AJI Palu-IJTI Sulteng gelar diskusi TKA

id aji,tka

AJI Palu-IJTI Sulteng gelar diskusi TKA

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng menggelar diskusi terkait persoalan tenaga kerja asing (TKA), apakah menjadi peluang atau ancaman, bagi tenaga kerja lokal di daerah. (Foto Antara/ist)

Palu,  (Antara) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng menggelar diskusi terkait persoalan tenaga kerja asing (TKA), apakah menjadi peluang atau ancaman, bagi tenaga kerja lokal di daerah.

"Diskusi publik tersebut juga merespon atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing," kata Ketua AJI Palu, Muhammad Iqbal dalam siaran persnya, Minggu.

Iqbal menjelaskan diskusi tersebut menghadirkan sejumlah narasumber yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan perkembangan isu TKA kususnya di Provinsi Sulawesi Tengah. Narasumber tersebut di antaranya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulteng, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sulteng dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulteng.

Menurut Iqbal, persoalan tenaga kerja di Sulteng dari tahun ke tahun, belum selesai. Ditambah lagi masuknya tenaga kerja asing, yang dikuatkan Perpres tersebut juga masih menuai kontroversi.

Sejumlah pihak kata Iqbal menilai aturan itu tidak mendukung ketersediaan tenaga kerja lokal, persaingan keterampilan, hingga upah yang harus dibayarkan bagi tenaga kerja.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah mencatat, hingga Agustus tahun 2017, jumlah penduduk usia kerja di Sulteng sebanyak 2.128.000 orang. Dimana 1.428.000 orang merupakan angkatan kerja, dengan 1.374.000 dalam keadaan bekerja sedang sekitar 54 ribu orang sebagai pengangguran.

Pihaknya berharap, dengan adanya diskusi tersebut, dapat memberikan informasi yang baru, terkait kondisi ketenagakerjaan di Sulteng, lebih khusus pada daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, dengan hadirnya perusahaan-perusahan yang mempekerjakan tenaga kerja asing.

Sementara itu, Ketua IJTI Sulteng, Rahman mengatakan keterlibatan organisasi jurnalis televisi untuk menginisiasi diskusi itu, karena merasa prihatin dengan simpang siurnya informasi soal tenaga asing di daerah, khususnya di Sulteng.

"Masyarakat lebih memilih mendapatkan informasi dari media sosial, dari pada media arus utama. Sementara instansi teknis terkait ketenagakerjaan, sebagian juga tertutup atas informasi, khususnya berapa jumlah tenaga kerja asing di daerah,? kata Rahman.

Panitia pelaksana kegiatan, Fauzi Lamboka menyatakan diskusi yang digelar tersebut juga meruapakan rangkaian dari peringatan hari buruh internasional, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei.

"Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran pihak DPRD Sulteng, padahal informasi dari mereka sangat penting, terkait dukungan kebijakan khususnya bidang ketenagakerjaan," ungkap Fauzi.

Diskusi yang mengusung tema  "Tenaga Kerja Asing, Peluang atau Ancaman" digelar di salah satu caffe di Kota Palu, Sabtu (29/4).

Narasumber kegiatan Kepala Disnakertrans Sulteng Abd Razak mengatakan jika dilihat secara kasat mata, tenaga kerja asing banyak bekerja di sektor pertambangan. Namun sesungguhnya, di sektor tersebut, pada Agustus 2017, hanya 2,2 persen tenaga kerja, yang terbanyak itu di sektor pertanian.

"Kami di dinas Nakertans hanya mendata tenaga kerja asing yang benar-benar bekerja," ungkapnya.

Untuk mendapatkan data tersebut, kata Razak, pihaknya mengunakan empat sumber yakni informasi dari tenaga kerja online yang dikeluarkan oleh kementerian ketenagakerjaan. Kemudian data dari laporan disnaker kabupaten/kota, namun masih ada juga yang lambat mengirimkan laporan.

Kemudian data, sesuai dengan perpanjangan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau Izin menggunakan tenaga asing (IMTA) yang dikeluarkan oleh dinas penanaman modal dan perizinan terpadu satu pintu.

"Data terakhir didapatkan dari pengawasan yang dilakukan dilapangan," ujar Razak.

Razak menjelaskan di Sulteng, dalam catatan mereka, sebanyak tujuh perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing. Dia mengakui bahwa data tenaga kerja asing, sangat fluktuatif, tergantung dari masa berlakunya IMTA dari tenaga kerja asing tersebut.

Per 1 Januari 2018, data tenaga kerja asing di Sulteng sebanyak 3.506 orang. Namun per tanggal 1 Maret 2018 menjadi 3.831 orang.

"Mereka bekerja pada sekitar 97 perusahaan di Sulteng," ungkap Razak.

Sementara itu, Kakanwil Kemenkum HAM yang diwakili oleh Kepala Divisi Imigrasi, Husni menjelaskan bahwa saat ini sering diviralkan masuknya tenaga kerja asing di Indonesia. Soal mekanisme pengawasan khususnya orang asing kata dia, divisi imigrasi membentuk yang namanya tim pengawasan orang asing (tim pora).

Anggota dari tim tersebut terdiri dari tiga tingkatan yakni mereka yang terkait langsung misalnya Disnaker, karena mereka yang mengurusi izin kerja dan kami mengurusi izin tinggal.

Mengenai orang asing yang diberikan izin di Sulteng, terkait kartu izin terbatas (Kitas) dengan Perpres yang baru itu, pemerintah bermaksud untuk memangkas birokrasi, mempercepat perizinan, memudahkan investasi atau investor.

"Aturan ini berlaku tiga bulan sejak diundangkan, akan efektif pada bulan Juli 2018," tutup Husni.