Warga Tanjung Sari Luwuk minta lahan mereka dikembalikan

id luwuk,wakapolri,tanjung sari

Warga Tanjung Sari Luwuk minta lahan mereka dikembalikan

Laba'a, salah seorang korban penggusuran lahan Tanjung Sari, Luwuk, meminta Wakapolri membatu pengembalian lahan mereka, dalam dialog dengan Wakapolri di Luwuk, Rabu (20/6) (Antaranews Sulteng/Steven Pontoh)

Luwuk (Antaranews Sulteng) - Warga korban penggusuran lahan di wilayah Tanjung Sari, Kelurahan Karaton Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai menginginkan agar dapat segera kembali ke tanah mereka yang telah digusur Pengadilan Negeri Luwuk atas eksekusi lahan ahli waris Berkah Al Bakkar.

Hal itu disampaikan warga pada saat bertatap muka dengan Wakapolri Komjen Polisi Drs. Syafruddin M.Si di Luwuk, Rabu.

Kepada Wakapolri, Maryati Y.S. Tapo, salah satu korban penggusuran menceritakan kembali apa yang dilakukan pihak Pengadilan Negeri Luwuk terhadap lahan mereka pada 19 Maret 2018.

Ia dan keluarganya menerima surat pengosongan lahan tanggal 13 Maret, kemudian pada 19 Maret rumah orang tuanya dan rumah saudara-saudaranya sudah digusur paksa.

"Bahkan kami dikeluarkan paksa dari lahan kami dengan pengawalan ketat aparat bersenjata lengkap. Kami bisa apa?" tutur Maryati lirih. 

Ia juga mengklarifikasi berita yang sempat menjadi viral di media sosial terkait kegiatan zikir yang mereka laksanakan di jalan raya. Dimana mereka disebut tidak etis ketika meminta pertolongan kepada Tuhan dengan mengambil tempat di jalanan.

"Jawaban kami cuma satu, pertolongan yang kami perlukan hanya dari Allah saat itu. Sebab, beberapa bulan sebelum eksekusi kami sudah coba menghadap ke beberapa instansi. Meminta bantuan tapi jawabannya hanya satu, kami tidak bisa mengintervensi hukum.
 Lalu, dimana kami harus berpegang, kepada siapa kami harus minta tolong," imbuhnya.

Maryati menuturkan, ayahnya yang telah berusia 76 tahun hanya bisa melongo sambil memegang sertifikat hak milik (SHM) yang dibuat pada tahun 1980, ketika rumahnya diseruduk alat berat hingga rata tanah. 

Pria tua itu seakan tak percaya sertifikat yang dikeluarkan negara untuknya tak berarti lagi di mata pihak yang melakukan eksekusi lahan.

"Tiga puluh enam tahun, ayah saya memiliki sertifikat dan tidak pernah bermasalah hukum dengan ahli waris Al Bakkar. Dua kali kami ke Pengadilan Negeri untuk memertanyakan dimana putusan yang mengatakan bahwa lahan kami harus dieksekusi dan itu tidak pernah ditunjukkan. Hingga akhirnya digusur paksa," ungkapnya.

Maryati juga mengatakan bahwa saat ini mereka tengah melakukan perlawanan hukum dan telah menjalani sidang ke delapan di Pengadilan Negeri Luwuk, namun pihak ahli waris tidak pernah hadir. 

Oleh karena itu, ia berharap pihak kepolisian dapat membantu masyarakat korban penggusuran lahan Tanjung Sari terhadap pelaku maupun oknum yang terlibat di dalamnya.

"Siapapun dia, setinggi apapun pangkatnya, dan sehebat apapun dia. Ketika harga diri dan hak rakyat terampas, mohon kami diperhatikan. 'Image' di luar kami salah, bahkan preman-preman disewa untuk menjaga areal eksekusi. Tapi kami tidak ingin meninggalkan Tanjung, karena ini masih sah milik kami," pungkasnya.

Baca juga: Wakapolri kunjungi Luwuk, minta kasus Tanjung Sari segera dituntaskan (Vidio)

Senada dengan itu, Laba'a, juga korban penggusuran mengemukanan bahwa saat proses eksekusi lahan dilakukan Pengadilan Negeri Luwuk, mereka merasa seakan bukan berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
 
. Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (kemeja putih) didampingi Kapolda Sulteng Brigjen Pol Ermi Widyatno berdialog dengan warga korban penggusuran lahan Kawasan Tanjung Sari, Luwuk, Rabu (20/6) (Antaranews Sulteng/Steven Pontoh) (Antaranews Sulteng/Steven Pontoh/)

Sebab, putusan Pengadilan Negeri itu dilaksanakan dua kali, pertama pada tanggal 3 Mei 2017. Kemudian, eksekusi ke dua dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2018. 

18 hektare

"Eksekusi itu hanya memperkarakan dua bidang tanah yaitu ukuran 26x22 dan 13x6. Tapi kenyataannya sudah 18 hektare yang dieksekusi. Masyarakat Tanjung sejatinya memiliki sertifikat, tapi Kepala PN, Ahmad Yani, telah memaksa masyarakat Tanjung untuk meninggalkan tempatnya. Ini menurut saya adalah pengrusakan hukum di negara hukum," tandasnya.

Keluhan warga ditutup oleh ungkapan dari Norita Afridiana, anak dari seorang polisi yang juga merasakan penggusuran lahan oleh Pengadilan Negeri Luwuk. 

Di hadapan Wakapolri, Kapolda, Kapolres, bupati dan unsur forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda), Norita mengulang kembali pernyataan Bung Karno, Presiden RI Pertama. Pernyataan Bung Karno yang masih melekat itu ialah perjuangan kita ke depan akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.

Baca juga: Polres Banggai rajut silaturahim dengan korban eksekusi lahan Tanjung Sari

"Saya anak salah satu personil polisi tapi eksekusi tidak pandang bulu. Sehingga rumah kami juga dieksekusi. Kami berharap agar proses hukum juga tidak pandang bulu dalam penegakan hukum terhadap oknum-oknum pelaku tindak pidana pada proses eksekusi lahan Tanjung," katanya.

Norita berharap pihak kepolisian dapat membantu masyarakat dengan mendesak kepada Komisi Yudisial, agar tidak hanya menonaktifkan Ahmad Yani SH (mantan Ketua PN Luwuk) serta pihak-pihak yang terlibat di dalam penggusuran lahan. Tapi dapat pula melakukan proses hukum terhadap pelaku dan oknum-oknum yang terlibat tindak pidana pada proses pelaksanaan eksekusi. 

"Kami juga berharap agar pihak kepolisian bisa mengawal warga untuk masuk ke lahannya sendiri, berdasarkan alas hak yang masih sah dimiliki," tegasnya.

Wakapolri Komjen Polisi Drs. Syafruddin M.Si, usai mendengarkan keluhan ketiga warga perwakilan korban penggusuran langsung memerintahkan Kapolda Sulteng, Brigjen Polisi Ermi Widyatno mengusut tuntas para pelaku tindak pidana dalam proses eksekusi lahan Tanjung. 

Kapolda diberi waktu satu bulan untuk memberikan progres kerja atas pengusutan kasus tersebut.

"Hari ini juga saya perintahkan kapolda untuk segera mengusut hal itu. Nanti bapak perintahkan Dirkrimum agar bisa melakukan penyelidikan," pintahnya yang langsung dijawab Kapolda Sulteng, Brigjen Polisi Ermi Widyatno dengan menganggukkan kepala.

Baca juga: Syarifuddin Suding: Polisi tak salah dalam eksekusi lahan di Luwuk

Sementara itu Bupati Banggai Ir. H. Herwin Yatim MM, mengaku selama ini pemerintah daerah sudah banyak membantu masyarakat korban penggusuran lahan Tanjung, salah satunya dengan menyediakan lahan relokasi di Desa Bunga, Kecamatan Luwuk Utara. 

Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi. Meski begitu, pemerintah akan tetap memberikan bantuan terhadap warga korban penggusuran.

"Pemda sudah banyak mengambil langkah. Saat ini, kita tinggal menunggu hasil perlawanan hukum masyarakat secara 'derden verset' yang masih berjalan di Pengadilan Negeri Luwuk. Jika masyarakat menang sampai pada tahap PTUN maka kemungkinan saya akan usulkan ke DPRD segera anggarkan pembangunan perumahan sederhana dan layakn huni di atas tanah milik warga yang sah tersebut," tuturnya.
 
. Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (tengah) didampingi Bupati Banggai Herwin yatim membaca surat pengaduan warga usai berdialog dengan korban penggusuran lahan di kwasan Tanjung Sari, Luwuk, Rabu (20/6) (Antaranews Sulteng/Steven Pontoh) (Antaranews Sulteng/Steven Pontoh/)