan oleh pemprov/pemkab/ pemkot pada umumnya) yg mendaftarkan penduduknya ke BPJS Kesehatan.

Hartati berharap jangan sampai ada pandangan bahwa semakin banyak penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah ke BPJs Kesehatan merupakan indikator ketidakberhasilan pemerintah dalam mensejahterakan penduduknya.

"Maaf kalau saya katakan bahwa sesungguhnya ini adalah pandangan yang keliru karena pemerintah dalam Perpres 111 Tahun 2013 tentang perubahan Perpres 12 Tahun 2013 pasal 6.A. mengamanatkan bahwa "penduduk yang belum termasuk sebagai peserta Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota." ujarnya.

Artinya, pemerintah daerah punya keleluasan untuk mendaftarkan penduduknya termasuk yang mampu sekalipun, tidak hanya penduduk miskin, karena masih banyak penduduk yang kondisi ekonominya pada posisi abu-abu alias tidak miskin dan juga tidak kaya.

"Kelompok seperti ini perlu dibantu pemerintah daerah karena apabila sakit sedikit saja, mereka akan menjadi miskin alias sadikin," ujarnya.

Hartati juga berharap Pemkab Donggala terus meningkatkan pemenuhan sumber daya kesehatan seperti penyediaan tenaga dokter umum dan spesialis di seluruh unit pelayanan kesehatan agar peserta mendapat pelayanan medis di Donggala agar tidak perlu dirujuk ke daerah lain.

Manfaatnya adalah hemat waktu dan hemat biaya dalam perawatan kesehatan bagi pemda serta biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan ke unit-unit layanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit, akan diterima kembali oleh Pemda sebagai pendapatan daerah setempat.

"Jadi iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan untuk masyarakatnya hanya numpang lewat saja di rekening BPJS Kesehatan," ujarnya.