Bawaslu berharap pers menggalakkan tolak politik uang

id bawaslu,pilkada,sara

Bawaslu berharap pers menggalakkan tolak politik uang

Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen melakukan deklarasi tolak politik uang dan politisasi sara pada pemilihan kepada daerah serentak, rabu (14/2) (Mohammad Hamzah/)

Palu,  (Antaranews Sulteng) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah berharap pers menggalakkan tolak dan lawan politik uang serta politisasi sara pada pemilihan kepala daerah serentak.

Terdapat tiga kabupaten di Sulawesi Tengah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, yaitu Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, dan Morowali.

Bawaslu memandang penting kehadiran pers/media massa untuk ikut menggalakkan tolak politik uang dan politisasi SARA, kata Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng Ruslan Husen di Palu, Rabu.

Ruslan berharap adanya gerakan bersama semua elemen, pers/media massa, partai politik, tokoh agama lintas agama, elite politik, elite pemerintahan, mahasiswa, dan akademisi untuk bersama-sama menolak dan melawan politik uang dan politisasi SARA.

Dalam penyelenggaraan pilkada dan pemilu, menurut dia, terkadang diwarnai dengan kecurangan yang mencoreng prinsip pemilu dan nilai kearifan lokal.

Deklarasi Tolak Politik Uang dan Politisasi SARA dalam Pilkada yang digelar Bawaslu Sulteng di Palu, Rabu (14/2) (Antaranews Sulteng/Muh Hajiji)


Ruslan menyebutkan terdapat tiga bahaya atau dampak buruk dari politisasi SARA, yakni: pertama, merusak harmonisasi sosial dalam masyarakat; kedua, politisasi sara berpotensi memunculkan konflik antar warga masyarakat; ketiga, politisasi SARA dapat mendorong terjadinya disintegrasi bangsa.

Ia menyebut poltisasi SARA hadir dalam bentuk dengan membawa isu putra daerah dan bukan putra daerah.

Baca juga: Bawaslu : empat dampak buruk politik uang

Selain itu, membawa isu agama, isu satu suku dan bukan satu suku, isu ras, isu strata sosial dalam masyarakat, serta membawa isu perempuan tidak bisa memimpin dan sebagainya.

Begitu pula, politik uang yang memiliki empat dampak buruk. Pertama, APBD berpotensi untuk kepentingan pemodal yang telah membiayai pemenangannya.

Kedua, yang terpilih sangat mungkin adalah orang yang tidak memiliki kompetensi kepemimpinan, pengetahuan, dan keterampilan untuk membangun daerah.

Ketiga, yang terpilih karena banyak mengeluarkan uang dalam bentuk politik uang berpotensi akan merampas dan/atau mengorupsi APBD yang dikelolahnya.

Keempat, masyarakat dipidana sesuai dengan Pasal 187a ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

"Politik uang membuat masyarakat berpotensi dipidana karena si pemberi dan penerima keduanya berpotensi dipidana," ujarnya.