Gonjang-ganjing Keramba Jaring Apung lepas pantai (KJA Offshore)

id KJA offshore,hasanuddin atjo,KKP

Gonjang-ganjing Keramba Jaring Apung lepas pantai (KJA Offshore)

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, penemu teknologi budidaya udang supra intensif Indonesia yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi di dunia saat ini. (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Gagasan pengembangan offshore aquaculture atau budidaya ikan lepas pantai, pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Rakor Kemenko Maritim di Gedung Sasana Kriya TMII, 4 Mei 2017, dihadiri sejumlah menteri, gubernur dan bupati-walikota se Indonesia.  

Salah satu 'selling point' yang dapat ditangkap dari arahan Presiden itu bahwa potensi ekonomi maritim negeri ini mencapai Rp20 ribu triliun per tahun atau 4 kali dari APBN 2017, bila dikelola dengan baik, termasuk pemanfaatan sumberdaya laut melalui kegiatan budidaya offshore.  

Secara politis Kepala Negara sudah memberikan dukungan pengembangan kegiatan ini, dan ini dan seyogianya menjadi modal dasar bagi KKP dan masyarakat perikanan.  

Kesuksesan program ini tentunya berpulang kekementrian teknis KKP bagaimana merencanakan, mengimplementasikan serta menysosialisasikan inovasi yang relatif baru di negeri ini. 

KJA offshore

KKP pada tahun 2018 mengalokasikan anggaran sebesar Rp131,451 miliar guna membangun 3 unit KJA offshore atau KJA lepas pantai  di tiga lokasi. Hasil survey tim yang dibentuk KKP terpilih 3 lokasi yangn dipandang sesuai yaitu Pengandaran, Jawa Barat; Sabang, Aceh; dan KarimunJawa, Jawa Tengah.  

Setiap unit KJA offshore terdiri atas 8 buah keramba yang dapat menampung benih tokolan kakap putih atau baramundi (latescalcarifer) sebanyak 1,2 juta ekor dan dalam masa pemeliharaan 8 bulan dapat dipanen kakap putih sebesar 816 ton dengan nilai Rp57,12 miliar dengan marjin sebesar Rp9,484 miliar rupiah (sumber: bahan konferensi pers KPP, KJA Offshore 27 April 2018).  

Data  dari Dirjen Perikanan Budidaya KKP mencatat pada 2018 menunjukkan bahwa dari luas wilayah laut RI 3,5 juta km2, maka sebesar 4 persen atau 120 km2, dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut termasuk KJA offshore dan di luar rumput laut. 

Bila program ini sukses maka akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, mengurangi angka kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan devisa Negara. 
 
Presiden Joko Widodo berdialog dengan nelayan saat peresmian KJA Offshore di Cikadang, Jawa Barat, pada 24 April 2018. (Antaranews Sulteng/Istimewa)

Semangat baru dan trial and error

Presiden Joko Widodo di dampingi sejumlah menteri terkait dan Gubernur Jawa Barat pada 24 April 2018 di Pelabuhan Pendaratan Ikan Cikadang, Desa Babakan Pangandaran, meresmikan KJA Lepas Pantai di tiga lokasi yaitu Pengandaran, Sabang dan KarimunJawa. Peresmian ini akan menjadi tonggak sejarah pengembangan KJA lepas pantai dan sekaligus menjadi semangat baru dan motivasi pengembangan budi daya laut, marine culture modern di Indonesia. 

Kenyataan menunjukkan bahwa hampir semua replikasi sebuah inovasi baru tidak langsung memberikan hasil sama baiknya dengan aslinya, karena ada proses trial and error. Hanya saja sebagai replikator bagaimana resiko yang ditimbulkan dari proses ini dapat ditekan seminimal mungkin.

Seperti yang dilansir oleh sejumlah media cetak dan online maupun media sosial bahwa KJA lepas pantai yang menggunakan teknologi Norwegia belum mampu menahan arus dan gelombang kuat di tiga lokasi, sehingga harus ditarik ke darat untuk diperbaiki. Beruntung belum semua karamba (24 KJA) yang ada ditebari dengan benih ikan yang direncanakan totalnya sekitar 3,6 juta ekor, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian yang lebih besar karena penggunaan pakan dan biaya operasional lainnya. Apa jadinya kalau musibah itu datang di penghujung. 

Harusnya bagaimana?

Pengembangan sebuah inovasi budidaya yang nantinya akan direplikasi di masyarakat harus dimulai dengan membangun 'mindset industriawan.' Memenuhi tujuan itu, maka pemahaman filosofi budidaya menjadi sebuah keharusan.  

Ada 5 variabel budidaya yang harus diintensifkan dan diintegrasikan dengan sebuah manajemen terukur. Saya menyebutkannya dengan istilah 'supra intensif' (5 variabel budidaya yang di intensifkan dan diintegrasikan).  

Kelima variabel itu adalah: Penyediaan benih yang berkualitas (tepat mutu, jumlah dan waktu);  Penyediaan pakan dan 'feeding programme' yang sesuai; Lingkungan perairan yang mendukung; konstruksi KJA dan; manajemen yang terukur.

Dari 5 variabel ini, ada 2 variabel yang menjadi critical point yaitu penyediaan benih dan konstruksi KJA. Penyedian benih masih terbentur kepada teknologi penyedian tokolan (benih hasil pendederan berbobot 50 gr) dan teknologi trasportasi yang masih beresiko menimbulkan stres dan kematian pada saat diangkut karena pengaruh faktor penanganan. 

Idealnya benih didederkan di kolam-kolam plastik yang ditopang kerangka besi berlapis fiber volume 60-80 ton dan ditempatkan di wilayah-wilayah pesisir yang menerapkan filosofi supra intensif. Dengan model ini, pada saat panen hanya membuka kran yang dihubungkan dengan kapal pengangkut di laut, sehingga risiko stres dan biaya logistik dapat diminimalisasi.

Saat ini juga telah ada teknologi sensor yang dapat menghitung jumlah benih. Model ini lebih direkomendasikan dibanding didederkan di tambak-tambak sesuai rekomendasi KKP, karena menghidari risiko stress dan kematian. 

Model ini juga sekaligus menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat pesisir karena investasinya relatif murah dan tidak memerlukan lahan yang luas serta dapat memberdayakan pengangguran terbuka (dominan terdidik) yang kini jumlahnya mencapai 7 juta jiwa.

Tambak-tambak yang ada direkomendasikan menjadi wadah pembesaran dari tokolan-tokalan yang berasal dari kolam plastik, sekaligus memperbesar volume produksi kakap putih negeri ini dalam rangka membangun dayasaing. 

Konstruksi KJA menjadi persoalan utama dari proyek KJA offshore KKP ini.  Boleh jadi kekuatan gelombang dan arus di wilayah negeri ini belum mampu diimbangi oleh konstruksi KJA teknologi Norwegia.

Sebenarnya di negeri ini telah hadir perusahaan yang memproduksi KJA konstruksi HDPE seperti Norwegia, bahkan salah satu produknya adalah 'KJA summersible' yaitu KJA yang dapat ditenggelamkan pada saat gelombang besar di musim-musim tertentu terutama pada daerah 'open sea'. Model KJA seperti ini telah terbukti tahan terhadap gelombang dan telah diimplementasikan di China. 
Sebagai Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur  Indonesia (MAI) dan Ketua Ikatan Sarjana Perikanan Indonenesia (Ispikani) Sulawesi Tengah, saya merekomendasikan kiranya KKP dapat mendiskusikan lebih dalam dan jauh tentang strategi pengembangan KJA offshore bersama stakeholder lainnya mengingat potensi sumberdaya 'marine culture' Republik ini begitu besar dan secara politis telah mendapat dukungan Presiden RI. Semoga!. (Wakil Ketua MAI dan Ketua Ispikani Sulawesi Tengah)
 
KJA offshore dilihat dari atas (Antaranews Sulteng/Istimewa)